Liputan6.com, Jakarta - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street alami koreksi tajam dalam dua hari. Bahkan indeks saham Dow Jones catatkan penurunan terbesar sejak Agustus 2011.
Indeks saham Dow Jones melemah lebih dari 1.800 poin sejak Jumat pekan lalu. Wall street tergelincir 4,6 persen pada Senin waktu setempat. Indeks saham Dow Jones alami penurunan besar sejak Agustus 2011, selama krisis utang Eropa.
Tekanan terjadi di bursa saham Amerika Serikat (AS) berdampak ke bursa saham global. Sebagian besar indeks saham acuan antara lain di Jepang, Hong Kong, dan Australia turun tajam pada Selasa pagi.
Advertisement
Baca Juga
Kekhawatiran investor terhadap kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve menjadi sentimen negatif. Investor khawatir bank sentral AS akan agresif untuk menaikkan suku bunga dan dilakukan lebih cepat.
"Saya tidak khawatir dengan langkah ini. Ini adalah langkah the Federal Reserve. Jika Anda tidak berpikir ada inflasi, Anda tidak berpikir the Federal Reserve akan bersikap agresif seperti yang diperkirakan, saat ini waktu beli," ujar Joe VaVorgna, Ekonom Natixis seperti dikutip dari laman CNBC.
Mengutip laman CNN Money, berikut alasan mendorong aksi jual di bursa saham global, seperti ditulis Selasa (6/2/2018):
1. Pelaku pasar prediksi the Federal Reserve akan menaikkan tingkat suku bunga
Bursa saham Amerika Serikat atau wall street naik sejak pemilihan umum lantaran didukung ekonomi kuat. Selain itu, tingkat pengangguran mencatatkan level terendah, dan banyak lapangan kerja terbuka.
Selain itu, perusahaan juga mulai membayar gaji pegawai melebihi apa yang ada sekarang dan merekrut pegawai baru. Pelaku usaha juga akan menaikkan harga jual seiring kenaikan gaji. Ini akan mendorong inflasi.
Meski ekonomi AS alami proses pemulihan hampir sembilan tahun ini, inflasi tetap saja rendah, dan ini menjadi misteri. The Federal Reserve mempertimbangkan inflasi untuk menaikkan suku bunga. Bank sentral belum dapat menaikkan suku bunga secara signifikan selama 10 tahun ini sering ekonomi masih proses pemulihan.
The Federal Reserve berencana menaikkan suku bunga secara bertahap pada 2018. Diperkirakan kenaikan suku bunga mencapai tiga kali. Akan tetapi, jika inflasi naik, the Federal Reserve dapat menaikkan suku bunga lebih dari tiga kali.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Wall Street Tertekan
Sebelumnya, Wall Street anjlok pada penutupan perdagangan Senin (Selasa pagi waktu Jakarta), dengan indeks Dow turun hampir 1.600 poin selama sesi tersebut. Ini merupakan penurunan intraday terbesar dalam sejarah, seiring langkah investor yang bergulat dengan kenaikan imbal hasil obligasi dan inflasi yang berpotensi menguat.
Melansir laman Reuters, patokan indeks S & P 500 dan Dow mengalami penurunan persentase terbesar sejak Agustus 2011.
Indeks Dow Jones Industrial Average turun 1.175,21 poin atau 4,6 persen menjadi 24.345,75. Sementara indeks S&P 500 kehilangan 113,19 poin atau 4,10 persen menjadi 2.648,94 dan Nasdaq Composite turun 273,42 poin atau 3,78 persen menjadi 6.967,53.
Indeks S & P 500 berakhir turun 7,8 persen dari rekor tertinggi pada 26 Januari, sementara Dow turun 8,5 persen dari waktu itu.
Sektor keuangan, kesehatan, dan sektor industri mencatat penurunan terbesar. Penurunan menyebar luas karena semua kelompok utama pada indeks utama S&P utama turun setidaknya 1,7 persen. Semua 30 komponen industri Dow blue-chip berakhir negatif.
Dengan penurunan yang terjadi kali ini, indeks S & P 500 menghapus kenaikannya selama 2018 dan justru sekarang turun 0,9 persen pada 2018.
Banyak investor mendapat keuntungan karena mengalami pullback selama berbulan-bulan, seiring pasar saham yang mencetak rekor. Kondisi ini didorong data ekonomi dan prospek pendapatan perusahaan yang solid, yang belakangan diperkuat oleh pemotongan pajak perusahaan AS.
Laporan pekerjaan pada Januari lalu, memicu kekhawatiran akan inflasi dan lonjakan imbal hasil obligasi, serta kekhawatiran bahwa Federal Reserve akan menaikkan suku bunga pada tingkat yang lebih cepat dari perkiraan.
"Pasar telah mengalami kemunduran yang luar biasa," kata Michael O'Rourke, Kepala Strategi Pasar JonesTrading In Greenwich, Connecticut.
"Kami memiliki lingkungan di mana suku bunga naik. Kami memiliki ekonomi yang lebih kuat sehingga Fed harus terus memperketat ... Anda melihat perubahan nyata terjadi dan investasi yang berbeda disesuaikan dengan hal itu, "kata O'Rourke.
Pada satu titik, Dow turun 6,3 persen atau 1.597 poin, penurunan poin satu hari terbesar yang pernah ada, di mana menembus level 25.000 dan 24.000 selama perdagangan.
Pasar saham telah naik menuju rekor sejak pemilihan Presiden Donald Trump dan terus menguat 23,8 persen sejak kemenangannya. Trump sering memuji bangkitnya pasar saham selama masa kepresidenannya.
Kemudian seiring penurunan pasar saham pada hari Senin, Gedung Putih mengatakan fundamental ekonomi AS masih tetap kuat.
Sekitar 11,5 miliar saham berpindah tangan di Wall Street, jauh di atas rata-rata 7,6 miliar per hari selama 20 sesi terakhir.
Advertisement