Soal Peluang dan Tantangan Tokoh Perempuan dalam Pilwalkot Bandung, Ini Kata Pakar dari Unpad

Antik Bintari menyampaikan bahwa kontestasi politik yang ideal bagi calon kandidat perempuan adalah ketika sejumlah elemen di arena politik dapat berterima dengan kehadiran calon perempuan.

oleh Dikdik Ripaldi diperbarui 29 Jun 2024, 20:00 WIB
Diterbitkan 29 Jun 2024, 20:00 WIB
20170124-Proses Pelipatan Surat Suara-Jakarta
Petugas melipat surat suara Pilkada DKI Jakarta 2017 di Gudang Logistik KPU Jakarta Pusat, Senin (24/1). Nantinya semua surat suara akan di distribusikan ke 1.237 TPS di seluruh wilayah Jakarta Pusat. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Liputan6.com, Bandung - Menjelang Pemilihan Wali Kota (Pilwalkot) Bandung pada November mendatang, sejumlah nama tokoh perempuan sering disebut-sebut sebagai calon kandidat. Namun, menurut Doktor Ilmu Politik sekaligus Akademisi Pusat Gender dan Anak dari Universitas Padjadajaran (Unpad), Antik Bintari, nama-nama yang punya peluang paling besar adalah Atalia Praratya, Siti Muntamah, serta Melly Goeslaw.

“Tetapi tiga nama tadi itu ya, yang menurut saya berpeluang karena sudah sering disebut-sebut dan dikenal publik luas,” kata Antik saat dihubungi, Rabu (26/6/2024).

Selain karena modal sosial, Antik juga menilai ketiga nama di atas punya dua modal lain berupa ekonomi dan politik yang cukup. Sebab, menurutnya tiga modal itu penting dimiliki calon kandidat perempuan bila jadi maju dalam ajang Pilwalkot.

“Karena memang kalau dalam politik kan, mereka yang maju harus punya beberapa kapital (modal), seperti sosial, uang, serta modal politik berupa dukungan partai,” papar Antik.

“Ketiga perempuan ini, kalau misal maju ya, kendaraan parpolnya jelas. Kalau maju Ibu Siti Muntamah ini partainya PKS, Ibu Atalia kalau maju parpolnya Golkar, kemudian Melly Goeslaw kalau maju Gerindra,” sambung dia.

Kendati begitu, Antik menuturkan ketiga modal tersebut tetap tak bisa dijadikan pegangan oleh calon kandidat perempuan. Pasalnya, selain perlu peninjauan atas kelayakan kompetensi, tantangan besar yang membayangi para calon kandidat perempuan adalah permasalahan sosio-kultural khususnya di Kota Bandung.

“Sosio kultural juga. Apa iya [masyarakat] siap dipimpin perempuan? Itu kan biasanya sensitif juga. Banyak tokoh perempuan yang punya kompetensi, yang saya kenal baik juga, dan menurut saya dia memang punya potensi jadi leader,” tutur Antik.

“Tapi, memang tantangan berikutnya adalah muncul wacana tandingan bahwa tidak perlu ada pemimpin perempuan,” imbuhnya.

Lebih lanjut Antik menyampaikan kontestasi politik yang ideal bagi calon kandidat perempuan adalah ketika sejumlah elemen di arena politik dapat berterima dengan kehadiran calon perempuan.

“Jadi menurut saya, kalau partai politiknya dewasa, masyarakat Kota Bandung dewasa, harusnya menerima calon-calon perempuan,” ujar Antik.

 

Penulis: Arby Salim

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya