Liputan6.com, Yogyakarta - Letusan Gunung Merapi pada tahun 1930 menghapus sebuah kampung bernama Siluman dari peta, menyisakan misteri dan jejak sejarah yang kini menjadi bagian dari Taman Nasional Gunung Merapi di Jawa Tengah.
Kampung Siluman, yang juga dikenal sebagai Kampung Saluman atau Seluman, dahulu terletak di area yang kini masuk dalam wilayah administratif Desa Sidorejo, Kecamatan Kemalang, Klaten. Lokasi ini berada di sisi barat Sungai Woro, dengan pemandangan langsung ke arah mulut kawah dan puncak Gunung Merapi.
Advertisement
Mengutip dari berbagai sumber, peristiwa letusan 18 Desember 1930 tersebut tercatat sebagai salah satu erupsi paling mematikan di abad ke-20. Berdasarkan dokumentasi pemerintah Hindia Belanda, bencana ini menghancurkan 13 desa secara total dan 23 desa lainnya mengalami kerusakan sebagian.
Advertisement
Baca Juga
Total korban jiwa mencapai 1.369 orang, serta 2.100 hewan ternak tidak selamat. Sebelum kehancurannya, aktivitas Gunung Merapi mulai menunjukkan peningkatan sejak November 1930.
Tanda-tanda awal dimulai dengan suara gemuruh dari lereng gunung pada 23 November, yang terus meningkat intensitasnya hingga puncak letusan. Dahsyatnya erupsi bahkan terlihat jelas dari Kota Yogyakarta.
Di lokasi bekas Kampung Siluman saat ini, tidak ada sisa-sisa pemukiman yang dapat ditemukan. Area tersebut kini dipenuhi hutan pinus dan padang rumput.
Ketiadaan jejak fisik kampung dijelaskan karena konstruksi rumah penduduk saat itu menggunakan bahan-bahan sederhana seperti bambu dan kayu, yang mudah terbakar oleh awan panas. Satu-satunya penanda keberadaan manusia di area tersebut adalah beberapa gundukan tanah yang dipercaya sebagai makam tanpa penanda.
Menurut catatan sejarah lokal, hanya sepasang suami istri yang selamat dari bencana tersebut karena sedang berada di luar kampung saat letusan terjadi. Pasangan ini kemudian menetap di Desa Sidorejo.
Kawasan bekas Kampung Siluman kini resmi menjadi bagian dari Taman Nasional Gunung Merapi dan dikenal sebagai blok kawasan Saluman. Lokasi ini menjadi pengingat akan dahsyatnya kekuatan alam dan rapuhnya pemukiman manusia di hadapan bencana vulkanik.
Letusan 1930 tidak hanya menghancurkan Kampung Siluman, tetapi juga berdampak pada perekonomian kolonial. Sebelum bencana, pemerintah Hindia-Belanda mencatat keuntungan hingga 54 juta gulden pada 1928 dari hasil pertanian. Akan tetapi, pada 1932, mereka mengalami kerugian sebesar 9 juta gulden.
Penulis: Ade Yofi Faidzun