Liputan6.com, Jakarta - Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mampu bergerak perkasa pada 2016. Bahkan IHSG mampu mencatatkan performa terbaik di antara bursa Asia.
Pada penutupan perdagangan saham Senin 3 Oktober 2016, IHSG naik 1,84 persen atau 99,11 poin ke level 5.463,91.
Mengutip laporan PT Ashmore Assets Management Indonesia, penguatan IHSG terjadi setelah rilis data inflasi September di kisaran 3,07 persen secara year on year (YoY). Dengan inflasi rendah ini mendorong harapan bank sentral atau Bank Indonesia akan kembali memangkas suku bunga acuan.
Adapun pada awal pekan ini, sektor saham yang mendorong penguatan IHSG antara lain, sektor keuangan naik 2,7 persen, sektor saham semen 3,1 persen, otomotif sekitar 2,5 persen, dan perkebunan 0,7 persen.
Penguatan IHSG tersebut juga memantapkan laju IHSG yang memberikan imbal hasil positif sepanjang 2016 di Bursa Asia. Kinerja IHSG tumbuh 18,02 persen secara year on year (YoY). IHSG pun berada di kisaran 5.420 pada Rabu 5 Oktober 2016.
Advertisement
Baca Juga
Mengutip laman CNBC, seperti ditulis Kamis (6/10/2016) ada sejumlah bursa saham di Asia yang mencatatkan penguatan. Apalagi investor mencari imbal hasil menarik untuk investasi di negara berkembang.
Indeks saham Pakistan, salah satu yang memberikan imbal hasil terbaik. Indeks saham Karachi Stock Exchange menjadi salah satu yang terbaik. Indeks saham Pakistan mencatatkan pertumbuhan 23,19 persen. Angka ini jauh lebih tinggi ketimbang indeks saham MSCI Asia Pasifik naik 10,82 persen.
Politik Pakistan kadang tak stabil dapat juga mempengaruhi performa indeks saham. Namun analis menilai secara fundamental relatif stabil.
"Pertumbuhan produk domestik bruto sekitar 4,7 persen dalam tujuh tahun meski revisi turun menjadi 4,5 persen," ujar Analis Standard Chartered Bank.
Di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Pakistan Nawaz Sharif, Pakistan menghindari pinjaman dari IMF dan investasi dari China.
Mengikuti Pakistan yaitu indeks saham Vietnam yang mengua 18,91 persen secara year to date. "Vietnam menjadi salah satu tempat menarik di Asia," tutur Senior Ekonom Mizuho Bank Vishnu Varathan.
Ia menuturkan, ekonomi China telah berubah dari yang mengoptimalkan buruh menjadi pegawai yang memiliki kemampuan baik. Hal ini berdampak ke Vietnam. Vietnam memiliki upah buruh buruh dan memiliki infrastruktur yang baik.
Namun, Varathan menambahkan, kalau Vietnam perlu mendorong sektor perbankan. Selain Vietnam dan Pakistan, bursa saham Indonesia juga salah satu yang terbaik. IMF melihat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 4,9 persen, dan 5,3 persen pada 2017.
Analis Standard Chartered menuturkan, konsumsi swasta tangguh dan investasi swasta besar kemungkinan dapat mendukung pertumbuhan pada semester II. Akan tetapi, pertumbuhan lebih konservatif seiring kontribusi pemerintah kemungkinan rendah.
Kinerja Terburuk di Bursa Asia
Kinerja Terburuk di Bursa Asia
Bursa saham Shanghai mencatatkan kinerja kurang baik di kawasan Asia. Indeks saham Shanghai turun 15,09 persen. Diikuti indeks saham Shenzhen melemah 13,59 persen usai catatkan bursa terbaik pada 2015.
Bursa saham China alami aksi jual di Januari lantaran kekhawatiran investor terhadap likuiditas di sektor keuangan China.
Namun menurut analis ANZ, prospek ekonomi China lebih stabil dan didukung kuat dari pasar perumahan.
"Pasar properti ibarat pedang bermata dua. Penjualan properti besar-besaran telah mendorong pertumbuhan, tetapi mendorong lonjakan pinjaman dan risiko keuangan. Berdasarkan latar belakang ini membuat bank sentral China akan pertahankan kebijakan," ujar analis.
Selain itu, indeks saham Jepang Nikkei merosot 13,57 persen secara year to date. Ini dipengaruhi kondisi kebijakan ekonomi Jepang seperti suku bunga deposito negatif dan inflasi di bawah target bank sentral Jepang.
Yen menguat juga telah menekan bursa saham. Hal ini berlaku sejak suku bunga deposito negatif pada akhir Januari.
"Kami berharap pertumbuhan ekonomi 0,7 persen pada tahun ini dan 0,7 persen pada 2017," ujar analis Standard Chartered.
Sentimen Dicermati pada Kuartal IV
Adapun sentimen yang perlu diwaspadai investor di bursa saham pada kuartal IV ini mulai dari pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) pada November. Selain itu, kenaikan suku bunga bank sentral AS pada Desember.
Selain itu, isu termasuk bank Eropa, pertumbuhan ekonomi dan inflasi rendah di Jepang. Kemudian ketegangan geopolitik yang meningkat di India dan Filipina.
"Kami tetap hati-hati di bursa saham dalam jangka pendek seiring risiko tinggi untuk beberapa bulan ke depan," ujar Shane Oliver, Kepala Ekonom AMP Capital. (Ahm/Ndw)
Advertisement