Setelah Properti Jatuh, Guncangan Bursa Saham China Bikin Takut

Ekonom menilai bursa saham China yang terus tertekan dapat meningkatkan risiko lebih jauh.

oleh Agustina Melani diperbarui 09 Jul 2015, 11:56 WIB
Diterbitkan 09 Jul 2015, 11:56 WIB
Jelang Rilis Data Ekonomi China, Bursa Asia Menghijau
Bursa saham Asia bergerak menguat dengan indeks saham acuan MSCI Asia Pacific naik 0,5% pada Senin pekan ini.

Liputan6.com, Hong Kong - Bursa saham China telah membuat pelaku pasar termasuk ekonom terus berjaga. Dari hasil survei yang dilakukan CNN Money kepada ekonom, sekitar 50 persen menyatakan kalau gejolak pasar saham merupakan risiko utama untuk ekonomi China. Ini pertama kalinya pasar saham menjadi perhatian setelah ekonom khawatir terhadap kejatuhan sektor properti yang mengalami bubble.

Indeks saham China bergerak seperti roller coaster dalam beberapa pekan ini sehingga menghapus nilai kapitalisasi pasar lebih dari US$ 3 triliun. Hal ini dipicu dari indeks saham Shanghai telah turun lebih dari 30 persen sejak mencapai puncaknya pada 12 Juni 2015.

Ditambah sekitar setengah perusahaan dari 2.800 perusahaan yang terdaftar di bursa saham China sementara dibekukan lantaran saham turun tajam.
Para ahli pun khawatir terhadap volatilitas pasar saham yang ekstrem ditambah pertumbuhan ekonomi melambat.

"Kami selalu menganggap risiko krisis keuangan di China tinggi. Apa yang terjadi di pasar saham memiliki kemungkinan meningkatkan risiko lebih jauh," kata Analis Bank of America Merrill Lynch, David Cui seperti dikutip dari laman CNN Money, Kamis (9/7/2015).

Pemerintah China pun berupaya untuk membendung penurunan bursa saham. Bank sentral telah memangkas suku bunga ke rekor terendah, para broker berkomitmen membeli saham, dan regulator bursa menghentikan sementara penawaran saham perdana/initial public offering (IPO).

Akan tetapi, langkah itu belum mujarab. Pasar saham tetap sangat volatile. Dari hasil survei, ekonom mengharapkan pemerintah dapat terus mengambil tindakan untuk menahan kejatuhan bursa saham.

Dalam jangka panjang, ekonom mengatakan prihatin terhadap investor ritel. Hal itu lantaran investor ritel juga memiliki peran besar untuk transaksi di bursa saham. Dengan bursa saham terus jatuh berdampak terhadap investor ritel itu.

Selain itu, ekonom juga khawatir sebagian rumah tangga yang merupakan kelas menengah harus menghadapi tabungannya yang susut. Akibatnya dapat mendorong konsumsi berjalan lamban. Ini berita buruk bagi China setelah puluhan tahun mendorong ekspor, kini beralih terhadap pertumbuhan konsumsi.

Sementara itu, Nomura Securities menilai bursa saham China jatuh juga dapat membatasi pembiayaan bagi sektor korporasi. Hal itu dapat meredam pertumbuhan investasi.

Meski bursa saham China terus merosot, secara year to date, kinerja pertumbuhan bursa saham China mulai terbatas. Indeks saham China naik 8,42 persen menjadi 2.507,19 pada penutupan perdagangan saham Rabu 8 Juli 2015. Sedangkan indeks saham Hong Kong, Hang Seng telah melemah 0,37 persen ke level 23.516,56.

Ekonom IHS, Brian Jackson menilai kejatuhan bursa saham China dampaknya tidak terlalu besar. Hal itu lantaran hubungan keuangan secara langsung lemah. Sementara itu, menurut HSBC, total kekayaan dari rumah tangga hanya sekitar 12 persen di pasar saham. Sedangkan menurut Capital Economics, investor asing hanya sekitar 1,5 persen yang menempatkan dana di pasar saham. (Ahm/Igw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya