Liputan6.com, Melbourne - Saham-saham di kawasan Asia (bursa Asia) terjatuh sehingga menahan langkah untuk mencetak rekor kenaikan mingguan terbesar dalam enam pekan terakhir karena investor menahan aksi beli dan aksi jual.
Mengutip Bloomberg, Jumat (20/11/2015), Indeks MSCI Asia Pasifik turun 0,3 persen dipimpin oleh penurunan saham-saham di bursa Jepang.
Indeks Topix Jepang turun 0,5 persen pada pembukaan perdagangan karena penurunan saham dari produsen mobil terbesar. Indeks Kospi Korea Selatan berfluktuasi. Indeks S&P/ASX 200 Australia juga berfluktuasi sedangkan indeks NXZ 50 Selandia Baru naik 0,5 persen.
Baca Juga
"Bank Sentral Amerika Serikat (AS) secara jelas sudah memberikan sinyal bahwa suku bunga acuan akan naik pada Desember Nanti, sentimen tersebut akan menjadi sentimen yang cukup besar bagi pasar saham," jelas Analis IG Ltd, Melbourne, Australia, Evan Lucas.
Ia melanjutkan, sebenarnya kepastian dari Bank Sentral AS tersebut menjadi sentimen positif bagi pasar saham namum memang saat ini pelaku pasar sedang menahan aksi sebelum menata ulang portofolio mereka.
Pada perdagangan kemarin, bursa Asia menguat mengikuti penguatan yang terjadi pada Wall Street. Penguatan tersebut karena adanya sentimen dari Bank Sentral Amerika Serikat (AS) mengenai rencana kenaikan suku bunga acuan.
Penguatan bursa saham di AS maupun di Asia ini karena adanya sentimen positif dari Bank Sentral AS mengenai kepastian rencana kenaikan suku bunga acuan.
Sejak tahun lalu, Bank Sentral AS terus mengeluarkan pernyataan akan menaikan suku bunga acuan. Namun memang rencana kenaikan tersebut akan dilakukan jika angka inflasi dan data tenaga kerja sesuai dengan yang mereka targetkan.
Sayangnya, dalam setahun terakhir rencana tersebut tak kunjung dilakukan dan membuat pasar saham terombang-ambing.
Kemarin, Bank Sentral AS mengeluarkan risalah hasil pertemuan dewan gubernur yang dilakukan paa pertengahan Oktober 2015. Dalam risalah tersebut sangat nyata sinyal bahwa Bank Sentral AS akan menaikkan suku bunga pada Desember ini. (Gdn/Zul)