Liputan6.com, Ngada - Sore itu, tiga perempuan asyik berbicang sambil menyusuri jalan setapak Desa Ubedolumolo 1 atau Ube 1, Kecamatan Bajawa, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur.
 Sejauh mata memandang, tampak hamparan lahan berbukit namun minim vegetasi. Tak jauh dari situ, beberapa warga sedang sibuk mengangkut bibit-bibit bambu yang baru saja diturunkan dari truk dan siap ditanam di lahan warga.
 Ada yang mengangkut dengan motor. Namun, tidak sedikit bambu dibawa langsung di atas kepala ke lokasi tanam.
Advertisement
"Saya tidak pikir uang dari tanam bambu. Tapi saya mau tabung air buat anak cucu," kata Mama Maria anggota kelompok Tara Wali, sembari menunjuk bambu yang ditanamnya, pertengahan Februari 2025 lalu.
Bentangan bukit yang ada merupakan lahan milik warga, beberapa di antaranya tampak ditumbuhi rumpun bambu meski tak rapat.
Menurut Maria (63), tiap warga memiliki lahan, baik lahan pribadi atau komunal. Luasannya beragam, berkisar 0,5 ha sampai lebih dari 5 ha. Sayangnya, di musim kemarau tiba, lahan perbukitan yang terbuka kerap terbakar. Sebaliknya, longsor di musim hujan .
Sebelumnya, Monika Nau, tetangga Maria, resah karena minat orang menanam bambu makin hilang. "Dulu kami pakai bambu untuk rumah. Sekarang sudah jarang pakai bambu. Perubahan zaman sudah," katanya sambil menerawang .
Akibatnya, minat orang menanam bambu makin berkurang. Sebagian besar, bambu yang masih ada berasal dari peninggalan leluhur.Â
Â
Gerakan Bambu dan Budaya Ngada
Kehidupan Orang Ngada lekat dengan bambu. Bagi mereka, bambu bukan sekadar tanaman melainkan erat dengan adat. Kedekatan bambu dan budaya tampak dari bentuk rumah khas Ngada yang disebut Sa’o dan kampung tradisional mereka dikelilingi rumpun bambu.  Â
Demikian pula arsitektur dan perabot rumah tradisional yang didominasi bambu. Tak hanya itu, bambu menjadi syarat bagi laki-laki Ngada meminang calon isteri.
Tiga unsur ciri khas orang Ngada yang bermartabat terlihat saat laki-laki Bajawa meminang perempuan Ngada , dimana pihak perempuan akan memastikan dengan tiga pertanyaan, yaitu dimana rumah adat, dimana tanah dan dimana rumpun bambu.
"Tiga unsur wajib orang Ngada yaitu Sa'o Meze: Rumah Adat, Ngia Ngora: tanah, Rapu Bheto: rumpun bambu," kata Yoakim Philipus, Koordinator Program Yayasan Bambu Lingkungan Lestari yang akrab dipanggil Yopi.
Dengan sistem matrilineal, perempuan memiliki posisi penting dalam kehidupan sosial. Perempuan menjadi pewaris, pemilik seluruh kekayaan keluarga, termasuk hutan bambu milik keluarga. Sementera, lelaki hanya bertugas sebagai penjaga.
Â
Â
Â
Advertisement
Menabung Air dengan Bambu
Cerita bambu tak bisa dipisahkan dengan ketersediaan air di wilayah Ngada. Di tahun 90an, masyarakat sempat melakukan penanaman bambu melalui gerakan sejuta bambu yang dimotori pegiat bambu, Linda Gartland yang juga pendiri Yayasan Bambu Lestari. Sayangnya, seiring dengan waktu, masyarakat enggan menanamnya kembali.
Berbeda dengan warga lain, warga Desa Ube 1 sangat antusias untuk menanami bambu . Sekitar 10.444 bibit atau setara dengan 52 ha selesai ditanam akhir Februari lalu. Desa Ube 1 menjadi salah satu Lokasi program YBLL bekerja sama dengan Yayasan KEHATI didukung oleh PT. CIMB Niaga.
"Kami ingin budi daya bambu kembali agar lahan yang ada jadi hutan bambu," kata Hendrikus Wika, Ketua Kelompok Tara Wali.
Dari fakta yang ada, banyak mata air muncul di sekitar rumpun bambu. Bahkan, air makin melimpah di sekitar mata air yang ditanami bambu. "Dulu ada mata air di sini yang kering karena banyak bambu di sekitarnya banyak di tebang. Tapi, setelah ditanami bambu, mata air muncul lagi," katanya.
Akar bambu dapat mengikat air. Dengan menanami bambu di sekitarnya, maka mata air yang kering akan muncul kembali.Â
Selain Ube 1, bambu juga ditanam di empat desa lainnya yaitu Desa Tiworiwu,Desa Turekisa, Desa Ubedolumolo II dan Desa Mukuvoka.
"Total penanaman tahun 2024-2025 sebanyak 20.000 bibit yang terdiri dari 3 jenis bambu, yaitu bambu betung, bambu ampel dan bambu ater," jelas Puji Sumedi dari Yayasan KEHATI.
Di tahun sebelumnya, kegiatan serupa telah dilakukan. Sebanyak 10.000 bibit bambu di tanami di beberapa Desa di Ngada. Kedepan, penanaman serupa akan terus di lakukan di Kabupaten Ngada.
"Anak cucu harus menikmati mata air, bukan air mata," ia menambahkan.
