Liputan6.com, Batam - Namanya Hermanto. Ia nelayan di Kelurahan Pulau Terong, Kecamatan Belakang Padang, Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Belakangan Hermanto dan nelayan lain mulai gundah.
Kegundahan para nelayan itu adalah respon naluriah terbitnya PP 26/2023. Sebuah peraturan pemerintah yang mengatur ekspor pasir laut.
"Jakarta tidak pernah merasakan kesulitan kami. Kami yang terdepan merasakan dampak pengerukan pasir laut. Ikan susah, badan juga jadi gatal-gatal," kata Hermanto.
Advertisement
Pengakuan Hermanto ini diamini sejumlah nelayan lain yang sehari-hari mencari makan di perairan Belakang Padang.
Meskipun saat itu ikan susah didapat tapi Hermanto dan teman-temannya tetap semangat berusaha menghidupi keluarganya. Tak segan ia melaut hingga jauh, lebih jauh dari hiasanya.
"Coba tebak apa yang terjadi?" tanya Hermanto berteka-teki.
Liputan6.com yang menemuinya tak segera menjawab.
"Kami dikejar-kejar Polis Marine negara tetangga. Tentu saja memang salah kami karena tak tahu batas wilayah dan kami dianggap masuk wilayah Singapura. Bukan ikan yang didapat, tapi malah jantungan," kata Hermanto menjawab pertanyaannya sendiri.
Hermanto bercerita, pengerukan pasir laut di perairan sekitar Batam, Kepri sudah terjadi sejak lama. Pasir itu lalu diekspor ke Singapura.
"Kabarnya luas Singapura terus bertambah," katanya.
Yang jelas menurutnya pengerukan pasir laut di perairan Batam menjadi seperti hantu yang menakutkan. Ia merusak lingkungan dan PP26/2023 memastikan peristiwa itu akan terulang kembali. Air laut keruh, lokasi tangkapan ikan nelayan berangsur musnah.
"Seingat saya dulu saat nelayan sedang menangkap ikan, kerap berpapasan dengan kapal bawa pasir ke jiran, dapat dikatakan sebagian daratan Singapura bertambah dari reklamasi hasil ekpor pasir laut di Kepri. Dampak kerusakan lingkungan bukan mereka atau Jakarta yang merasakan, namun kami, para nelayan," kata Hermanto.
Kecamatan Belakang Padang mempunyai sejarah kelam ketika pasir laut Pulau Dakan dikeruk habis-habisan. Peristiwa itu terjadi sebelum 2003.
"Saya lupa tahunya, pokoknya sudah lama. Namun dampaknya sekarang masih terasa, " kata Hermanto.
Inilah Pulau Yang Menunggu Tenggelam
Kecamatan Belakang Padang berada diantara Selat Malaka, dan selat Singapura. Ini adalah Kecamatan terdepan yang berbatasan langsung dengan negara tetangga.
Terdiri dari gugusan pulau-pulau. Tercatat ada 166 pulau, 44 pulau berpenghuni dan 122 pulau lainnya tidak berpenghuni.
Menurut Camat Belakang Padang Yudi Atmadjianto 3 pulau yang berbatasan langsung dan hanya berjarak beberapa mil dari negeri tetangga. Pulau Nipa, Pulau Pelampong dan Pulau Batu Berhenti yang ada di wilayahnya dan berbatasan dengan Singapura. Kondisinya sangat mengenaskan karena luas daratannya menyempit diserang abrasi.
"Ketiga pulau tersebut hampir habis terkikis. Untunglah zaman pemerintahan ibu Megawati pengerukan itu dihentikan sehingga abrasi berkurang," kata Yudi.
Pulau Nipah merupakan berbatasan dengan negara Singapura di selatan dan Utara Malaysia yang merupakan 20 pulau terluar wilayah Republik Indonesia .
Di pulau Nipah terdapat titik dasar (bench Mark) dengan kode TD 190 dan dan TD 190A yang berfungsi sebagai acuan pengukuran dan penetapan batas wilayah teritorial dalam perjanjian Indonesia-Singapura.
Pulau Nipah merupakan pulau terluar yang tidak berpenghuni dengan luas daratan saat air laut pasang luasnya tinggal 0,62 hektare dan saat air laut surut 62 hektare.
Ketimpangan itu yang kemudian mendorong pemerintahan Megawati dilanjutkan Susilo Bambang Yudhoyono melakukan reklamasi untuk merawat kedaulatan wilayah.
"Sekarang sudah dibangun (Reklamasi) oleh pemerintah pusat dan dihuni serta dijaga oleh TNI Angkatan Laut," kata Yudi.
Selain Pulau Nipa, titik terluar yang berada di perbatasan mulai mengikis yaitu Pulau Pelampong, dihuni oleh Warga nelayan yang terdiri 3 Keluarga dengan jumlah 11 jiwa.
Setelah Pulau Pelampong titik terluar mengkwatirkan yang berada perbatasan adalah Pulau Batu Berhenti. Saat air laut pasang, luas wilayah Pulau Berhenti terlihat hanya 20 meter saja.
Selaku camat, Yudi merasa harus melindungi warganya. Ia sangat mengkwatirkan longsor yang sampai saat ini belum ditangani yaitu Pulau Tolop Kecil. Pulau Tolop merupakan pulau wisata religi yang terdapat di dalamnya Makam Sunan Tolop.
Adapun pulau kecil terluar yang pernah direncanakan menjadi lokasi pengerukan pasir pada 2019 adalah di Pulau Dakan dekat Pulau Terong.
Pulau Pelampong juga sempat mengawatirkan. Abrasi menyerbu secara sporadis. Saat itu pemerintah langsung membuat bronjong berbahan karet untuk penahan ombak.
Advertisement
Dipaksa Berani Menolak
Terbitnya PP 26/2023 menurut Yudi direspon cepat oleh masyarakat pesisir Belakang Padang. Latar belakangnya jelas, mereka khawatir rencana Ekspor Pasir Laut.
"Itu adalah sejarah kelam yang sekarang berpotensi terulang kembali," kata Yudi
Ancaman kedaulatan wilayah dan rusaknya biota laut jika eksplorasi tambang pasir laut secara besar-besaran semakin dekat
"Penolakan rencana ekspor pasir laut mulai dibincangkan masyarakat Belakang Padang. Namun secara resmi belum ada pernyataan sikap ," kata Yudi kepada Liputan6.com,