Mencari Keseimbangan Manusia dalam Kepercayaan Leluhur Tanah Karo

Melalui ajaran ini, kemudian terbentuk aksara pemena yang berkembang menjadi aksara karo.

oleh Tifani diperbarui 31 Jan 2023, 00:00 WIB
Diterbitkan 31 Jan 2023, 00:00 WIB
Tanah Karo
Tanah Karo / Sumber: Wikimedia

Liputan6.com, Medan - Masyarakat Tanah Karo dikenal memiliki ragam kebudayaan yang menarik dan unik. Tak hanya ragam aneka upacara adat, sistem kepercayaan masyarakat Tanah Karo tak luput menarik untuk dibahas.

Kepercayaan Pemena atau agama Pemena merupakan salah satu ajaran leluhur yang hingga kini masih berkembang di Tanah Karo. Sebelum abad ke-5 masyarakat adat Tanah Karo menganut kepercayaan ini.

Orang-orang dari India Selatan lah yang datang ke Tanah Karo memperkenalkan ajaran Pemena. Melalui ajaran ini, kemudian terbentuk aksara pemena yang berkembang menjadi aksara karo.

Dikutip dari laman jurnal berjudul "Kajian Awal Kepercayaan Pemena di Karo, Sumatra Utara pada 1966-1979" (2018) oleh Ginting dkk, agama Pemena dianut kala masyarakat Karo belum mengenal ajaran beragama yang berketuhanan.

Meski begitu kepercayaan ini tetap meyakini adanya Dibata yaitu pencipta langit bumi beserta isinya. Dibata Nidah adalah makhluk ciptaan yang berarti Kalibumbu dalam silsilah Tutur Karo.

Masyarakat Karo percaya bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini baik yang dapat dilihat maupun yang tidak dapat dilihat adalah merupakan ciptaan Dibata. Ada beberapa pemahaman Dibata menurut orang Karo yakni Dibata Datas, Dibata Tengah, dan Dibata Teruh.

 

Dibata Datas

Dibata Datas, disebut juga Guru Batara yang memiliki kekuasaan dunia atas (angkasa). Dibata Tengah, disebut juga Tuhan Padukah Ni Aji yang menguasai dan memerintah di bagian dunia kita ini.

Sedangkan, Dibata Teruh, juga disebut Tuhan Banua Koling yang memerintah di bumi bagian bawah bumi. Selain itu, ada dua unsur kekuatan yang diyakini yaitu Sinar Mataniari (sinar matahari) dan Si Beru Dayang.

Sinar Mataniari adalah simbol cahaya dan penerangan, ia ada saat matahari terbit sampai matahari terbenam. Dia mengikuti perjalanan matahari dan menjadi penghubung antara 3 Dibata, Si Beru Dayang sering terlihat dalam Pelangi.

Ia bertugas membuat dunia tengah tetap kuat dan tidak digoncangkan angin topan. Tak jarang  penganut agama pemena dikaitkan dengan "Perbegu', sebab kala itu masih kerap diadakan ritual "Perumah Begu".

Titual ini diyakini mampu melakukan dialog dengan mahluh halus atau istilah kerennya mahluk Gaib atau  'Seluk"  dan  "erpangir Kulau". Manusia dalam kepercayaan Pemena masyarakat Karo terdiri dari Tendi (Jiwa), Begu (Roh orang yang sudah meninggal/hantu), dan Kula (Tubuh).

Ketika seseorang meninggal, maka Tendi akan hilang dan tubuhnya akan hancur, namun Begu tetap ada. Tendi dengan tubuh merupakan kesatuan yang utuh, ketika Tendi berpisah dengan tubuh maka seseorang akan sakit.

Pengobatan dilakukan dengan mengadakan pemanggilan Tendi, jika Tendi tidak kembali maka yang terjadi adalah kematian. Orang Karo meyakini alam semesta dipenuhi oleh Tendi, setiap titik di alam semesta mengandung Tendi.

Kesatuan dari keseluruhan Tendi yang meliputi segalanya ini disebut Dibata, sebagai kesatuan totalitas dari alam semesta. Setiap manusia dianggap sebagai semesta kecil.

Manusia merupakan kesatuan dari Kula (Tubuh), Tendi (Jiwa), Pusuh Peraten (Perasaan), Kesah (Nafas), dan Ukur (Pikiran). Setiap bagian berhubungan satu sama lain.

Kesatuan ini disebut dengan keseimbangan dalam manusia. Daya pikir manusia dianggap bertanggung jawab keluar, guna menjaga keseimbangan dalam dan luar.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya