Liputan6.com, Makassar - Forum Komunitas Hijau sangat prihatin dan menyayangkan kebijakan publik yang dibuat untuk menyejahterakan dan memberikan kenyamanan publik, tak selalu linier dalam kenyataannya. Apalagi terbitnya SHM di rona laut Tallo, Kecamatan Tallo, tepatnya di pesisir pantai Karabba dan pesisir Kabupaten Maros. "Masih banyak masyarakat miskin, lingkungan dan sumber daya alam juga rusak. Termasuk di utara pesisir kota Makassar. Apalagi warga di pesisir kabupaten Maros.
Sejauh ini pemerintah, dengan kenyataannya bisa dikatakan belum mencapai apa yang menjadi tujuan dan tersurat dalam pelbagai kebijakan. "Karena kenyataan kerusakan sumber daya alam, terjadi secara sah oleh karena praktek mafia tanah," kata Ahmad Yusran Jumat, 7 Februari 2025.
Baca Juga
Padahal menurut Yusran, dengan hadirnya Surat Keputusan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Nomor 63 Tahun 2023 tentang tim percepatan reformasi hukum memandatkan pembentukan empat kelompok kerja. Di antaranya membidangi persoalan agraria dan sumber daya alam.Â
Advertisement
Pertama, hak kepemilikan agraria maupun pengelolaan sumber daya alam yang belum berkeadilan bagi seluruh masyarakat. Salah satu penyebabnya adalah korupsi. Korupsi membuat perizinan pemanfaatan agraria dan sumber daya alam menimbulkan konflik dan meminggirkan hak-hak dasar kelompok rentan. Juga termasuk keadilan gender serta kepentingan antar generasi.Â
Rendahnya kapasitas pemerintahan di daerah, akibat sentralisasi kewenangan menjadi penyebab lemahnya kapasitas secara nasional. "Termasuk lemahnya penyelamatan dan pengamanan pesisir pantai dan pulau-pulau kecil dan pulau terluar. Sebab sejauh ini pengelolaan agraria dan sumber daya alam tak adil dan timpang," kata Ahmad Yusran.
Lalu, apa solusinya? Menurut Yusran sebagai berikut :
Pertama-tama hak kepemilikan agraria maupun pengelolaan sumber daya alam yang belum berkeadilan bagi seluruh masyarakat. Salah satu penyebabnya adalah korupsi. Korupsi membuat perizinan pemanfaatan agraria dan sumber daya alam menimbulkan konflik dan meminggirkan hak-hak dasar kelompok rentan. Juga termasuk keadilan gender serta kepentingan antar generasi.Â
Rendahnya kapasitas pemerintahan akibat sentralisasi kewenangan menjadi penyebab lemahnya kapasitas secara nasional, termasuk lemahnya penyelamatan dan pengamanan pulau-pulau kecil dan pulau terluar. "Untuk itu, prioritas kebijakan perlu mencakup penyelesaian konflik pertanahan dan sumber daya alam, konflik penguasaan tanah.
Solusinya adalah kebijakan satu peta yang dijalankan oleh semua sektor sebagai instrumen penyelesaian konflik dan mewujudkan akuntabilitas kinerja pengelolaan sumber daya alam. "Bagian penting dari penyelesaian dan pencegahan konflik baru adalah mendesaknya upaya peningkatan perlindungan pembela hak asasi manusia, termasuk pembela hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat," ungkap Yusran.
Lebih lanjut, perlunya optimalisasi satuan tugas pemberantasan mafia tanah dan korupsi sumber daya alam yang bertanggung jawab. Transparansi dan akuntabilitas termasuk pencegahan hilangnya pendapatan negara juga menjadi target penting satuan tugas ini.Â
Kedua, masalah mendasar lainnya terkait kinerja koordinasi pemerintah daerah dan kantor ATR/BPN umumnya didasarkan pada capaian yang bersifat administratif (bukan outcome/hasil), sehingga menghasilkan gap dengan perbaikan di dunia nyata. Reformasi hukum pengelolaan agraria dan sumber daya alam juga perlu memperhatikan berkurangnya inisiatif pemerintah daerah akibat sentralisasi oleh pelbagai undang-undang.
Padahal dampak buruk akibat kerusakan sumber daya alam secara langsung dirasakan oleh masyarakat di daerah. Karena itu Peraturan Pemerintah Nomor 26/2023 yang mengizinkan pemanfaatan hasil sedimentasi laut harus dibatalkan karena, di masa lalu, eksploitasi sedimentasi berakibat merusak kondisi lingkungan hidup di daerah.
Ketiga, secara khusus kelompok kerja juga memberikan perhatian kepada persoalan yang telah menjadi perhatian publik untuk masuk ke dalam prioritas penanganan. Terjadi pembiaran atau penanganan tanpa penyelesaian terhadap berbagai bentuk kegiatan ilegal dan korupsi yang melibatkan aparat hukum, mafia tanah.
Hal itu menyebabkan kapasitas sinergi dalam mengendalikan perusakan sumber daya alam dan lingkungan juga semakin rendah. Semakin renggangnya sinergi itu juga mengakibatkan pengabaian pelaksanaan Ketetapan MPR Nomor IX/2001 tentang pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam semakin rendah.Â