Liputan6.com, Jakarta Usai rilis pertumbuhan ekonomi kuartal I 2015, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berada di zona merah pada sesi pertama perdagangan saham Selasa pekan ini.
IHSG sempat berada di zona hijau di awal sesi perdagangan saham. Pada pra pembukaan perdagangan saham, Selasa (5/5/2015), IHSG naik 12,62 poin (0,25 persen) ke level 5.153,76. Indeks saham LQ45 mendaki 0,36 persen ke level 888,22. Sebagian besar indeks saham acuan menghijau pada pagi ini.
Akan tetapi, IHSG cenderung melemah pada pukul 11.08 WIB usai rilis pertumbuhan ekonomi kuartal I 2015. IHSG melemah terbatas 2,5 poin (0,05 persen) ke level 5.138. Pelaku pasar respons negatif hasil rilis tersebut.
Advertisement
Ada sebanyak 137 saham melemah sehingga menekan IHSG. Sedangkan 120 saham menghijau sehingga menahan pelemahan IHSG. Namun, 82 saham lainnya diam di tempat.
Padahal sebelum rilis laporan pertumbuhan ekonomi RI, IHSG sempat naik 61 poin ke level 5.202 pada sesi pertama perdagangan saham hari ini dari penutupan perdagangan Senin 4 Mei 2015 di level 5.141. Meski sempat turun ke zona merah, IHSG mampu kembali ke zona hijau. Aksi beli investor asing menopang IHSG.
Pada penutupan sesi pertama perdagangan saham hari ini, IHSG naik 12,06 poin (0,23 persen) ke level 5.153,15. Indeks saham LQ45 menguat 0,48 persen ke level 889,24. Sebagian besar indeks saham acuan menghijau kecuali indeks saham DBX turun 0,51 persen menjadi 702,12.
Ada sebanyak 130 saham melemah sehingga menahan penguatan IHSG. Sedangkan 134 saham menguat sehingga mengangkat IHSG ke zona hijau. Sedangkan 83 saham lainnya diam di tempat.
Total frekuensi perdagangan saham sekitar 159.144 kali dengan volume perdagangan 3,26 miliar saham. Nilai transaksi harian saham Rp 3,45 triliun.
Secara sektoral, sebagian besar sektor saham menghijau kecuali sektor saham industri dasar turun 0,11 persen dan sektor saham infrastruktur melemah 0,39 persen.
Sektor saham yang menghijau antara lain sektor saham barang konsumen naik 0,98 persen, sektor saham perkebunan mendaki 0,88 persen, dan sektor saham pertambangan menanjak 0,61 persen.
Berdasarkan data RTI, investor asing melanjutkan aksi beli bersih mencapai Rp 300 miliar. Sedangkan pemodal lokal melakukan aksi jual bersih sekitar Rp 300 miliar.
Saham-saham yang bergerak menguat dan sebagai penggerak indeks saham antara lain saham BUMI naik 9,3 persen ke level Rp 82, saham UNVR mendaki 2,5 persen ke level Rp 44.075 per saham, dan saham PWON menguat 2,63 persen ke level Rp 429 per saham.
Sedangkan saham-saham tertekan antara lain saham WIKA turun 3,36 persen ke level Rp 2.875 per saham, saham MIKA melemah 1,34 persen ke level Rp 23.875 per saham, dan saham INTP tergelincir 1,97 persen ke level Rp 22.350 per saham.
Badan Pusat Statisitik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2015 mencapai 4,71 persen secara tahunan (year on year/yoy). Sementara bila dibandingkan kuartal per kuartal sebesar 0,18 persen.
Kepala BPS Suryamin mengatakan besaran pertumbuhan ekonomi ini dipengaruhi penurunan ekonomi China. "Ekonomi China menurun dari 7,4 persen menjadi 7 persen," kata dia.
Penyebab lainnya pelemahan harga minyak mentah dunia. Kemudian penurunan nilai ekspor dan impor di kuartal I dibandingkan periode yang sama di tahun lalu. Angka pertumbuhan ekonomi di kuartal I 2015 itu turun bila dibandingkan pertumbuhan ekonomi RI di kuartal I 2014 di sebesar 5,21 persen year on year.
Invesment Analyst PT Syailendra Capital Asset Management, Lanang Trihardian mengatakan, angka pertumbuhan ekonomi di kuartal I 2015 itu di bawah harapan. Bahkan angka tersebut cukup mengejutkan. Sebelumnya pertumbuhan ekonomi di kuartal I 2015 diprediksikan 4,9% pada kuartal I 2015.
"Ini negatif surprise. Ini di bawah harapan," kata Lanang saat dihubungi Liputan6.com.
Lanang menambahkan, pertumbuhan ekonomi cenderung melambat itu memang telah dirasakan. Apalagi sejumlah rilis data ekonomi mulai dari penjualan motor, mobil dan semen menurun. Penjualan mobil secara nasional turun sebesar 14 persen menjadi 282.000 unit.
Dengan rilis pertumbuhan ekonomi itu, Lanang mengharapkan pemerintah dapat bertindak cepat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Ia mengatakan, sejumlah perusahaan menyatakan cukup berat untuk mendorong bisnis di tengah ekonomi lesu.
Jadi Pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan yang memberikan kepastian bagi dunia usaha di tengah ekonomi lesu. "Saat ini jadi tumpuan government spending dan investasi asing yang perlu digenjot. Karena yang lain sudah lesu," kata Lanang.