1 Tahun Masa Habituasi, BKSDA Sulut Lepasliarkan 8 Monyet Hitam ke TWA Gunung Ambang

Setelah menjalani masa habituasi selama satu tahun di kaki Gunung Masarang, Kelurahan Rurukan, Kota Tomohon, Sulut, 8 monyet liar dilepasliarkan ke Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Ambang.

oleh Yoseph Ikanubun diperbarui 20 Jun 2023, 21:00 WIB
Diterbitkan 20 Jun 2023, 21:00 WIB
Proses pemindahan 8 ekor yaki dari kandang habituasi di Gunung Masarang, Kelurahan Rurukan, Kota Tomohon, Sulut.
Proses pemindahan 8 ekor yaki dari kandang habituasi di Gunung Masarang, Kelurahan Rurukan, Kota Tomohon, Sulut.

Liputan6.com, Tomohon - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Sulut, Senin (19/6/2023), melepasliarkan 8 yaki atau monyet hitam (Macaca nigra) di Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Ambang, Kabupaten Bolmong.

Sebelum dilepasliarkan, awalnya ada 11 yaki itu menjalani masa habituasi selama satu tahun di kaki Gunung Masarang, Kelurahan Rurukan, Kota Tomohon, Sulut. Yaki tersebut merupakan satwa hasil penyerahan masyarakat secara sukarela dan hasil penyelamatan.

“Namun seiring berjalannya waktu ada 3 ekor yang tidak bisa menyesuaikan dengan baik dan harus kembali ke Pusat Penyelamatan Satwa Tasikoki atau PPST,” ungkap Kepala BKSDA Sulut Askhari Dg Masikki.

Dia mengatakan, setelah dihabituasi selama kurang lebih 1 tahun, akhirnya 8 yaki itu dipindahkan ke TWA Gunung Ambang untuk selanjutnya dilepasliarkan. Dalam proses pelepasliaran 8 yaki tersebut, terlebih dahulu telah dilakukan pemeriksaan kesehatan dan kajian perilaku serta habitat sehingga dinyatakan layak untuk dilepasliarkan.

“Pelepasliaran satwa ini merupakan tujuan utama dari rehabilitasi satwa, yaitu pengembalian satwa ke habitat alami,” ujar Masikki.

Masikki mengatakan, ini salah satu keberhasilan dari kegiatan konservasi satwa liar yaitu program ex-situ link to in-situ yaitu pada akhirnya satwa dapat kembali ke alam. Kegiatan pelepasliaran ini juga diharapkan dapat menambah populasi monyet yaki di alam.

“Setelah kegiatan pelepasliaran yaki akan diikuti dengan beberapa kegiatan pasca pelepasliaran antara lain sosialisasi kepada masyarakat sekitar kawasan TWA Gunung Ambang, dan melakukan monitoring setelah pelepasliaran satwa selama 3 bulan ke depan,” papar dia.

Pada akhir tahun 2020, untuk menunjang proses rehabilitasi monyet Yaki yang berada di PPST, dibangunlah fasilitas kandang habituasi untuk Yaki di kaki Gunung Masarang, Kelurahan Rurukan.

Kandang ini dikelola oleh Yayasan Masarang (YM) bekerjasama dengan BKSDA Sulut dengan dukungan PT Pertamina Geothermal Energy Lahendong (PGE).

“Fasilitas ini bertujuan untuk proses penyesuaian akhir bagi monyet yaki yang akan dilepasliarkan,” ujarnya.

Berkaca dari pengalaman pelepasliaran yaki pada pertengahan 2020 yang dilakukan di kawasan Cagar Alam Gunung Ambang, diperlukan waktu yang cukup lama bagi kelompok yaki yang dilepasliarkan untuk menyesuaikan dengan cuaca iklim lokal di Gunung Ambang yang dingin.

Kondisi ini berbanding terbalik dengan kondisi di mana yaki tersebut direhabilitasi di PPST Bitung yang beriklim lokal cenderung lebih hangat.

“Untuk itulah dibangun kandang habituasi di Kota Tomohon yang memiliki iklim yang dingin, mirip dengan iklim di Gunung Ambang,” ujarnya.

Diketahui, yaki yang memiliki nama ilmiah Macaca nigra, merupakan satwa endemik Sulut yang dilindungi sesuai dengan UU Nomor 5 tahun 1990 dan Permen LHK Nomor 106 tahun 2018. Status konservasi Yaki dalam IUCN dikategorikan Critically Endangered.

Atas dasar tersebut, maka pemerintah Indonesia melalui KLHK mengembangkan program peningkatan populasi dengan menetapkan yaki sebagai spesies prioritas yang dinaikkan populasinya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya