Duduk Perkara Sengketa Kebun Sawit Pribadi yang Diklaim Perusahaan di Jambi

Haris Pardede bingung, mengapa kebunnya yang telah mengantongi sertifikat kepemilikan hak itu masih diserobot oleh perusahaan.

oleh Gresi Plasmanto diperbarui 23 Okt 2022, 05:00 WIB
Diterbitkan 23 Okt 2022, 05:00 WIB
Pertemuan sengketa lahan
Kedua belah pihak saat melaksanakan pertemuan di atas kebun milik Haris Pardede yang disengketakan perusahaan di Desa Bukit Tempurung, Tanjung Jabung Timur, Jambi, Minggu (16/10/2022). Haris memiliki bukti surat kepemilikan SHM. (Liputan6.com/gresi plasmanto)

Liputan6.com, Jambi - Meski telah mengantongi bukti sertifikat hak milik (SHM), Haris Kristanto Pardede dilarang memanen hasil di atas kebun sawitnya yang sah. Tak hanya itu, kebun sawit miliknya malah diklaim perusahaan perkebunan di Desa Bukit Tempurung, Kecamatan Mendahara Ulu, Kabupaten Tanjungjabung Timur, Jambi.

“Sudah 4 bulan ini pekerja kami dihalangi untuk panen, dan di area kebun kami ini dibikin parit oleh perusahaan sehingga menutup akses masuk ke kebun,” kata Andre Lambok Bonardo, perwakilan keluarga Haris Pardede saat mendampingi peninjauan lokasi kebun sawit tersebut, Minggu (16/10/2022).

Haris Pardede dan sejumlah pekerjanya kembali mendatangi kebunnya yang berada di kawasan administrasi Desa Bukit Tempurung, jaraknya sekitar 5 kilometer dari jalan lintas Jambi-Kuala Tungkal. Haris berniat ingin panen dan menunjukan bahwa ia memiliki legalitas atas kebun tersebut.

Namun di tengah perjalanan mereka diadang anggota keamanan (security) perusahaan perkebunan kelapa sawit Bukit Barisan Indah Permai (BBIP). Mereka diadang dan tidak boleh melewati akses jalan menuju ke kebun tersebut. 

Sempat terjadi cekcok dan adu mulut antara keduanya. Tapi beruntung tak sempat terjadi bentrokan. Sementara di lokasi sudah ada puluhan anggota polisi dari Polres Tanjung Jabung Timur dan Babinsa setempat yang berjaga. Kapolsek Mendahara Ulu AKP Elfian Yusran Ritonga memediasi pertemuan kedua belah pihak, yakni Haris Pardede dan pihak perusahaan.

Mereka berunding di bawah batang sawit. Kapolsek Mendahara Ulu AKP Elfian Yusran Ritonga mengatakan, pihaknya akan memediasi kembali atas kasus sengketa tanah ini. Menjelang proses mediasi yang rencananya akan dilaksanakan di Kantor Kesbangpol Muara Sabak, Tanjung Jabung Timur, Elfian meminta kedua belah untuk tidak melakukan panen.

“Jadi kebunnya status quo, kedua belah pihak tidak boleh ada yang panen sampai proses mediasi besok hari Rabu (19/10/2022) dilakukan,” kata Elfian.

Sementara itu, ditanya ihwal kebun milik Haris Pardede telah memiliki sertifikat kepemilikan, Elfian enggan berkomentar. Hal itu kata dia, bisa dibuktikan saat proses mediasi yang mengundang para pihak, termasuk petinggi perusahaan dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat.

“Dan (mediasi) nanti juga akan hadir tim terpadu terkait sengekta lahan, yang jelas untuk situasi sekarang kondusif,” ujar Elfian.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

SHM

SHM milik Haris Pardede
SHM atas nama kebun milik Haris Pardede yang disengketakan perusahaan di Desa Bukit Tempurung, Tanjung Jabung Timur, Jambi, Minggu (16/10/2022). Haris memiliki bukti surat kepemilikan SHM. (Liputan6.com/gresi plasmanto)

Andre Lambok Bonardo mengatakan, kliennya memiliki dokumen dan legalitas yang kuat untuk menunjukan bahwa kebun tersebut adalah milik Hari Kristanto Pardede.

Dia menunjukan bahwa ia memiliki bukti kepemilikan yang sah, dan perusahaan tidak berhak mengklaim kebunnya itu. Apalagi sampai memanen hasil di lokasi kebun sawit yang telah sertifikat hak milik (SHM) seluas 34 hektare dan 13,5 hektare mengantongi Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (Sporadik).

Sertifikat hak miliki tersebut dikeluarkan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Surat sebagai tanda bukti hak ini menjadi dasar mereka bahwa Haris Pardede adalah pemilik sah kebun tersebut.

“Kami juga bayar pajak setiap tahun, dan kami juga punya bukti pelepasan plasma kebun tersebut, ” kata Andre.

Sejak Juni hingga Oktober 2022 itu Haris Pardede dilarang memanen di atas kebunnya oleh perusahaan. Karena dilarang memanen buah sait selama 4 bulan itu, Haris mengalami kerugian kisaran Rp100 juta lebih.

“Kita akan siapkan dokumen-dokumennya dan historisnya atas kepemilikan kebun kami untuk dijelaskan nanti, ya dengan surat SHM ini bukti kuat kami. Karena negara kita ini negara hukum, jadi kita semua harus menghormait hukum,” kata Andre.

"Saya rasa tidak ada surat kepemilikan yang kuat di atas selain SHM, " sambung Andre.

Sementara itu, Kepala Security PT BBIP, Poniran ketika berada di lokasi kebun yang disengketakan mengatakan, pihaknya akan menghormati dan kesekapatan yang dihasilkan dalam pertemuan nanti di kantor Kesbangpol Tanjab Timur.  

Ponirin menambahkan pimpinan atau petinggi perusahaan akan datang. “Kalau masalah legalitas (SHM) bukan kami yang menentukan, tapi kita lihat nanti dalam pertemuan selanjutnya yang sudah dijadwalkan oleh Pak Kapolsek tadi,” kata Ponirin.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya