Liputan6.com, Jakarta - Kabupaten Belitung, yang sering disebut sebagai Belitung Induk, telah lama dikenal sebagai destinasi pariwisata yang geografisnya didominasi oleh sektor tambang timah dan tanah liat. Namun, di balik citra industri tersebut, tersembunyi identitas menarik dari kota ini yang kian berkembang—sebagai pusat warung kopi yang menjamur.
Meskipun awalnya minum kopi hanya merupakan kegiatan sehari-hari para pekerja tambang, kebiasaan tersebut tak lama kemudian menular ke seluruh masyarakat setempat. Bahkan, minum kopi menjadi semacam identitas khas yang memperkaya kehidupan sehari-hari mereka.
Daya tarik unik terletak pada keberagaman orang yang berkumpul di warung kopi. Hal ini menjadi magnet tersendiri bagi para wisatawan yang datang ke Kabupaten Belitung. Mereka tidak hanya menikmati pesona island hopping, melompat dari satu pulau ke pulau lainnya, tetapi juga merasakan keunikan destinasi wisata yang lebih dekat dengan kehidupan sehari-hari.
Advertisement
Salah satu ikon warung kopi yang telah menjadi legenda di Tanjungpandan, Belitung, adalah Warung Kopi Ake. Bagi penduduk setempat, nama tersebut bukanlah hal yang asing, terutama bagi para penghobi dan penggila kopi.
Warung ini tidak hanya sekadar tempat untuk menikmati secangkir kopi, tetapi juga menjadi pusat kegiatan sosial dan budaya, menciptakan ikatan yang kuat di antara para pengunjungnya.
Di balik jendela Warung Kopi Ake, aroma kopi semerbak menyapa pengunjung. Kedai ini kini dikelola oleh Willy Wijaya, putra pertama Hendra Wijaya (Akiong). Warung kopi ini pun menyuguhkan pengalaman ngopi yang tak hanya tentang rasa, tetapi juga tentang warisan tradisi kopi di Tanjungpandan, Belitung.
Kopi di sini tak sekadar minuman hitam biasa. Ada beragam varian untuk memanjakan lidah, mulai dari kopi hitam yang menjadi favorit utama hingga teh susu dan teh tarik yang menggoda.
Namun, jika Anda ingin merasakan keistimewaan Warung Kopi Ake, coba saja secangkir kopi hitam. Aromanya yang semerbak dan rasa yang khas telah menjadikannya favorit di antara para pengunjung yang selalu setia.
Tak ketinggalan, pengalaman nikmat juga dapat ditemukan dalam setiap tegukan teh tarik di sini. Kombinasi sempurna antara teh yang berkualitas dan krim susu yang lembut, menjadi daya tarik tersendiri bagi penikmat minuman hangat.
Warung Kopi Ake, yang beralamat di Jalan KV. Senang No 57 Tanjungpandan, Belitung, bukan sekadar tempat untuk menikmati minuman berkualitas. Ini adalah ruang akrab bagi mereka yang ingin merasakan kelezatan minuman sekaligus meresapi tradisi ngopi yang begitu kental di masyarakat Belitung.
Dengan jam operasional dari pukul 06.00 WIB hingga 00.30 WIB, Warung Kopi Ake siap menyambut pengunjung yang ingin menjelajahi cita rasa kopi dan teh ala Belitung. Eksistensinya bukan hanya tentang usaha warung kopi, tetapi juga tentang menjaga tradisi "kopi kuli" yang telah menjadi bagian dari sejarah lokal, sebuah budaya ngopi para penambang timah Tiongkok sejak zaman kolonial.
Melalui perpaduan cita rasa dan sejarah, Warkop Ake Belitung mengajak para pengunjung untuk merayakan kekayaan kopi dan kebersamaan dalam setiap tegukan yang dihidangkan.
“Zaman itu sebutannya warung kopi meja bundar. Perpolitikan Belitung sangat erat dengan warung kopi,” ucap Wilky Wijaya, putra kedua dari mendiang Akiong kepada Liputan6.com, Kamis (16/11/2023).
Kisah Penuh Perjuangan dan Semangat Bisnis
Di balik aroma kopi yang memikat di Warung Kopi Ake, tersimpan kisah panjang perjalanan bisnis keluarga Wijaya yang dimulai sejak 1911 oleh sang kakek, Ake (Thien Cu). Dengan penuh semangat, Ake membuka usaha jualan kopi yang kemudian menjadi cikal bakal dari keberlanjutan bisnis ini hingga generasi Willy Wijaya.
Sebagai perintis usaha jualan kopi, Abok, generasi pertama keluarga Wijaya, tiba di Pulau Belitung sebagai seorang imigran dari daratan Tiongkok. Keseharian Abok terpaut erat dengan kopinya, di mana ia mulai berjualan kopi dari rumahnya.
Namun, ketika Belanda memasuki Pulau Belitung, Abok tak hanya berjualan dari rumah, melainkan juga memasarkan kopinya dengan menggunakan gerobak di depan bangunan perkantoran Belanda, yang dikenal sebagai Jam Gede.
Pada 1965, Abok mengambil keputusan untuk kembali ke daratan Tiongkok. Kepulangannya tersebut bukanlah akhir dari jejak bisnis keluarga, melainkan langkah strategis untuk urusan administrasi diri dan pengurusan berkas-berkas terkait. Langkah ini dilakukan untuk keperluan data menetap di Pulau Belitung.
Dengan perpaduan kisah penuh perjuangan dan semangat bisnis, Warung Kopi Ake menjadi saksi bisu perkembangan usaha kopi dari generasi ke generasi. Dalam setiap cangkir kopi yang disajikan, terkandung warisan berharga dari Thien Cu hingga Willy Wijaya, memperkuat eksistensi Warung Kopi Ake sebagai penjaga tradisi dan pionir kenikmatan kopi di Tanjungpandan, Belitung.
“Kakek buyut saya itu tadinya tenaga kerja yang diimpor Belanda ke Belitung. Namun, setelah di sini beliau berdagang (kopi), bukan cari timah,” ujar Wilky.
Belitung sendiri bukan daerah penghasil kopi. Waktu itu, Abok membeli biji kopi dari Lampung dan Jawa.
“Seiring berjalan waktu ada resep keluarga yang diturunkan secara turun temurun. Usaha dari generasi pertama kemudian dilanjutkan oleh Ake, kakek saya,” ujarnya.
Advertisement
Suasana Warkop Jadul
Sebelum menempati tempat yang sekarang ini, bangunan Warung Kopi Ake sangat sederhana yaitu berdinding papan dan beratap seng. Kemudian, sejak 2012, Warung Kopi Ake menempati sebuah ruko di Kawasan KV Senang.
Kedai ini berdampingan dengan Kedai Mak Jannah yang juga merupakan legenda kuliner soto di Belitung. Asal tahu saja, kawasan KV Senang merupakan kompleks bangunan warisan Belanda yang didirikan pada 1898. Kompleks ini telah direvitalisasi sehingga suasananya menjadi lebih nyaman bagi para pengunjungnya.
“Waktu saya kecil, anak-anak dari Mak Janah itu yang mengasuh saya dan adik. Sampai saat ini kami bertetangga dengan baik,” ujar Wilky.
Sepeninggal Ake, Hendra Wijaya alias Akiong kemudian melanjutkan usaha warung kopi tersebut, dan berhasil menyekolahkan ketiga putranya yakni Willy, Wilky, dan Wildy melalui usaha ini.
Akiong, pewaris generasi ketiga Warung Kopi Ake, meninggal dunia pada 14 September 2021 lalu.
“Saat ini usaha warkop diteruskan oleh mama dan kakak saya. Intinya, kita tetap mempertahankan cita rasa kopi yang ada sejak lama,” ujar Wilky.