5 Keunikan di Sistem Pemerintahan Lebanon yang Jarang Orang Ketahui

Pakta Nasional, yang diperkenalkan oleh Perdana Menteri Riad Al Solh pada 7 Oktober 1943, merupakan kesepakatan tidak tertulis yang menjadi landasan identitas politik Lebanon modern. Kesepakatan ini secara khusus mengatur pembagian jabatan-jabatan tinggi negara berdasarkan afiliasi keagamaan.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 20 Jan 2025, 01:00 WIB
Diterbitkan 20 Jan 2025, 01:00 WIB
Bendera Lebanon. (Unsplash/ Charbel Karam)
Ilustrasi bendera Lebanon. (Unsplash/ Charbel Karam)... Selengkapnya

Liputan6.com, Yogyakarta - Lebanon, sebuah negara yang terletak di jantung Timur Tengah, memiliki sistem politik yang unik dan berbeda dari negara-negara tetangganya yang mayoritas Muslim. Melalui Pakta Nasional 1943, negara ini mengadopsi sebuah sistem pembagian kekuasaan yang mencerminkan keberagaman komunitas agama dan etnis yang hidup di dalamnya.

Pakta Nasional, yang diperkenalkan oleh Perdana Menteri Riad Al Solh pada 7 Oktober 1943, merupakan kesepakatan tidak tertulis yang menjadi landasan identitas politik Lebanon modern. Kesepakatan ini secara khusus mengatur pembagian jabatan-jabatan tinggi negara berdasarkan afiliasi keagamaan.

Sistem politik yang dibangun melalui Pakta Nasional ini mencerminkan upaya Lebanon untuk memposisikan dirinya sebagai jembatan antara Timur dan Barat, sekaligus menegaskan identitas uniknya yang berbeda dari kedua peradaban tersebut.

Meskipun sistem ini telah mengalami berbagai tantangan sepanjang sejarah Lebanon, prinsip-prinsip dasar dalam Pakta Nasional tetap menjadi kerangka fundamental yang mengatur kehidupan politik negara ini hingga saat ini. Mengutip dari berbagai sumber, berikut lima keunikan dalam sistem pemerintahan Lebanon:

1. Presiden Republik Lebanon dan Panglima Angkatan Bersenjatanya Harus dari Katholik Maronit

Ketentuan bahwa Presiden Republik Lebanon dan Panglima Angkatan Bersenjata harus berasal dari komunitas Katolik Maronit merupakan salah satu pilar penting dalam sistem politik Lebanon yang diatur dalam Pakta Nasional 1943. Aturan ini mencerminkan upaya untuk memberikan representasi dan keseimbangan kekuasaan di antara berbagai kelompok agama yang ada di Lebanon.

Komunitas Katolik Maronit, yang telah lama menjadi bagian integral dari masyarakat Lebanon, mendapatkan hak istimewa ini sebagai bentuk pengakuan atas peran historis mereka dalam pembentukan negara Lebanon modern. Posisi Presiden yang diberikan kepada komunitas ini membawa tanggung jawab besar dalam memimpin negara dan menjaga stabilitas politik di tengah keberagaman masyarakat Lebanon.

2. Perdana Menteri Lebanon Harus dari Muslim Sunni

Ketentuan bahwa Perdana Menteri Lebanon harus berasal dari komunitas Muslim Sunni merupakan salah satu elemen kunci dalam sistem pembagian kekuasaan yang ditetapkan oleh Pakta Nasional 1943. Aturan ini mencerminkan upaya untuk menciptakan keseimbangan politik antara berbagai kelompok agama di Lebanon dan memastikan representasi yang adil bagi komunitas Muslim Sunni dalam pemerintahan.

Posisi Perdana Menteri yang diberikan kepada komunitas Muslim Sunni membawa tanggung jawab besar dalam menjalankan pemerintahan sehari-hari. Sebagai kepala pemerintahan, Perdana Menteri memiliki peran vital dalam merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan-kebijakan nasional, serta memastikan berjalannya administrasi negara secara efektif.

 

Ketua Parlemen Lebanon Harus dari Muslim Syiah

3. Ketua Parlemen Lebanon Harus dari Muslim Syiah

Lebanon menganut sistem politik yang unik berdasarkan konfesionalisme, di mana jabatan-jabatan tinggi negara dibagi berdasarkan kelompok agama utama. Sistem ini dikenal sebagai Pakta Nasional 1943 dan kemudian diperkuat dalam Perjanjian Taif 1989. Berdasarkan kesepakatan tersebut, posisi Ketua Parlemen Lebanon secara konstitusional harus dijabat oleh seorang Muslim Syiah.

Pengaturan ini merupakan bagian dari pembagian kekuasaan yang lebih luas di Lebanon, di mana Presiden harus berasal dari komunitas Kristen Maronit, Perdana Menteri dari Muslim Sunni, dan Ketua Parlemen dari Muslim Syiah. Sistem ini dirancang untuk menciptakan keseimbangan politik antara berbagai kelompok agama di Lebanon dan mencegah dominasi satu kelompok atas kelompok lainnya.

4. Wakil Ketua Parlemen dan Wakil Perdana Menteri Harus dari Kristen Ortodox Yunani

Dalam sistem politik konfesional Lebanon, pembagian kekuasaan tidak hanya berlaku untuk jabatan-jabatan tertinggi, tetapi juga mencakup posisi wakil dari jabatan-jabatan tersebut. Berdasarkan kesepakatan politik yang ada, posisi Wakil Ketua Parlemen dan Wakil Perdana Menteri Lebanon harus dijabat oleh tokoh dari komunitas Kristen Ortodoks Yunani.

Komunitas Kristen Ortodoks Yunani merupakan salah satu kelompok Kristen terbesar di Lebanon setelah Kristen Maronit. Penempatan mereka di posisi wakil untuk dua jabatan penting ini mencerminkan upaya untuk memberikan representasi yang seimbang bagi komunitas ini dalam struktur pemerintahan Lebanon.

5. Kepala Staf Angkata Bersenjata Lebanon Harus dari Seorang Penganut Druze

Dalam sistem politik konfesional Lebanon yang kompleks, posisi Kepala Staf Angkatan Bersenjata Lebanon (Lebanese Armed Forces/LAF) secara tradisional diperuntukkan bagi seorang dari komunitas Druze. Druze sendiri merupakan kelompok agama minoritas yang signifikan di Lebanon, dengan ajaran yang merupakan percampuran antara Islam dan berbagai kepercayaan lainnya.

Pengaturan ini merupakan bagian dari sistem pembagian kekuasaan yang lebih luas di Lebanon, yang bertujuan untuk memastikan bahwa setiap komunitas agama utama memiliki peran dalam struktur keamanan dan pertahanan negara. Meskipun komunitas Druze tergolong kecil dibandingkan dengan kelompok agama lainnya di Lebanon, mereka memiliki pengaruh historis yang kuat dalam militer Lebanon.

 

Penulis: Ade Yofi Faidzun

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya