Liputan6.com, Bekasi - Namanya Nanik Lasinta Wulan. Perempuan urban kelahiran Borobudur Kabupaten Magelang. Ia kini tinggal di Bekasi.
Menjadi warga sebuah kota penyangga ibu kota, sempat membuat Nanik mengalami gegar sosial, terutama yang berkaitan dengan sampah. Banyak perbedaan perlakuan sampah di daerah asalnya dan di kota.
Baca Juga
Persoalan utamanya adalah pembuangannya. Apalagi sampah rumah tangga yang pasti diproduksi setiap hari.
Advertisement
Suatu ketika, Nanik mengunjungi kakaknya yang berada di kota Tangerang. Saat itu sang kakak sedang mengumpulkan botol-botol plastik dan juga wadah-wadah plastik.
Sementara di rumahnya berjejer-jejer botol-botol plastik dan wadah berbentuk kotak, juga terbuat dari plastik.
"Itu isinya eco enzyme. Hasil pengolahan sampah rumah tangga. Daripada pusing harus mikir dibuang kemana," kata sang kakak waktu itu.
Nanik tertarik. Apalagi anggota keluarganya sangat gemar mengonsumsi buah. Maka ia memantapkan hati ikut dalam komunitas eco enzyme Bekasi.
"Motivasi awal sangat sederhana. Karena saya suka tanaman maka ingin punya pupuk berkualitas. Jadi bikin eco enzyme hanya untuk pupuk saja," kata Nanik.
Komunitas dan Ajak Tetangga
Sejak masuk komunitas eco enzyme Bekasi tahun 2019, Nanik sangat getol mengajak para tetangga untuk melakukan hal yang sama.
Maka botol-botol plastik dan sampah-sampah plastik juga mulai dikumpulkan. Untuk sampah plastik bukan untuk didaur ulang atau dijual, namun dijadikan tempat menampung dan menyimpan eco enzyme yang sudah jadi.
"Pengolahan sampah fokus ke sampah rumah tangga yang masih segar. Nah sampah plastik seperti bekas botol air mineral menjadi daya dukung," kata Nanik.
Dari komunitas eco enzyme itu Nanik akhirnya tahu bahwa eco enzyme bukan hanya untuk pupuk. Bisa menghasilkan produk turunan yang bernilai ekonomis.
"Untuk eco enzyme memang tidak boleh diperjualbelikan. Tapi untuk produk turunan seperti sabun dan deterjen cair boleh. Nah disitulah peran sampah plastik dibutuhkan sebagai kemasan," kata Nanik.
Secara singkat Nanik lalu menceritakan proses pembuatan eco enzyme. Biasanya semua kegiatan diawali dari dapur, yakni ketika menyiapkan buah-buahan untuk keluarganya.
Kulit-kulit buah yang masih segar itu disisihkan. Biasanya cukup banyak.
"Kulit-kulit buah itu dicuci lagi hingga bersih. Kemudian dicampur dengan air dan gula merah. Perbandingannya kulit buah 3 bagian, air 10 bagian dan gula merah 1 bagian," katanya.
Campuran itu kemudian disimpan dalam wadah plastik. Disimpan hingga tiga bulan.
Proses fermentasi selama tiga bulan itu akan menghasilkan bau yang segar. Dan saat memanen, ia menyiapkan botol-botol bekas sebagai tempat penampungan.
"Semua diberi tanggal agar tak salah dalam memanen dan kita bisa melihat kualitas eco enzyme yang dihasilkan. Eco enzyme yang bagus memiliki derajat keasaman atau pH di bawah 4," kata Nanik.
Dari eco enzyme itu, biasanya bisa menjadi produk untuk mendukung kesehatan. Produk turunannya malah bisa menghasilkan sabun mandi dan deterjen.
"Karena dibuat alami, tentu hasilnya juga ramah lingkungan dan tak melukai alam. Pupuk dari eco enzyme juga sangat baik mengembalikan kesuburan tanah," kata Nanik.
Advertisement
Sampah Plastik
Apakah semua kulit buah bisa diolah menjadi eco enzyme?
"Tentu tidak. Kulit yang keras, berduri, bergetah tidak bisa diolah. Misalnya kulit durian, kulit salak, kulit nangka," kata Nanik.
Nanik tak ingin maju sendirian. Ia mengajak para tetangga untuk memilah dan mengolah sampah seadanya.
"Semua bisa saling dukung. Yang punya sampah plastik juga bisa dimanfaatkan sebagai wadah," tambahnya.
Nanik mengaku gembira karena kesadaran memproduksi plastik juga meningkat. Kini hampir semua plastik keluaran terbaru adalah plastik model biodegradable yang bisa terurai dalam tiga tahun.
Tujuan utama kesibukannya mengolah sampah menjadi eco enzyme bukan untuk menambah pundi-pundi rekeningnya, namun lebih ke kepedulian pada bumi.
Lingkungan rumah yang bersih dengan sampah plastik yang minim dan sampah organik yang terolah sempurna diharapkan bisa mengangkat kualitas kesehatan masyarakatnya.
Tak sia-sia Nanik Lasinta Wulan terbang dari Borobudur menjadi urban ke Bekasi Timur. Dimanapun semua bisa bermanfaat bagi bumi. Hanya butuh pengetahuan dan keberanian mencoba.