Magisnya Kain Sasirangan, Warisan Budaya yang Jadi Sarana Menyembuhkan Penyakit

Bagi masyarakat Kalimantan, khususnya Banjar, kain sasirangan sudah dikenal sejak dahulu.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 26 Nov 2022, 00:00 WIB
Diterbitkan 26 Nov 2022, 00:00 WIB
batik kalimantan
Motif Sasirangan, warna menunjukkan kondisi yang mengenakan. Ini adalah kain adat khas suku Banjar. (foto: Liputan6.com/dok.Nindito/edhie prayitno ige)

Liputan6.com, Banjarmasin - Sasirangan adalah jenis kain khas dari Kalimantan Selatan. Secara umum, sasirangan adalah sejenis kain yang dibuat dengan teknik tusuk jelujur.

Kain tersebut kemudian diikat dengan benang atau tali rafia, lalu dicelup. Bagi masyarakat Kalimantan, khususnya Banjar, kain sasirangan sudah dikenal sejak dahulu.

Mengutip dari warisanbudaya.kemdikbud.go.id, kain ini merupakan sejenis batik sandang. Kain sasirangan juga disebut dengan istilah kain calapan atau celupan yang memiliki dekorasi warna dan motif tradisional khas Kalimantan Selatan.

Budaya membuat kain sebagai bahan pakaian di Kalimantan Selatan sudah dimulai sejak zaman Kerajaan tradisional Negara Dipa di Amuntai, yang sekarang menjadi ibu kota Kabupaten Hulu Sungai Utara. Menurut mitos yang berkembang, awalnya kain tradisional ini dikenal dengan nama kain langgundi, yakni kain tenun berwarna kuning.

Pada perkembangannya, kain langgundi tidak lagi dikenakan sebagai pakaian harian di masyarakat. Kain ini hanya digunakan sebagai sarana pelengkap dalam terapi pengobatan alternatif, sehingga lebih dikenal sebagai kain sasirangan.

Nama sasirangan berkaitan erat dengan cara pembuatannya, yaitu disirang. Disirang adalah teknik membuat kain yang dijelujur dengan cara dijahit, kemudian dicelup ke dalam zat pewarna.

Pada 1981, seorang warga Banjarmasin beserta kawan-kawannya mempelajari cara membuat kain sasirangan. Perempuan bernama Ida Fitriah Kusuma itu membentuk kelompok untuk memproduksi kain sasirangan.

Pada 27 Desember 1982, ia bersama kelompoknya mulai memperkenalkan kain sasirangan produksinya. Untuk mengikuti perkembangan zaman, proses pembuatannya pun dilakukan secara modern.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Perkembangan Bahan

Bahan yang awalnya berasal dari serat kapas atau katun, kini mulai berkembang dengan menggunakan bahan non-kapas. Namun, bahan bakunya tetap berupa kain.

Jenis kain yang dijadikan bahan baku, meliputi kain sutera, kain saten atau sating, dan kain katun. Keseluruhan bahan baku tersebut didatangkan dari Pulau Jawa, khususnya dari Kota Surabaya.

Adapun bahan-bahan pewarna yang digunakan berupa pewarna alami dan pewarna sintetis. Pewarna alami hanya digunakan sebagai bahan pewarna kain sasirangan pamintan, sementara pewarna sintetis lebih sering digunakan karena lebih efektif dan efisien.

Ciri khas kain sasirangan berupa rangkaian motif yang komposisinya tersusun vertikal dengan ditambah motif tradisional Banjar di sampingnya. Warna dasar kain yang semula putih, setelah menjadi kain sasirangan berubah menjadi beraneka warna, seperti merah, cokelat, biru, hijau, ungu, dan lainnya.

Adapun motif tradisional kain sasirangan, antara lain kulat karikit, gigi haruan, hiris pudak, naga belimbur, ular lidi, bayam raja, bintang bahambur, tampuk manggis, kambang sakaki, daun jeruju, kambang kacang kangkung kaombakan, hiris gagatas, turun dayang, serta ombak sinampur karang. Selain itu, ada juga ratusan motif yang telah dikembangkan.

Beberapa jenis dan bentuk kain sasirangan digunakan untuk mengetahui jenis penyakit yang sedang diderita. Misalnya, sarung sasirangan (tapih bahalai) dikenakan sebagai selimut untuk mengobati penyakit demam atau gatal-gatal.

Ada pula bebat sasirangan (babat atau stagen) yang dililitkan di perut digunakan sebagai sarana untuk menyembuhkan penyakit diare, disentri, kolera, dan penyakit pencernaan lainnya. Sementara itu, selendang sasirangan (kakamban) yang dililitkan di kepala atau disampirkan sebagai penutup kepala dimaksudkan sebagai sarana untuk menyembuhkan sakit kepala sebelah (migrain).

Tak hanya migrain, penyakit kepala lainnya, seperti pusing atau kepala berdenyut-denyut juga memiliki simbol jenis sasirangan sendiri. Kain sasirangan tersebut adalah ikat kepala sasirangan (laung).

Hingga saat ini, masyarakat masih percaya akan adanya kekuatan magis pada kain sasirangan. Orang-orang yang masih memiliki darah keturunan Kerajaan Banjar lama sering kali masih mencari kain ini untuk menjadi sarana penyembuhan penyakit.

 

Penulis: Resla Aknaita Chak

 

**Liputan6.com bersama BAZNAS bekerja sama membangun solidaritas dengan mengajak masyarakat Indonesia bersedekah untuk korban gempa Cianjur melalui transfer ke rekening:

1. BSI 900.0055.740 atas nama BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional)2. BCA 686.073.7777 atas nama BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya