Liputan6.com, Bandung - Pada 10 November setiap tahunnya masyarakat Indonesia memperingati tanggal tersebut sebagai Hari Pahlawan Nasional. Di Indonesia, ada banyak sosok pahlawan yang perlu dikenang seperti salah satunya sosok RA Kartini.
Raden Ajeng Kartini adalah salah satu tokoh pahlawan wanita yang terkenal di Indonesia. Sosoknya menjadi pahlawan wanita yang sangat berjasa dalam memperjuangkan emansipasi wanita di Indonesia.
Pada 21 April, di Indonesia para masyarakat sering memperingatinya sebagai Hari Kartini. Peringatan tersebut untuk mengenang dan menghormati bagaimana jasa-jasa yang telah dilakukannya.
Advertisement
Kalimat terkenal yang sangat identik dengan RA Kartini adalah, “Habis gelap, terbitlah terang”. Ia menjadi sosok perempuan yang membuat para wanita saat itu mempunyai kebebasan untuk menuntut ilmu dan mempunyai kesetaraan dengan laki-laki.
Berkat jasanya saat ini banyak perempuan hebat yang tidak hanya bisa menempuh pendidikan tinggi tetapi juga bisa bekerja di industri apapun. Kartini tidak ragu untuk terus gigih dalam memberikan kemerdekaan terhadap para wanita saat itu.
Sosok Kartini juga dikenal sangat suka belajar sejak kecil dan pernah masuk ke Sekolah Dasar Eropa atau Europeesche Lagere School (ELS). Selain mempunyai kemampuan bahasa Belanda yang baik Kartii juga mempunyai pengetahuan yang sangat besar.
Ketika usianya masih muda Kartini sudah memahami pemikiran dan perjuangan wanita dari India yaitu Pundita Rumambai. Saat itu Kartini juga bisa bergaul dengan pribumi dan orang dewasa Belanda.
Biografi RA Kartini
Raden Ajeng (RA) Kartini adalah tokoh pahlawan wanita yang lahir dari keluarga bangsawan Jawa. Kartini lahir pada 21 April 1879 di Jepara, Jawa Tengah dan merupakan anak dari Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat dan M. A. Ngasirah.
Ayah Kartini merupakan seorang patih yang kemudian diangkat sebagai bupati Jepara ketika Kartini dilahirkan. Kartini adalah anak kelima dari sebelas bersaudara dan menjadi anak perempuan tertua.
Kartini juga mempunyai saudara yang terkenal sebagai intelektual di bidang bahasa bernama Sosrokartono. Dia kemudian mendapatkan izin untuk bersekolah di ELS (Europese Lagere School) ketika usianya 12 tahun dan belajar bahasa Belanda.
Namun saat itu Kartini harus tinggal dirumah karena dia memasuki masa “Pingitan” yang dikenal sebagai salah satu tradisi Jawa yang harus dilakukan oleh pengantin wanita. Ketika di rumah Kartini mulai belajar secara mandiri dan sering menulis surat untuk teman-teman korespondensinya dari Belanda salah satunya Rosa Abendanon.
Suatu hari Kartini ternyata tertarik dengan bagaimana kemajuan cara berpikir perempuan Eropa. Sejak itu dia mulai mempunyai keinginan untuk memajukan perempuan pribumi yang masih berstatus rendah saat itu.
Advertisement
Menikah dan Membangun Sekolah Khusus Wanita
Pada 12 November 1903, RA Kartini akhirnya menikah dengan seorang Bupati Rembang bernama KRM Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat. Suaminya ternyata sangat mendukung apa yang menjadi mimpi-mimpi Kartini saat itu.
Kala itu Kartini diketahui mempunyai mimpi untuk bisa membangun sebuah sekolah khusus wanita. Dia kemudian membangun sekolah khusus wanita tersebut di sebelah timur pintu gerbang kantor bupati Rembang.
Kartini dan Adipati Ario juga dikaruniai seorang bayi laki-laki pada tanggal 13 September 1904 dan bayi tersebut diberi nama Soesalit Djojoadhiningrat. Namun empat hari setelah melahirkan Kartini meninggal dunia pada tanggal 17 September 1904.
RA Kartini kemudian dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang dan meski telah tiada jasa dan perjuangannya masih mempunyai arti yang penting untuk wanita di Indonesia. Sehingga sosoknya menjadi salah satu Pahlawan Nasional Indonesia di era pemerintahan Soekarno.