Liputan6.com, Jakarta - MSCI menambah saham perusahaan asal China dalam indeks MSCI global dan regional akan menarik dana investor asing dari pasar saham Indonesia. MSCI (Morgan Stanley Capital International) ini merupakan salah satu acuan bagi manajer investasi global untuk menyusun portofolio investasi sahamnya.
MSCI memasukkan saham kelas A emiten China pada 15 Mei 2018 dapat mengurangi bobot saham negara lain termasuk Indonesia. Sentimen tersebut juga dapat membuat investor asing keluar dari pasar saham Indonesia.
MSCI menambah satu saham dalam indeks MSCI Indonesia yang masuk MSCI Global Small Cap Inxes. Saham itu yaitu PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM).
Advertisement
Baca Juga
Selain itu, MSCI juga keluarkan lima saham Indonesia antara lain PT Indofarma Tbk (INAF), PT Intiland Development Tbk (DILD), PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA), PT Totalindo Eka Persada Tbk, dan PT Wijaya Karya Beton Tbk (WTON).
Dalam jajaran MSCI Global Standard Index, MSCI menambah satu saham PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk (INKP). Sedangkan MSCI lepas saham PT XL Axiata Tbk (EXCL).
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Tito Sulistio menuturkan,MSCI memasukkan saham kelas A emiten China dapat membuat arus dana investor asing sedikit berpindah ke China. Dengan penambahan saham kelas A emiten China membuat bobot saham Indonesia di indeks MSCI menjadi terganggu.
"Bobot investasi MSCI sekarang sekitar USD 13 ribu triliun ikuti arahan sini (MSCI-red). Dari dana itu, sekitar USD 1,7 triliun masuk ke emerging market termasuk Indonesia. Pasar saham Indonesia dapat sekitar 2,54 persen sekarang turun 2,2 persen karena dilusi. Sekitar Rp 18 triliun kemungkinan bisa pindah," ujar Tito saat berbincang dengan Liputan6.com, seperti ditulis Selasa (22/5/2018).
Pada 2017, investor asing merealisasikan keuntungan sekitar Rp 40 triliun di pasar saham Indonesia. Hingga penutupan perdagangan saham 21 Mei 2018, aksi jual investor asing mencapai Rp 41,82 triliun.
Tito menilai, aksi jual investor asing terjadi pada 2017 bukan berarti investor asing menarik seluruh dana dari pasar saham Indonesia. Akan tetapi, investor asing tersebut merealisasikan keuntungannya.
"Tahun kemarin mereka Rp 40 triliun tidak jual. Mereka merealisasikan keuntungan karena portofolio naik Rp 200 triliun dari Januari-Desember 2017,” kata Tito.
Sedangkan aksi jual investor asing yang terjadi hingga memasuki kuartal II 2018, Tito menilai hal tersebut lantaran investor asing juga ada yang memindahkan dananya ke surat utang atau obligasi. Selain itu, investor asing juga kemungkinan masuk ke saham-saham lainnya. Tito menambahkan, ada juga pengaruh bertambahnya saham kelas A emiten China di indeks MSCI sehingga membuat investor asing menarik dananya.
"Ada beberapa switch karena china buka saham seri A dengan market capitalization besar kemungkinan akan dilusi MSCI kita bobot investasi di Indonesia. Benar-benar ancaman buat kita,” tutur Tito.
Analis PT Binaartha Sekuritas Nafan Aji menuturkan hal sama. Arus dana investor asing dapat keluar dari pasar saham Indonesia dengan bertambahnya saham kelas A emiten China di indeks MSCI. Apalagi penilaian saham masuk MSCI juga melihat kapitalisasi pasar dan fundamental perusahaan.
"Salah satunya terjadi outflow dari pembobotan atau rebalancing MSCI," ujar Nafan saat dihubungi Liputan6.com.
Meski demikian, rebalancing MSCI bukan menjadi satu-satunya faktor membuat maraknya aksi jual investor asing. Nafan menilai, kondisi ekonomi Amerika Serikat (AS) menguat sehingga dorong penguatan dolar AS dan imbal hasil surat utang pemerintah AS bertenor AS capai level tertinggi juga jadi pemicu aksi jual investor asing.
"Keadaan ekonomi AS kuat mendorong spekulasi the Federal Reserve akan kembali menaikkan suku bunga," ujar dia.
Akan tetapi, Nafan yakin investor asing masih melihat pasar saham Indonesia. Hal ini didukung dari kegiatan internasional yang akan diselenggarakan di Indonesia antara lain Asian Games 2018, pertemuan IMF-Bank Dunia pada Oktober 2018 dapat mendorong sektor konsumsi menguat.
Enam Saham RI Keluar dari Jajaran Indeks Global
Sebelumnya, Morgan Stanley Capital International (MSCI) kembali merilis daftar komposisi atau rebalancing saham yang menjadi pembentuk perhitungan indeks MSCI pada Mei 2018.
Adapun perubahan komposisi saham efektif pada 31 Mei 2018. Mengutip laman MSCI, seperti ditulis Rabu 16 Mei 2018, MSCI menambah satu saham dalam indeks MSCI Indonesia yang masuk MSCI Global Small Cap Inxes. Saham itu yaitu PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM).
Selain itu, MSCI juga keluarkan lima saham Indonesia antara lain PT Indofarma Tbk (INAF), PT Intiland Development Tbk (DILD), PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA), PT Totalindo Eka Persada Tbk, dan PT Wijaya Karya Beton Tbk (WTON).
Dalam jajaran MSCI Global Standard Index, MSCI menambah satu saham PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk (INKP). Sedangkan MSCI lepas saham PT XL Axiata Tbk (EXCL).
Kemungkinan sentimen itu menekan harga saham PT XL Axiata Tbk. Harga saham PT XL Axiata Tbk turun 7,89 persen ke posisi Rp 1.750 per saham. Total frekuensi perdagangan saham 9.626 kali dengan nilai transaksi harian saham Rp 163,7 miliar.
MSCI juga umumkan kalau 234 saham perusahaan China akan ditambahkan ke indeks MSCI China. Sejumlah 234 saham dari perusahaan China itu akan bertambah masing-masing dalam indeks MSCI China Index sekitar 1,26 persen dan MSCI Emerging Market Index sebesar 0,39 persen.
Direktur PT Panin Asset Management, Rudiyanto menilai, pelaku pasar merespons negatif tambahan saham China dalam indeks MSCI. Selama ini, menurut Rudiyanto masih ada simpang siur karena posisi saham China dalam indeks MSCI sudah sekitar 29 persen. Akan tetapi, saham itu merupakan saham perusahaan China yang terdaftar di bursa Hong Kong.
Sentimen itu mendorong IHSG melemah 109,03 poin atau 1,83 persen ke posisi 5.838,11.
"Ini merespons berita penambahan saham China dalam indeks MSCI. Tambahan dalam MSCI ini lebih kepada saham perusahaan China yang terdaftar di bursa China langsung,” kata dia saat dihubungi Liputan6.com.
Rudiyanto menambahkan, saham perusahaan China bertambah di indeks saham MSCI akan mengurangi bobot saham yang ada termasuk Indonesia. "Tapi harus diakui juga ada atau tidak ada penyesuaian bobot MSCI asing tetap net sell sejak awal tahun," ujar dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement