Proyek Awal Mandiri Putuskan RJ, Kajati Sulsel Setujui 3 Perkara dan Tolak 1 Perkara

Kajati Sulsel mengawali pelaksanaan proyek awal pemutusan perkara yang dimohonkan RJ secara mandiri.

oleh Eka Hakim diperbarui 16 Jul 2024, 20:21 WIB
Diterbitkan 16 Jul 2024, 19:57 WIB
Kajati Sulsel, Agus Salim memimpin ekspose perkara yang dimohonkan RJ secara mandiri.
Kajati Sulsel mengawali pelaksanaan proyek awal mandiri dalam memutuskan perkara yang dimohonkan RJ.

Liputan6.com, Makassar Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kajati Sulsel) Agus Salim mengikuti langsung sidang pengajuan ekspose 4 perkara yang dimohonkan persetujuan Restorative Justice (RJ), Selasa (16/7/2024).

4 perkara tersebut, yakni 2 perkara dari Kejari Jeneponto, 1 perkara dari Kejari Luwu dan 1 lagi perkara dari Kejari Pinrang.

"Saya merasa terhormat atas kepercayaan pimpinan sehingga Kejati Sulsel diapresiasi oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) sebagai “pilot project” dalam desentralisasi pengendalian dan pengawasan penyelesaian perkara berdasarkan keadilan restoratif secara mandiri," tutur Agus.

Agus menegaskan, pelaksanaan RJ yang dilakukan secara mandiri dimaksud dapat langsung diputuskan oleh Kepala Kejati Sulsel dengan tetap mempedomani petunjuk teknis dan berbagai ketentuan yang berlaku serta senantiasa memperhatikan prinsip-prinsip utama RJ sebagai penegakan hukum humanis yang bertitik tolak pada upaya-upaya pemulihan dan menciptakan tata tertib dalam kehidupan bermasyarakat.

Ekspose Perkara untuk dimohonkan persetujuan Restorative Justice (RJ)  diikuti oleh Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Teuku Rahman, Asisten Tindak Pidana Umum Kejati Sulsel, Rizal Syah Nyaman, Koordinator Pidum, Kasi Oharda, Kasi Teroris, Kasi Kamnegtibum Pada Bidang Tindak Pidana Umum Kejati Sulsel, Kepala Kejaksaan Negeri Jeneponto, Kepala Kejaksaan Negeri Luwu, Kepala Kejaksaan Negeri Pinrang beserta jajaran yang dilakukan secara virtual. 

Adapun perkara tindak pidana yang dimohonkan RJ yakni Kejaksaan Negeri Jeneponto mengajukan 2 perkara masing-masing perkara tindak pidana penadahan melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHPidana yang dilakukan oleh Tersangka Rajja Dg. Lea Bin Sampara (33). Di mana perbuatan pidana tersebut dilakukan terhadap korban atas nama Adi Dg Mandrang Bin Lanurung (23). 

Alasan permohonan RJ oleh pihak Kejaksaan Negeri Jeneponto karena ancaman pidana tidak lebih dari 5 Tahun, Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana dan ada kesepakatan damai antara Tersangka dengan saksi korban.

Kemudian perkara tindak pidana penganiayaan melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana. Di mana perbuatan pidana tersebut dilakukan oleh Tersangka Haris Alias Liwang Bin Hading (49) terhadap korban Mansur Bin Sukku (57). 

Adapun alasan permohonan RJ oleh pihak Kejaksaan Negeri Jeneponto karena ancaman pidana tidak lebih dari 5 Tahun, Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana serta ada kesepakatan perdamaian tanpa syarat antara Tersangka dengan saksi korban. 

Selanjutnya dari Kejaksaan Negeri Luwu mengajukan 1 perkara untuk dimohonkan RJ yaitu perkara tindak pidana penadahan melanggar Pasal 480 Ayat (1) atau Ayat (2) KUHPidana yang dilakukan oleh Tersangka Hasanuddin alias Hasan Bin Uddin (34) terhadap korban Ramlah alias Mama Andung Binti Arafah (48). 

Alasan permohonan RJ oleh pihak Kejaksaan Negeri Luwu karena ancaman pidana tidak lebih dari 5 Tahun, Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana dan juga ada kesepakatan perdamaian tanpa syarat antara Tersangka dengan saksi korban.

Sementara dari Kejaksaan Negeri Pinrang mengajukan 1 perkara untuk dimohonkan RJ yaitu perkara tindak pidana kecelakaan lalu lintas di jalan raya melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nomor 22 Tahun 2009. Di mana perbuatan pidana tersebut dilakukan oleh Tersangka Kaharuddin alias Tahang Bin Nuru (43) terhadap korban Almarhum Napang (91). 

Alasan permohonan RJ oleh pihak Kejaksaan Negeri Pinrang, yaitu Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana dan melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun namun memenuhi persyaratan sesuai Surat Edaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nomor: 01/E/EJP/02/22022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif pada huruf E angka 2 c. Pasal 5 ayat (4) “dalam tindak pidana dilakukan karena kelalaian dapat dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restorative jika tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana”, Tersangka telah memberikan bantuan uang duka kepada keluarga korban sebesar Rp10.000.000 sebagaimana tersebut dalam kwitansi tertanggal 22 Februari 2024 (terlampir dalam berkas perkara) dan Tersangka telah meminta maaf kepada keluarga korban. 

Sesaat setelah terjadi kecelakaan, Tersangka memiliki itikad baik mengantarkan korban ke Puskesmas untuk segera mendapatkan pertolongan dan keluarga korban bersedia memaafkan Tersangka dan tidak keberatan apabila proses hukum terhadap diri Tersangka dihentikan.

Setelah Kajati Sulsel Agus Salim mendengarkan pemaparan atau ekspose perkara pidana yang disampaikan oleh Kajari Jeneponto, Kajari Luwu, dan Kajari Pinrang, sebelum mengambil Keputusan, Agus mengingatkan agar pelaksanaan RJ harus dapat memastikan bahwa penyelesaian perkara berdasarkan RJ semata-mata untuk memberikan pelayanan hukum terbaik bagi masyarakat yang tidak dinodai dengan adanya transaksi suap, gratifikasi maupun perbuatan-perbuatan tercela lainnya. 

Agus pun lalu mengambil keputusan dengan menyetujui 3 perkara untuk dihentikan penuntutannya yaitu perkara tindak pidana penadahan melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHPidana yang dilakukan oleh Tersangka Rajja Dg. Lea Bin Sampara asal Kejari Jeneponto, perkara tindak pidana penganiayaan melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana yang dilakukan oleh Tersangka Haris Alias Liwang Bin Hading asal Kejari Jeneponto dan perkara tindak pidana penadahan melanggar Pasal 480 Ayat (1) atau Ayat (2) KUHPidana, yang dilakukan oleh Tersangka Hasanuddin Alias Hasan Bin Uddin asal Kejari Luwu. Sedangkan 1 perkara pidana asal Kejaksaan Negeri Pinrang ditolak. 

Setelah pelaksanaan RJ, Agus kemudian memerintahkan Aspidum Kejati Sulsel untuk segera melaporkan hasil pelaksanaan RJ tersebut kepada JAM Pidum pada kesempatan pertama.

Dia berpesan bahwa keadilan restoratif merupakan penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan pembalasan.

"Saya harap pelaksanaan proses penyelesaian perkara yang dimohonkan RJ dilakukan secara cermat, hati-hati, selektif, terukur, transparan dan akuntabel serta melibatkan semua pihak yang berkepentingan," ucap Agus.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya