Politikus Perempuan Seharusnya Tidak Mempolitisasi Perempuan

Seorang perempuan yang terjun ke dunia politik untuk menjadi poltisi seharusnya tidak mempolitisasi perempuan hanya sekedar untuk meningkatkan perolehan suara.

oleh Abdul Jalil diperbarui 03 Apr 2023, 08:47 WIB
Diterbitkan 22 Mar 2023, 20:00 WIB
Shemmy Permata Sari
Shemmy Permata Sari berharap, politisi perempuan tidak hanya mempolitisasi perempuan tanpa memperjuangkan hak-haknya.

Liputan6.com, Bontang - Nama perempuan cantik itu adalah Shemmy Permata Sari. Jika dilihat dari keluarga besarnya, perempuan muda ini berada di lingkungan politisi.

Suaminya misalnya, Andi Faizal, merupakan Ketua DPRD Kota Bontang. Kedua mertuanya bahkan pernah menjabat Wali Kota Bontang.

Darah politik itu kemudian mengalir dalam diri Shemmy hingga kemudian dia bertekad ikut terjun ke dunia politik sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat. Isu yang dibawa tentu saja soal kepentingan perempuan.

Pada peringatan Hari Perempuan Internasional (International Women’s Day) yang diperingati tiap tanggal 8 Maret, Shemmy menyinggung tema tahun ini yakni, "DigitALL: Inovasi dan Teknologi untuk Kesetaraan Gender".

Tema ini diambil untuk memajukan kontribusi perempuan, terhadap perkembangan teknologi dan pendidikan digital di era modern, demi mencapai kesetaraan dari segala bidang, ekonomi, sosial, budaya, maupun politik.

Untuk memajukan kontribusi perempuan dari segala bidang, Shemmy yang merupakan Ketua Ikatan Istri Partai Golkar Kota Bontang memandang perlunya peningkatan sumber daya manusia (SDM) bagi para perempuan.

"Bagaimana secara kompetensi tidak kalah dengan laki-laki, sehingga tidak ada alasan untuk kaum wanita tidak bisa bersaing di segala bidang," kata Shemmy, Senin (21/3/2023).

Dalam konteks politik, perempuan seharusnya tidak hanya menjadi obyek dari politik itu. Perempuan harus berperan sebagai pengambil kebijakan.

Bagi Shemmy, perempuan paling memahami kebutuhannya yang harus dibantu oleh negara. Salah satunya perlu adanya aturan khusus tentang perlindungan pekerja perempuan.

Kota Bontang bisa disebut sebagai kota industri karena dikelilingi industri migas, pupuk, dan batubara. Tentu pekerja perempuan jumlahnya tidak sedikit.

Bagi pekerja perempuan, seperti di Kota Bontang ini menurutnya, perlu di buat Perda atau Perwali yang mengatur terkait alokasi khusus buat pekerja perempuan di semua instansi atau lembaga.

"Sehingga peran perempuan benar-benar diperlukan sebagai upaya meningkatkan kompetensi nya, karena kebutuhan pekerjaan," ungkapnya.

Dengan meningkatnya sumber daya manusia (SDM) perempuan di segala bidang, peran perempuan diharapkan dapat memimpin dan membawa perubahan yang signifikan. Menurutnya, perempuan-perempuan saat ini masih minim yang bisa berkarir sampai ke pucuk pimpinan di semua instansi atau lembaga.

"Kebanyakan justru karena jiwa keibuan dan kebutuhan hidup, akhirnya kaum perempuan lebih banyak yang bekerja keras sebagai tenaga harian rumah tangga atau yang lainnya. Ini yang ke depan harus kita motivasi dan beri kompetensi buat kaum perempuan, bahwa banyak ruang untuk bekerja apalagi di era modern seperti saat ini," tegasnya.

"Tidak hanya dibelakang layar membangun mental dan pribadi anak bangsa di rumah tangganya, tetapi yang lebih dari itu, bagaimana bisa kita tingkatkan kompetensi agar bisa bersaing di era sekarang ini," tambah Shemmy.

Para perempuan hebat Indonesia, khususnya perempuan Kota Bontang, bisa berkontribusi melalui karya dan gagasannya untuk kemajuan bangsa ini.

"Dan kita berharap pemerintah selalu hadir dalam memberikan perlindungan kepada perempuan-perempuan hebat ini," katanya.

Simak juga video pilihan berikut:

Politisi Perempuan

Demo Sahkan RUU PKS, Ratusan Sepatu Penuhi Gedung DPR
Pegiat komnas perempuan saat melakukan aksi diam 500 Langkah Awal Sahkan RUU PKS di depan gedung DPR, Jakarta, Rabu (25/11/2020). Dalam aksinya mereka menyusun sepatu sebagai simbol "semua peduli, semua terlindungi, stop sexual violence". (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebagai negara demokrasi, kebijakan yang diambil untuk seluruh lapisan masyarakat dilakukan melalui keputusan politik. Baik itu eksekutif mapun legislatif punya andil besar membuat kebijakan dalam bentuk aturan.

Di tingkat kota seperti Kota Bontang, kebijakan tersebut bisa masuk dalam peraturan daerah atau peraturan wali kota. Jika tidak memperjuangkan haknya sendiri, tentu sulit untuk membuat kebijakan yang berpihak pada perempuan.

Shemmy mencontohkan jika perempuan yang telah berumah tangga dan memiliki anak namum tetap bekerja, perlu ada aturan khusus soal jam kerja. Kewajiban ibu, misalnya, tetap harus menyusui sebagai hak anak, namun tetap produktif di tempat kerja.

“Kita perlu adanya kebijakan jam bekerja untuk kaum perempuan yang memiliki anak, masuk kerja lebih lambat dan pulang lebih cepat supaya bisa mengurus anak-anak dan rumah tangga walaupun bekerja,” kata Shemmy.

Hal lain yang tak kalah penting bagi Shemmy yang harus diperjuangkan perempuan adalah negara harus hadir dalam memenuhi kebutuhan ibu rumah tangga pekerja yang punya anak. Sebagai contoh ketersediaan day care atau tempat penitipan anak.

“Saya kira day care saat ini sudah seperti sebuah kebutuhan apalagi untuk mereka yang berumah tangga yang suami dan istrinya sibuk dan bekerja dari pagi sampai sore,” katanya kepada liputan6.com.

Dia tentu berharap ada day care di setiap kelurahan atau kantong-kantong pemukiman padat penduduk. Dengan cara ini, akses untuk memperoleh tempat penitipan anak lebih mudah.

“Ada baiknya ada day care di setiap kelurahan, tetapi tentunya day care yang tersertifikasi pengasuhnya dan pendidikannya sehingga benar-benar selain dititip juga mendapatkan transfer ilmu yang baik selama orang tua tidak mendampingi anak,” paparnya.

Perempuan, dalam konteks politik, harus memperjuangkan hal itu mengingat hal itu salah satu kontribusi negara agar perempuan tetap produktif tanpa meninggalkan kewajiban sebagai ibu. Bagi Shemmy, negara harus hadir dan menyediakan fasilitas penunjang bagi perempuan agar tetap bisa berkarir dan produktif sesuai pekerjaan masing-masing.

“Kita akan perjuangkan kebutuhan perempuan,” kata Shemmy.

Di sisi lain, Shemmy menyebut politisi perempuan tak sekedar tampil untuk mengambil ceruk suara kaum perempuan. Politisi perempuan harus memperjuangkan hak perempuan dan mengesampingkan budaya patriarki.

“Ketika kewajiban sebagai istri dan ibu bagi anak-anak sudah bisa kita jalankan, tidak ada salahnya bagi kita turut menyumbangkan gagasan dan pikiran kita untuk sesuatu yang baik untuk orang banyak,” jawab Shemmy saat ditanya soal terjun ke dunia politik.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya