Ditahan, Warga Rempang tak Bisa Ditemui

Polisi menahan 43 warga Pulau Rempang yang dianggap menjadi pemicu kerusuhan, 7 diantaranya menjadi tersangka dan tak bisa ditemui keluarga serta tim advokasi.

oleh Ajang Nurdin diperbarui 15 Sep 2023, 20:43 WIB
Diterbitkan 15 Sep 2023, 20:43 WIB
Batam
Tim advokasi warga Kampung Tua Melayu di Pulau Rempang-Galang memberi penjelasan. Foto: liputan6.com/ajang nurdin 

Liputan6.com, Batam - Tim advokasi warga Rempang terus berusaha memastikan bahwa 7 warga Rempang yang ditahan dan menjadi tersangka bentrokan dengan polisi mendapatkan hak-hak hukumnya. Namun mereka kesulitan karena 7 warga tersebut tak diberi kebebasan bertemu keluarga.

Menurut Noval Setiawan dari YLBHI-LBH Pekanbaru, selaku penasihat hukum tim advokasi tak bisa bertemu dengan para tahanan.

"Dua kali kami mencoba bertemu, dua kali tak disetujui," kata Noval.

Padahal, keluarga delapan tahanan telah menunggu sejak pagi dan dijanjikan penangguhan penahanan.

Bahkan penangguhan ini diumumkan melalui konfrensi pers Kapolresta Barelang, Wali Kota Batam dan Perwakilan Aliansi Pemuda Melayu pada (10/9/23).

"Hingga kini tahanan tak kunjung ditangguhkan. hari ini merupakan jam kunjungan Keluarga tapi keluarga tak bisa bertemu, bahkan Penasehat hukum pun dihalang halangi untuk bertemu dengan tahanan. Jangankan penangguhannya, untuk bertemu saja kami sekarang tak bisa," kata Vera, salah satu keluarga tahanan yang bertahan sampai sore di Mapolresta Barelang.

Sopandi, salah satu tim Advokasi Kemanusiaan untuk Rempang dari PBH Peradi Batam, mengatakan tim advokasi dan keluarga sampai dengan saat ini tidak diberikan akses untuk bertemu dtahanan, Tim Advokasi dan keluarga “dipingpong” sana sini oleh Polresta Barelang.

"Ini jelas merupakan penghalangan terhadap akses bantuan hukum kepada tahanan. Juga hak untuk mendapatkan keadilan dan jaminan adanya proses dan pelayanan hukum yang imparsial dari sistem peradilan, yang harus selalu dijamin oleh negara,” kata Sopandi, Tim Advokasi dari PBH Peradi Batam.

Mangara Sijabat, tim advokasi dari LBH Mawar Saron Batam, menuturkan penghalangan pendampingan bagi advokat seperti yang terjadi saat ini merupakan preseden buruk penegakan hukum. Mangara menambahkan jangan sampai perintah pimpinan dan diskresi mengangkangi undang-undang yang berlaku.

"Jika memang proses hukum terhadap warga yang ditahan ini sudah sesuai posedur hukum, polisi mestinya tidak perlu menghalangi kami untuk bertemu dengan klien kami, kehadiran kami merupakan amanat dari undang-undang, untuk memastikan Klien kami mendapatkan proses hukum yang adil," kata Mangara.

Lebih detail, Noval Setiawan, tim advokasi dari YLBHI-LBH Pekanbaru, menyampaikan bahwa tindakan penghalangan tersebut merupakan pelanggaran terhadap hak tahanan untuk bertemu keluarga dan penasihat hukum sebagaimana Pasal 57, Pasal 60, Pasal 61, Pasal 62 ayat (1), Pasal 70 ayat (1) KUHAP, selain itu tindakan tersebut juga bertentangan dengan UU Advokat, UU Bantuan Hukum, dan UU HAM.

"Pasal 70 ayat (1) KUHAP menyatakan “Penasihat hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 berhak menghubungi dan berbicara dengan tersangka pada setiap tingkat pemeriksaan dan setiap waktu untuk kepentingan pembelaan perkaranya,” kata Noval.

 

 

Tak Setuju = Melawan Hukum?

Batam
Bukan koruptor, ini tujuh warga yang mencoba mempertahankan hak adat agraria dikenakan  baju warna oranye. Foto: liputan6.com/ajang nurdin 

Sementara itu Polresta Barelang (Batam, Rempang, Galang) menangkap delapan orang warga. Mereka dituduh melawan petugas dan terlibat bentrokan.

"Ada delapan orang yang tersangka yang kami amankan dan sudah dibawa ke Polresta Barelang. Mereka yang ditangkap, sementara dikenakan Pasal 212, 213, 214 KUH Pidana dan Pasal 2 ayat 1 Undang Undang Darurat No 12 Tahun 1951 dengan ancaman hukuman kurungan delapan tahun penjara," kata Kapolresta Barelang Kombes Pol. Nugroho Tri Nuryanto di Batam Kepulauan Riau.

Dia menyebutkan, dari delapan orang yang ditangkap itu, polisi menemukan barang bukti yang digunakan untuk melawan petugas yakni bom molotov, ketapel, parang dan batu.

Nugroho menjelaskan, dalam kegiatan pengamanan pematokan dan pengukuran lahan untuk pengembangan kawasan Rempang Eco City itu, pihaknya menurunkan tim terpadu yang jumlahnya sebanyak 1010 personel.

Dia berharap, masyarakat bisa mendukung program pemerintah yang dinilainya dapat menyejahterakan rakyat bukan untuk menyengsarakan rakyat.

"Pemerintah atas nama negara, apabila menemukan ada orang yang melanggar hukum karena memblokir jalan, mengancam petugas, atau melawan petugas itu termasuk pelanggaran hukum," katanya.

Kapolresta Barelang Menjawab

Batam
Warga pulau Rempang hanya bisa menggelar doa agar mereka tak digusur. Aktivitas mereka selama ratusan tahun membangun pulau Rempang harus berakhir karena investasi dari China. Foto: liputan6.com/ajang nurdin 

Kapolresta Barelang Kombes Pol Nugroho Tri Nuryanto mengatakan pengadangan itu terjadi karena penyidik masih memeriksa sejumlah massa aksi yang diamankan saat berunjuk rasa di depan kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam pada 11 September lalu.

"Bukan penghalangan, karena apa, masih ada pemeriksaan dari penyidik untuk pendalaman. Jadi, sementara yang untuk besuk belum kami diperbolehkan karena masih diperiksa oleh penyidik," kata Kapolresta.

Saat ini penyidik Polresta Barelang tengah sibuk lantaran masih banyak yang diperiksa.

"Jadi penyidik 1x24 jam itu enggak tidur, pemeriksaan maraton, lah ini enggak mau terganggu oleh keluarga membesuk dan sebagainya itu alasan kami itu, bukan apa," kata Tri.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya