Liputan6.com, Jakarta - Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diprediksi akan cenderung stagnan di Mei 2019 atau bulan Ramadan. Hal ini disampaikan Chief Economist & Investment Strategist Manulife Asset Management Indonesia, Katarina Setiawan.
Menurut dia, jika menilik kondisi ekonomi makro, maka saat ini fundamental ekonomi Indonesia dalam posisi positif. Meskipun demikian terdapat sejumlah faktor lain yang menahan laju IHSG di bulan ini.
"Kalau faktor ketidakpastian Pemilu itu sudah berakhir. Tapi di sisi lain ada rebalancing MSCI. Lalu sudah masuk bulan Ramadan biasanya volume perdagangan turun. Kalau volume turun enggak akan kuat menaikkan IHSG. Kelihatannya saham akan flat-flat aja,” kata dia, di Gedung Sampoerna Strategic Square, Jakarta, Kamis (2/5/2019).
Advertisement
Baca Juga
Selain itu, investor juga masih cenderung wait and see karena menunggu hasil resmi dari Pilpres yang diselenggarakan April lalu. Seperti diketahui, KPU akan mengumumkan hasil perhitungan suara pada tanggal 22 Mei.
Terkait hal laju IHSG yang tertahan, Katarina menegaskan, investor tidak perlu khawatir. Sebab pergerakan yang diprediksi stagnan ini berarti IHSG tidak akan turun tajam atau pun naik tajam. Untuk itu, Katarina menyarankan agar pada momentum ini, investor bisa melakukan pembelian.
"Kalau nanti-nanti udah telat. Jadi ini flat aja. Di angka 6.400-an (IHSG),” ujarnya.
Sepanjang 2019 ini, lanjut dia, iklim investasi di pasar saham cenderung lebih kondusif. Pertama, valuasi dinilai lebih menarik setelah adanya penyesuaian ekspektasi di 2018 lalu. Selain itu, adanya momentum pertumbuhan laba korporasi yang terus berlanjut.
"Terakhir, berakhirnya ketidakpastian politik, sentimen dan ekspektasi ekonomi setelah pemilu," tandasnya.
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Penutupan Kamis Ini
Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) betah di zona merah. Hal itu didorong sentimen negatif dari pernyataan pimpinan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve Jerome Powell soal suku bunga acuan.
Pada penutupan perdagangan saham, Kamis (2/5/2019), IHSG merosot 80,93 poin atau 1,25 persen ke posisi 6.374,42. Indeks saham LQ45 susut 1,21 persen ke posisi 1.006,94. Seluruh indeks saham acuan kompak melemah.
Sebanyak 267 saham melemah sehingga menekan IHSG. 149 saham menguat dan 115 saham diam di tempat. Usai libur hari buruh, IHSG sempat berada di level tertinggi 6.465,77 dan terendah 6.363,04.
BACA JUGA
Transaksi perdagangan saham cukup ramai. Total frekuensi perdagangan saham 471.352 kali dengan volume perdagangan 15,2 miliar saham. Nilai transaksi harian saham Rp 9,5 triliun. Investor asing beli saham Rp 98,31 miliar di pasar regular. Akan tetapi, di seluruh pasar tercatat aksi jual Rp 191,75 miliar. Posisi dolar Amerika Serikat (AS) berada di kisaran Rp 14.255.
10 sektor saham tertekan. Sektor saham industri dasar susut dua persen, dan alami penurunan terbesar. Disusul sektor saham manufaktur susut 1,74 persen. Kemudian sektor saham aneka industri merosot 1,66 persen dan sektor saham barang konsumsi tergelincir 1,64 persen.
Saham-saham yang menguat antara lain saham SOCI mendaki 24,57 persen ke posisi Rp 218 per saham, saham KICI mendaki 19,72 persen ke posisi Rp 340 per saham, dan saham DNAR menanjak 18,18 persen ke posisi Rp 286 per saham.
Sedangkan saham-saham yang melemah antara lain saham BDMN merosot 19,77 persen ke posisi Rp 7.100 per saham, saham ERAA terpangkas 22,07 persen ke posisi Rp 1.130 per saham, dan saham PTSN susut 24,17 persen ke posisi Rp 800 per saham.
Bursa saham Asia pun bervariasi. Indeks saham Hong Kong Hang Seng naik 0,83 persen, indeks saham Korea Selatan Kospi menguat 0,42 persen, indeks saham Thailand menanjak 0,34 persen dan indeks saham Taiwan menguat 0,34 persen. Sementara itu, indeks saham Singapura turun 0,20 persen.
Analis PT OSO Sekuritas, Sukarno Alatas menuturkan, faktor teknikal dan aksi ambil untung sehingga tekan IHSG. Selain itu, sentimen negatif dari pernyataan pimpinan the Federal Reserve Jerome Powell yang klaim belum ada penurunan suku bunga pada 2019.
"Dari internal data Nikkei Manufacturing PMI APR turun ke level 50,4 dari sebelumnya 51,2,” ujar dia saat dihubungi Liputan6.com.
Advertisement