Â
Liputan6.com, Demak - Jika di tempat lain upacara pengibaran bendera merah putih HUT kemerdekaan RI digelar dalam suasana sukacita, tidak begitu dengan di Desa Timbulsloko, Demak, Jawa Tengah. Masyarakat dalam suasana batin yang haru menggelar upacara bendera di tengah-tengah permukiman mereka yang sudah menjadi laut.
Krisis iklim membuat rumah-rumah warga di Desa Timbulsloko telah menyatu dengan laut. Tak ada keceriaan anak-anak usai upacara bendera, namun mereka dengan penuh semangat masih mau membentangkan bendera merah putih panjang sambil menyanyikan lagu 17 Agustus.Â
Advertisement
Di tempat upacara itu, warga membentangkan spanduk bertuliskan: "Merdekakan kami dari krisis iklim".
"Bagi sebagian orang, kemerdekaan bisa berarti bebas dan leluasa untuk hidup. Bagi kami yang hidup di kampung tenggelam ini, setiap hari masih harus berjuang susah payah. Untuk pergi bekerja mencari nafkah sehari-hari saja kami harus menembus genangan air laut. Tentu banyak juga yang masih harus berjuang seperti kami, kami juga tidak bermaksud mengeluh. Kami hanya ingin merenungkan arti kemerdekaan ini," tulis akun media sosial @timbulslokoban1.
Timbulsloko merupakan sebuah desa di Kabupaten Demak kini mengalami perubahan drastis. Dahulu sawah subur, kini menyatu dengan laut. Seorang warga atas nama Sularso mengaku tiga kali meninggikan lantai rumah.
Sularso yang merupakan nelayan, bahkan sudah menghabiskan Rp22 juta sejak 2018. Meski rumahnya sudah 1,5 meter lebih tinggi, gelombang pasang tetap saja bisa masuk.
Generasi muda juga ikut terdampak. Ketimbang tinggal di kampung sendiri, pemuda Timbulsloko akui pilih bermain di luar.
Masih ada taman kanak-kanak yang dipertahankan, meski jalan-jalan tempat anak bermain kini sudah jadi kenangan.
"Depan rumah saya juga depan musala, itu dulu halaman untuk main anak-anak, bisa buat kegiatan pengajian setahun sekali, kegiatan agama, semuanya bisa. Jadi, beda jauh dengan zaman sekarang, anak nggak bisa main sepeda di sini. Nggak bisa main bola," kata Sulkan, guru yang juga warga Timbulsloko seperti dikutip dari VOA Indonesia, Kamis (27/7/2023).
Timbulsloko kian tenggelam seiring perubahan iklim, juga Penurunan tanah imbas penyedotan air tanah. Warga juga sempat membabat hutan bakau pada 1990-an.
Pakar menyebut air sudah mencapai lima kilometer jauh di Timbulsloko.
"Apa yang bisa kita lakukan? Kita harus mengembalikan fungsi sempadan pantai. Teknologi yang sudah dijalani pemerintah saat ini dengan membangun tanggul itu tidak cukup efektif," ujar Denny Nugroho Sugianto, Guru Besar Oseanografi Universitas Diponogoro.
Guna menekan penurunan tanah, "kedua sudah kami tawarkan dengan melakukan reklamasi. Bukan reklamasi untuk kepentingan komersial, tapi untuk kepentingan ekosistem, kepentingan konservasi," imbuh Denny.
Â
Harapan Warga
Kendati demikian warga hanya bisa berharap untuk pindah. Juga bagi ibu rumah tangga yang sulit mengantara anak sekolah.
"Ya kalau air masuk pikirannya sedih. Rasanya mau pindah. Tapi kalau pindah semuanya harus ikut pindah," kata Koiriyah, ibu rumah tangga warga Timbulsloko.
Masih ada 200 warga lebih yang bertahan di Desa Timbulsloko yang kian tenggelam di Kabupaten Demak ini.
Kendati demikian jalanan di sana kini berganti papan kayu di atas air laut. Musala hingga pemakaman pun dikepung air. Kisah desa ini jadi alarm perubahan iklim bagi warga di seluruh pesisir Indonesia maupun dunia -Â dengan peneliti yang memperkirakan sebagian Jakarta tenggelam pada 2050.
Advertisement