Liputan6.com, Palangka Raya - Tim Jaksa Penyidik Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah menetapkan UI, mantan Bupati Kotawaringin Barat, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pada Jumat (26/7/2024).
Penetapan Anggota DPR RI Komisi 3 dari Partai Nasdem itu terkait penyimpangan dana penyertaan modal dari Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat kepada Perusahaan Daerah (Perusda) Agrotama Mandiri dalam penjualan tiket pesawat pada tahun 2009.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Kalteng, Dodik Mahendra mengatakan, UI, yang juga menjabat sebagai Komisaris Perusda Agrotama Mandiri, diamankan oleh Satgas SIRI Kejaksaan Agung setelah mangkir dari pemanggilannya sebagai saksi. Penangkapan dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah Nomor: Print-08A/O.2/Fd.2/07/2024.
Advertisement
Baca Juga
“Kasus bermula dari perjanjian kerja sama antara PD Agrotama Mandiri dengan PT Aleta Danamas untuk penjualan tiket pesawat Riau Airlines pada 3 Juni 2009. Dalam perjanjian tersebut, PD Agrotama Mandiri menyetorkan modal sebesar Rp500 juta dan jaminan bank garansi Rp1 miliar,” kata Dodik di Palangka Raya, Sabtu (27/7/2024).
Kata Dodik, hasil penyidikan, terdapat penyimpangan dalam pengelolaan dana tersebut. UI diduga menyetujui pencairan dana bank garansi tanpa adanya kondisi cidera janji atau wanprestasi dari PD Agrotama Mandiri.
Akibat perbuatan tersebut, negara mengalami kerugian sebesar Rp754.065.976. UI kini ditahan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari, terhitung sejak 26 Juli hingga 14 Agustus 2024.
“Tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) jo. Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP,” tutur Dodik.
Sebelumnya, dua tersangka lain dalam kasus ini, yakni Reza Andriadi selaku Direktur PD Agrotama Mandiri dan Daniel Alexander Tamebaha selaku Direktur PT Aleta Danamas, telah dijatuhi hukuman penjara masing-masing 7 tahun dan 5 tahun berdasarkan putusan Mahkamah Agung pada tahun 2017.
Pihak Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah menyatakan akan terus mendalami kasus ini dan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka lain yang terlibat.