Simah Laut, Upacara Ritual di Lautan Milik Masyarakat Teluk Sampit

Upacara ini lahir sebagai wujud kepercayaan dan ketaatan terhadap kekuatan natural dan supranatural.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 16 Apr 2023, 18:00 WIB
Diterbitkan 16 Apr 2023, 18:00 WIB
Ilustrasi Peta Kalimantan
Ilustrasi Peta Kalimantan Timur. Sumber foto: Shutterstock/Schwabenblitz.

Liputan6.com, Palangka Raya - Masyarakat di Desa Ujung Pandaran, Kecamatan Teluk Sampit Kalimantan memiliki upacara adat yang telah tumbuh dan berkembang sejak puluhan tahun lalu atau sejak zaman prasejarah. Upacara tersebut merupakan upacara simah laut yang dilakukan sebagai lanjutan dari tradisi yang telah lebih dulu berlangsung.

Adapun penduduk Desa Ujung Pandaran berasal dari desa-desa tepi laut sekitar Tanjung Puting dan Pagatan. Masyarakat setempat mengadopsi tradisi ini dari tempat asal mereka.

Mengutip dari warisanbudaya.kemdikbud.go.id, upacara simah laut merupakan suatu upaya pendekatan masyarakat terhadap laut gaib. Tujuannya agar segala unsur yang menghuni laut bisa bersikap ramah dan baik kepada mereka.

Secara umum, upacara simah laut dapat dikatakan sebagai salah satu upacara ritual. Upacara ini lahir sebagai wujud kepercayaan dan ketaatan terhadap kekuatan natural dan supranatural.

Kedua kekuatan tersebut diyakini mempunyai pengaruh langsung terhadap situasi dan kondisi sosial masyarakat setempat, terutama nelayan. Melalui upacara ini, masyarakat percaya bahwa pengaruh tersebut dapat bersifat positif jika upacara ritual dilaksanakan dengan baik.

Salah satu imbalan yang dipercaya oleh masyarakat setempat usai upacara ini adalah imbalan berupa hasil laut atau tangkapan ikan. Masyarakat setempat biasanya menggelar upacara ini sekali dalam satu tahun, yakni setiap permulaan musim barat antara Oktober atau November.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

Persiapan Upacara

Satu hari sebelum upacara berlangsung, masyarakat akan mempersiapkan berbagai keperluan upacara. Para laki-laki akan mendirikan tenda, membuat bangunan kecil sebagai tempat meletakkan sesaji (ancak), dan membuat perahu kecil atau rakit. Sementara para wanita sibuk membuat aneka jenis penganan untuk sesaji.

Sesaji yang dihidangkan biasanya terdiri dari kue-kue tradisional, seperti cucur, apem, bubur putih, bubur merah, wajik, dan sebagainya. Tak lupa, mereka juga mempersiapkan bumbu untuk memasak daging dan hewan kurban.

Saat pagi hari, mereka akan mulai menyembelih ayam dan hewan kurban berupa kambing atau sapi sesuai dengan kemampuan. Bagian kepala hewan kurban tersebut kemudian dibuang ke tengah laut, sedangkan bagian dagingnya dimasak.

Usai salat zuhur, upacara dilanjutkan dengan iring-iringan penduduk yang membawa sesaji (ancak). Sesaji tersebut diletakkan di suatu tempat khusus yang telah disediakan.

Usai dibacakan doa yang dipimpin oleh tetua adat, sesaji tersebut kemudian dimasukkan ke dalam perahu kecil atau rakit dan dilarung ke tengah laut. Setelah seluruh rangkaian upacara selesai, masyarakat akan memasuki masa pali (pantangan) yang berlangsung selama tiga hari.

Selama masa pali, masyarakat dilarang melakukan kegiatan di laut, termasuk menangkap ikan. Pada masa pali, konon akan muncul keanehan-keanehan, seperti munculnya berbagai jenis ikan yang ada di dalam laut. Ikan-ikan tersebut seakan-akan memberi isyarat bahwa di masa mendatang masyarakat akan mendapat banyak rezeki dan lain sebagainya.

(Resla Aknaita Chak)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya