Cerita Imansyah, Pegiat Literasi Asal Cirebon Bangun Rumah Sajak di Bandung

Meski terbatas pada teras kecil di depan rumahnya, Imansyah menyulap ruang sederhana itu menjadi perpustakaan mini

oleh Panji Prayitno diperbarui 26 Jan 2025, 01:58 WIB
Diterbitkan 26 Jan 2025, 01:53 WIB
Cerita Imansyah, Pegiat Literasi Asal Cirebon Bangun Rumah Sajak di Bandung
Imansyah Firman pegiat literasi asal Cirebon bangun rumah sajak di Bandung. (Ist)... Selengkapnya

Liputan6.com, Cirebon Imansyah Firman tak hentinya memberi edukasi terkait pentingnya menumbuhkan minat bakat anak pada seni sastra khususnya puisi.

Di sebuah gang sempit Kota Bandung, penulis kelahiran Cirebon itu rela membagi sebagian ruangannya menjadi rumah sajak. Menurut Imansyah, rumah sajak dibangun sebagai gerakannya di era digital.

Penulis Sajak Urban Culture bertajuk Puisi Adalah Doa, Doa Adalah Senjata itu mengaku, rumah sajak didirikan karena saat ini anak-anak lebih sering terpaku pada gawai dibanding menggali kreativitas diri mereka dalam literasi. 

"Anak-anak saat ini cenderung menjauh dari seni literasi. Rumah Sajak hadir untuk mengembalikan minat mereka, memberikan ruang untuk berkarya, dan mengenal puisi sejak dini," ujar Imansyah saat di temui di kediamannya di daerah Kedawung, Kabupaten Cirebon. Kamis (23/1/2025).

Meski terbatas pada teras kecil di depan rumahnya, Imansyah menyulap ruang sederhana itu menjadi perpustakaan mini. Di tempat ini, anak-anak bisa membaca, belajar menulis puisi, hingga berlatih seni emosional dalam membacakannya. 

Ia menyebutkan, dalam aktivitasnya, rumah sajak kerap mengadakan coaching untuk mendukung anak-anak yang ingin berprestasi. Seperti Festival Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) baik tingkat lokal maupun nasional.  

"Dengan fasilitas seadanya, kami terus berupaya memberikan yang terbaik. Harapannya, ini bisa menjadi langkah kecil untuk mencetak penulis puisi muda berbakat," kata Imansyah. 

Sebagai penulis yang mengagumi WS. Rendra, Taufik Ismail, dan Sapardi Djoko Damono, Imansyah berharap Rumah Sajak dapat menjadi wadah yang melahirkan generasi baru penulis puisi.

Karya Puisi

Ia berharap, di tengah gencarnya era digital, puisi bisa tetap hidup dan menjadi bagian dari budaya masyarakat. Pada kesempatan tersebut, Iman mengaku telah menerbitkan sejumlah buku. 

Salah satunya buku Trilogi Puisi kisah perjalanan hidup. Ia mengatakan, Trilogi tersebut terdiri dari Tarian Bunga Rumput yaitu puisi bertema keluarga, harapan, dan kisah kehidupan sehari-hari.  

Hujan Senjakala adalah sebuah refleksi dari fenomena sosial, alam, dan kegelisahan manusia. Mimbar Jelaga adalah puisi-puisi spiritual yang mencatat perjalanan hati menuju pasrah dan kedamaian.  

"Trilogi ini adalah perjalanan waktu: siang yang penuh semangat, senja yang lelah, dan malam yang menenangkan. Saya ingin pembaca merasakan setiap emosi dan pesan yang tersirat dalam baris-baris puisi ini," tutur Imansyah.  

Bahkan, hasil penjualan trilogi ini sepenuhnya didedikasikan untuk pengembangan Rumah Sajak. 

Dalam setiap karyanya, Imansyah kerap menyisipkan doa, menjadikan puisi sebagai medium untuk menyampaikan pesan positif.

"Dengan membeli buku ini, pembaca turut berkontribusi mencerdaskan anak-anak bangsa," tambahnya.  

Berbekal dukungan keluarga dan sahabat, Imansyah telah menulis ratusan puisi yang terhimpun dalam trilogi maupun antologi bersama penulis lain. 

Beberapa karyanya juga menghiasi kolom sastra di media lokal serta sering dibacakan di berbagai acara.  

Inspirasi menulisnya datang dari kehidupan sehari-hari, lingkungan sosial, bahkan perasaan yang mengendap dalam hati.  

"Saya menulis sesuai situasi dan kondisi. Kadang ide muncul dari jalanan, isu sosial, atau sekadar mendengar suara hati," ungkapnya.  

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya