Liputan6.com, Jakarta - Mulai maraknya isu kesehatan mental di Indonesia menghadirkan kolaborasi antara TikTok Indonesia, Batik Fractal, Menjadi Manusia, serta Taman Mini Indonesia Indah, disebut Seeing The Unseen.
Dilatarbelakangi isu kurangnya pemahaman akan kesehatan mental sehingga masyarakat dengan mudah memberikan penilaian buruk terhadap para penyintas, Seeing The Unseen berusaha menghapus stigma negatif melalui visualisasi motif batik.
Baca Juga
Fokus terhadap isi kesehatan mental dengan membawa kain batik sebagai media visual, Seeing The Unseen mengambil bagian aksi untuk bersama memperingati Hari Kesehatan Mental Sedunia dan Hari Batik Nasional yang sama-sama jatuh di bulan Oktober.
Advertisement
Motif batik baru lahir dari penggabungan motif batik Indonesia dan hasil scan brainwave teman-teman pejuang kesehatan mental. Batik perpaduan brainwave dan motif batik Indonesia ini, dapat dilihat melalui acara Exhibition and Talkshow. Seeing The Unseen terbuka untuk umum di Ballroom Mahabrata, Desa Wisata TMII pada 16 Oktober 2022.
Praktisi, pengamat, dan public figure pun berbagi pengetahuan akan pentingnya menyadari dan menghargai kesehatan mental.
Terdapat 4 motif batik baru yang dipamerkan sebagai hasil gabungan 4 motif batik populer Indonesia dan 4 penyintas gangguan mental mulai dari Bipolar Disorder, Anxiety, hingga Depresi.
Sania selaku pejuang mental menceritakan bagaimana ia menyadari kondisi, mulai menerima kondisinya, berdamai dengan gangguan Bipolar yang ia miliki, dan menanggapi stigma yang ada di tengah masyarakat.
"Awalnya sulit ya. Saya itu didiagnosa Bipolar Depresi pada 2017 sampai saya kenal TikTok dan bisa speak up. Jadi ayo kita dukung, bantu mereka keluar kalau di sekitar kita ada yang kena mental isu ya. Kita juga nggak mau seperti ini. Dan ini bagus jadi salah satu media. Batik perpaduan brainwave dan motif batik Indonesia ini," kata dia.
Levina Purnamadewi selaku Co Founder & The Soul of Menjadi Manusia mengatakan, jangan menganggap remeh apalagi sebelah mata kaitan kesehatan mental. Pernyataan tersebut, kata dia, untuk menjawab tudingan seolah-olah orang yang punya atau sebagai pejuang mental isu itu untuk tren apalagi mendulang popularitas dengan mencari empati.
"Ini bukan tren, tapi saat ini orang jauh lebih peduli. Kita sama-sama ingin breaking stigma bahwa nggak semua penyakit mental itu harus dikucilin seperti brandwaf yang udah ditranslate menjadi kain batik ini oleh brandwafnya Marshanda ternyata juga sama indahnya. Kami disini percaya bahwa setiap orang itu memiliki keunikannya masing masing juga punya ceritanya masing-masing," jelas dia.
TWC selaku pengelola TMII berpendapat pentingnya kegiatan ini dalam membangun awareness tentang mental health, hal ini selaras juga dengan upaya Transformasi TMII yang dilakukan TWC melalui 2 pilar bisnis TMII yaitu Inklusif dan Culture. Melalui gerakan dan acara ini, diharapkan masyarakat perlahan dapat menghapus stigma negatif tentang pengidap gangguan mental yang selama ini melekat.
Keindahan yang tergambar melalui visualisasi kain batik diharapkan dapat menyadarkan masyarakat bahwa isi pikiran para pejuang gangguan mental tidak semenakutkan yang dibayangkan. Dengan begitu setiap orang dapat lebih memahami dan merangkul para penyintas gangguan mental. Gerakan sosial ini juga menumbuhkan keberanian para penyintas untuk lebih terbuka, berdamai dengan kondisi, dan tidak malu untuk mendapatkan pertolongan profesional.