Cara Masyarakat Jambi Melestarikan Adat Istiadat dan Lingkungan Lewat Lubuk Larangan

Saat ini, lubuk larangan berada di Desa Lubuk Beringin, Jambi. Terdapat banyak ikan asli dataran tinggi yang hidup di sungai tersebut, mulai dari ikan semah (tor douronesis), ikan garing, ikan dalum, ikan belido, dan beberapa jenis ikan lainnya.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 03 Jul 2024, 00:00 WIB
Diterbitkan 03 Jul 2024, 00:00 WIB
Lubuk Larangan
Warga melintasi di area lubuk larangan di Desa Tanjung Belit, Kabupaten Kampar, Riau, Minggu (12/12/2021). Lubuk larangan menjadi kearifan lokal untuk kelangsungan ikan. (Liputan6.com/Gresi Plasmanto)

Liputan6.com, Jambi - Masyarakat Jambi memiliki sebuah kearifan lokal yang disebut lubuk larangan. Kearifan lokal ini berkaitan erat dengan tradisi menjaga lingkungan.

Mengutip dari kebudayaan.kemdikbud.go.id, lubuk larangan merujuk pada sebuah wilayah, tempat, atau lokasi yang berada di sungai yang disepakati oleh masyarakat bersama lembaga adat. Mereka sepakat bahwa di tempat tersebut masyarakat dilarang mengambil ikan atau sejenisnya.

Saat ini, lubuk larangan berada di Desa Lubuk Beringin, Jambi. Terdapat banyak ikan asli dataran tinggi yang hidup di sungai tersebut, mulai dari ikan semah (tor douronesis), ikan garing, ikan dalum, ikan belido, dan beberapa jenis ikan lainnya.

Meski terdapat larangan untuk mengambil yang ada di sungai tersebut, tetapi mereka telah menentukan waktu untuk mengambil ikan tersebut bersama-sama. Umumnya, mereka akan panen dalam 1-2 tahun atau lebih.

Panen tersebut dilaksanakan secara bersama oleh masyarakat sebagai wujud kebersamaan. Tak heran, jika saat panen ikan akan menjadi pesta rakyat bagi masyarakat.

Menariknya, saat panen terdapat aturan yang disepakati bersama bahwa tidak boleh memanen lebih dari dua lampu petromaks. Mereka juga dilarang menggunakan jala yang melebihi lebar sungai dan dilarang menebar racun.

Setelah masa panen selesai (buka lubuk), maka akan ditutup kembali dengan pembacaan surah Yaasin dan pengucapan sumpah. Proses ini dibacakan oleh kepala desa atau Rio setempat.

Menurut kepercayaan masyarakat setempat, terdapat hukum adat yang telah disepakati bahwa jika terjadi pelanggaran atau mengambil ikan di lubuk larangan, maka mereka harus membayar denda adat. Adapun denda adat itu berupa selemak manis, atau mengganti dengan seekor kerbau, kambing, dan lain sebagainya.

Namun, hukuman adat yang paling ditakuti masyarakat adalah yang berkaitan dengan sumpah nenek moyang mereka yang dikenal dengan disumpah adat atau biso kawi. Sumpah tersebut berbunyi, "Ke bawah idak berakar, ke atas idak bepucuk, di tengah-tengah ditebuk kumbang (ibarat hidup yang tidak berguna, sepanjang hidupnya akan terkena musibah)."

Terlepas dari itu semua, lubuk larangan memiliki fungsi beragam, yaitu untuk menjaga kelestarian hutan, air, dan tanah. Lubuk larangan juga berfungsi untuk melestarikan adat istiadat setempat.

 

Penulis: Resla

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya