Simak Sejarah Hari Internasional untuk Mengakhiri Impunitas atas Kejahatan terhadap Jurnalis

Pada 2 November setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Internasional untuk Mengakhiri Impunitas atas Kejahatan terhadap Jurnalis. Terpilihnya tanggal 2 November juga menyimpan asal-usul dan latar belakang yang penting diketahui.

oleh Natasa Kumalasah Putri diperbarui 03 Nov 2023, 12:54 WIB
Diterbitkan 03 Nov 2023, 12:53 WIB
Ilustrasi PERS, media, jurnalis
Ilustrasi PERS, media, jurnalis. (Photo by engin akyurt on Unsplash)

Liputan6.com, Bandung - Pada 2 November setiap tahunnya masyarakat dunia memperingati tanggal tersebut dengan berbagai perayaan penting. Salah satunya adalah peringatan Hari Internasional untuk Mengakhiri Impunitas atas Kejahatan terhadap Jurnalis.

Peringatan ini oleh berbagai negara setiap tahunnya dan dikenal sebagai peringatan International Day to End Impunity for Crimes Against Journalist (IDEI). Peringatan ini juga dinyatakan dalam Resolusi 68/163 oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Melansir dari Perserikatan Bangsa-Bangsa, peringatan pada tahun ini mempunyai tujuan dalam meningkatkan kesadaran serta tantangan utama yang dihadapi jurnalis. Terutama tantangan untuk jurnalis dalam menjalankan profesinya tersebut.

Mulai dari tantangan adanya kekerasan, penindasan, serangan, hingga pembatasan terhadap pers dalam konteks peliputan protes sosial. Tema tahun ini juga diharapkan bisa memberikan visibilitas terhadap peran pers yang aman serta bebas dalam menjamin integritas pemilu dan sistem demokrasi.

Sementara itu, dalam peringatan ini juga menegaskan kembali kepada kewajiban setiap negara untuk mengadopsi langkah-langkah efektif dalam melindungi pers yang independen. Serta memperkuat kerangka kelembagaan dalam memerangi kekerasan dan impunitas serta mendorong independensi, keberlanjutan dan keberagaman media.

Diketahui, ada peringatan tahun ini acara utamanya akan berlangsung dari 2 hingga 3 November 2023 di markas besar Organisasi Negara-Negara Amerika (OAS) di Washington DC. Serta, akan terus memfokuskan terkait kekerasan terhadap jurnalis, integritas pemilu, hingga peran kepemimpinan publik.

Peristiwa Pembunuhan Dua Jurnalis Prancis di Mali

Ilustrasi Jurnalis
Ilustrasi Jurnalis (Jennifer Beebe ?Pixabay).

Melansir dari RRI, terdapat asal usul terkait pemilihana tanggal 2 November sebagai peringatan Hari Internasional untuk Mengakhiri Impunitas atas Kejahatan terhadap Jurnalis. Pada tanggal tersebut bertepatan dengan terjadinya pembunuhan dua Jurnalis Prancis di Mali.

Saat itu kedua jurnalis tersebut diduga diculik hingga ditembak mati oleh kelompok teroris ketika keduanya tengah bertugas pada 2 November 2013. Menurut PBB di antara tahun 2004 hingga 2014 lebih dari 700 jurnalis dibunuh.

Maka dari itu, International Freedom of Speech Exchange (IFEX) menetapkan sebuah Hari Internasional untuk Mengakhiri Impunitas atas Kejahatan terhadap Jurnalis. Sejak 2013, peringatan ini sering diperingati dengan tujuan meningkatkan kesadaran.

Selain itu, juga untuk mendorong diskusi produktif dari seluruh tokoh yang terlibat terutama untuk berjuang melawan impunitas atas kejahatan terhadap jurnalis. Tujuannya tentu untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat bahwa jurnalis bekerja dengan sebuah kode etik.

Sehingga, para jurnalis yang memberikan informasi-informasi tersebut bisa diberikan dengan kriteria yang adil, transparan, tidak memihak, dan etis. Serta untuk para jurnalis peringatan ini sebagai pengingat bahwa jurnalis harus terus memberikan sudut pandang yang berimbang.

Laporan Keselamatan Jurnalis dan Isu Impunitas 2022

Ilustrasi Jurnalis Perang
Ilustrasi Jurnalis Perang

Melansir dari data Unesco, pada 2022 terdapat beberapa laporan terkait keselamatan jurnalis dan isu impunitas dalam beberapa tahun terakhir. Diantaranya laporan terkait 117 jurnalis yang dibunuh di antara waktu 2020 hingga 2021.

Kemudian, ada 2020 dan 2021 Amerika Latin dan Karibia menyumbang 38% kasus pembunuhan dan diikuti oleh Asia dan Pasifik dengan 32% pembunuhan. Selain itu hanya ada 14% kasus kejahatan terhadap jurnalis yang saat ini dianggap diselesaikan secara hukum.

Sementara itu pada 2021 persentase perempuan di antara seluruh jurnalis yang terbunuh hampir dua kali lipat meningkat. Dimana peningkatan tersebut menjadi 11% dari 6% pada tahun sebelumnya.

Unesco menyampaikan jika pembunuhan terhadap jurnalis menunjukan tingkat yang masih sangat tinggi. Adapun pada 2 November Unesco memperbarui suaranya untuk melakukan semua tindakan yang diperlukan dan memastikan bahwa kejahatan yang dilakukan kepada jurnalis diselidiki dengan benar dan pelakunya diidentifikasi serta dihukum.

Keamanan Jurnalis di Indonesia

Ilustrasi jurnalis.
Ilustrasi jurnalis. Foto Unsplash

Berdasarkan laporan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), pada 16 Januari 2023 lalu situasi keamanan Jurnalis di Indonesia sendiri tercatat ada sekitar 61 kasus serangan. Diketahui serangan terhadap jurnalis sepanjang 2022 ada 97 korban diantaranya dari jurnalis, pekerja media, dan 14 dari organisasi media.

Diketahui jumlah kasus serangan terhadap jurnalis ini meningkat dari tahun sebelumnya yaitu 43 kasus. Beberapa serangan yang dialami oleh para jurnalis tersebut sebagian besar adalah kekerasan fisik serta perusakan alat kerja (20 kasus).

Adapun serangan lainnya mulai dari serangan digital (15 kasus), kekerasan verbal (10 kasus), penyensoran (8 kasus), penangkapan dan pelaporan pidana (5 kasus), hingga kekerasan berbasis gender (3 kasus).

AJI juga mencatat bahwa masih marak terjadinya serangan berbasis gender terutama kepada jurnalis perempuan di lapangan. Terdapat tiga laporan kasus kekerasan seksual yang dialami oleh beberapa jurnalis perempuan tersebut.

Pihaknya juga meyakini jika kasus kekerasan seksual terhadap jurnalis perempuan hanya terungkap ke publik dari sebagian kecil. Pasalnya banyak penyintas yang masih tidak berani untuk membuka kasusnya dengan berbagai alasan.

Mulai dari tidak adanya perlindungan tempat bekerja hingga kekhawatiran terjadinya serangan balik dari pelaku tersebut. AJI juga mencatat ada beberapa kasus serangan melibatkan sejumlah aktor negara dan aktor non-negara.

Diketahui terdapat 24 kasus melibatkan aktor negara seperti polisi, aparat pemerintah, hingga TNI. Serta, 20 kasus lainnya melibatkan aktor non-negara seperti ormas, partai politik, perusahaan, hingga warga dan 17 kasus lainnya belum teridentifikasi pelakunya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya