Petani Gunung Muria Kudus Gelar Tradisi Wiwit Kopi, Suka Cita Sambut Musim Panen Kopi

Petani di Lereng Muria sudah membudidayakan kopi robusta sejak beratus tahun lalu.

oleh Ahmad Adirin diperbarui 09 Agu 2024, 06:57 WIB
Diterbitkan 09 Agu 2024, 06:57 WIB
Tradisi Wiwit Kopi
Tradisi Wiwit Kopi atau tradisi panen kopi yang masih terawat dan dilestarikan oleh warga Desa Japan, Kecamatan Dawe, Kudus. (Liputan6.com/ Arif Pramono)

Liputan6.com, Kudus - Pegunungan Muria di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, selama ini dikenal sebagai tempat wisata religi dengan keberadaan makam Sunan Muria.

Tapi bukan hanya itu saja, kawasan pegunungan yang berada di wilayah utara Kota Kudus ini juga menyimpan beragam potensi. Selain wisata alam dan agrowisata, juga memiliki ragam tradisi kearifan lokal yang masih terus dijaga oleh masyarakatnya.

Salah satunya tradisi Wiwit Kopi atau tradisi panen kopi yang masih terawat dan dilestarikan oleh warga Desa Japan, Kecamatan Dawe, Kudus. Komoditas kopi berjenis Robusta ini dibudidayakan petani di lereng Muria sejak beratus tahun lamanya.

Gelaran Tradisi Wiwit Kopi ini menandai awal panen raya kopi di Lereng Muria. Para petani kopi setempat bersuka cita menyambut musim panen kopi dengan tradisi Wiwit Kopi, Rabu (7/8/2024).

"Tradisi ini sebagai bentuk syukur petani kopi dan masyarakat Desa Japan atas melimpahnya panen kopi. Tradisi di desa kami rayakan kembali pada tahun ini, setelah hampir 15 tahun vakum," ujar Kepala Desa Japan, Sigit Tri Harso.

Dengan penyelenggaraan tradisi Wiwit Kopi, Sigit bersama ratusan petani di desa setempat berharap panen yang dihasilkan lebih banyak dan melimpah.

"Musim panen kopi di desa kami pada tahun ini berlangsung sejak Juli hingga September mendatang. Dengan tradisi ini, kami berharap petani kopi di Lereng Muria khususnya Desa Japan dapat lebih makmur dan sejahtera," kata Sigit berharap.

 

Dimeriahkan Kirab Gunungan dan Makan Bersama

Upacara adat Wiwit Kopi diawali kirab gunungan hasil bumi. Rute kirab sepanjang 1 kilometer dari punden makam Mbah Surigonjo (sesepuh desa setempat), menuju Bukit Guyangan yang berada di lereng Pengunungan Muria.

Dari pantauan Liputan6.com, setiba di bukit yang dituju, acara dilanjutkan dengan makan bersama warga dan petani kopi desa setempat.

Tampak ibu-ibu menata nasi kenduri dengan beragam lauk yang telah dibawa dari rumah mereka masing-masing, untuk kemudian disantap bersama.

Sebelum kenduri dimulai, sesepuh Desa Japan memimpin dan memanjatkan doa agar warga setempat diberikan keberkahan dan rejeki yang berlimpah.

Bagi warga Desa Japan, upacara adat ini harus dirayakan dengan khidmat dan penuh doa. Karena itu merupakan sarana petani kopi mengucapkan syukur kepada Sang Pencipta atas berkah panen kopi di Lereng Muria.

Puncak tradisi ditandai dengan ritual ngruwok (memetik, red) kopi di kebun kopi. Petik kopi ini dilakukan kepala desa, aparat polisi dan TNI serta tokoh masyarakatr Desa Japan.

Pelaksanaan tradisi juga dimeriahkan penampilan Tari Wiwit Kopi dan diakhiri pembagian gunungan hasil bumi seperti jeruk pamelo, alpukat, cengkeh, pisang, ganyong dan buah parijoto.

Salah satu warga Japan, Syaroful Anam mengakui bahwa tradisi wiwit kopi tahun sebelumnya dilakukan sederhana hanya di kebun-kebun kopi milik petani Desa Japan.

"Biasanya dilakukan sederhana, petani hanya syukuran wiwit kopi di kebun masing-masing. Kalau tradisi tahun ini, alhamdulillah dibarengkan menjadi tradisi secara meriah," ujar Anam.

Untuk diketahui, para petani di Pegunungan Muria Kudus dan Pati kini bisa tersenyum bahagia. Sebab mereka menikmati keuntungan dari kenaikan harga jual biji kopi di pasaran.

Karena itu, petani berlomba-lomba memanen untuk mendapatkan keuntungan lebih besar. Harga jual biji kopi kering melonjak menjadi Rp75 ribu per kilogram, dari harga jual sebelumnya berkisar Rp30 ribuan per kilogram

Untuk mengejar keuntungan sebelum harganya turun, maka petani berlomba-lomba memanennya agar bisa menikmati pendapatan yang lebih besar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Selama ini, petani kopi memang jarang menikmati harga jual tinggi. Bahkan pada tahun 2022 lalu, harga jualnya sangat rendah berkisar Rp28 ribu/kg dengan kualitas tertentu.

Selanjutnya pada tahun 2023 mengalami kenaikan hingga menyentuh harga hingga Rp33 ribu /kg untuk kualitas terbaik.

"Kami bersyukur sejak tiga bulan terakhir ini, harga biji kopi melonjak hingga Rp75 ribu/kilogram dari Rp50 ribu/kilogram sejak awal 2024 kini naik Rp75 ribu/kilogram,” terangnya. (Arief Pramono)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya