BEI Tunggu Keputusan Final OJK soal Sanksi kepada Garuda Indonesia

BEI sudah berkoordinasi dengan OJK terkait laporan keuangan Garuda Indonesia pada 2018.

oleh Bawono Yadika diperbarui 17 Jun 2019, 11:30 WIB
Diterbitkan 17 Jun 2019, 11:30 WIB
Terjebak di Zona Merah, IHSG Ditutup Naik 3,34 Poin
Layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEI, Jakarta, Rabu (16/5). Sejak pagi IHSG terjebak di zona merah. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) mengaku tengah menunggu keputusan final dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait sanksi yang akan diberikan kepada PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) atas laporan keuangan perusahaan tahun buku 2018 yang menuai polemik.

Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna mengatakan, manajemen bursa kini sedang berkoordinasi intens dengan OJK perihal sanksi terhadap maskapai plat merah tersebut ke depan.

"Kami sudah koordinasi dengan OJK. Dan sedang menunggu keputusan final dari OJK," tutur dia di Gedung BEI, Senin (17/6/2019).

Terkait apakah ada kemungkinan revisi laporan keuangan Garuda Indonesia nantinya, Nyoman belum membeberkan lebih lanjut langkah kedepan itu dari manajemen bursa.

"Kita akan lihat initial recognition itu harusnya tidak lepas dari periode 15 tahun. Kemudian kualitas aset atau piutangnya. Aturan dapatnya cash secara oktober 2018 sampai sekarang nggak dapat. Sehingga laporan keuangan Maret tentunya akan kita pertanyakan juga tentang kualitas piutangnya," ucapnya.

Dia pun menegaskan, manajemen bursa sepenuhnya menunggu ketetapan yang akan diputuskan oleh OJK kepada Garuda Indonesia. "Finalnya kita tunggu OJK," terang dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Kemenkeu Temui Dugaan Hasil Laporan Keuangan Garuda Belum Ikuti Standar

Garuda Indonesia
Garuda Indonesia (Foto: AFP / Adek BERRY)

Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menyelesaikan pemeriksaan terhadap Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang & Rekan (Member of BDO Internasional) terkait laporan keuangan tahun 2018 milik PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA).

KAP ini sendiri merupakan auditor untuk laporan keuangan emiten berkode saham GIAA yang sempat menuai polemik akibat klaim perolehan pendapatannya oleh Perseroan.

"Kesimpulannya ada dugaan yang berkaitan dengan pelaksanaan audit itu belum sepenuhnya mengikuti standar akuntansi yang berlaku," tutur Sekretaris Jenderal Kemenkeu Hadiyanto di Jakarta, Jumat, 14 Juni 2019.

Namun, Hadiyanto menuturkan Kemenkeu pada posisi ini juga belum bisa memberikan sanksi kepada KAP. Kemenkeu masih harus berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terlebih dahulu mengingat Garuda Indonesia merupakan perusahaan terbuka.

"Kita sudah banyak perusahaan non emiten yang langsung diberikan pembinaan, peringatan, sanksi tergantung level pelanggarannya. Kalau emiten harus ke OJK juga," paparnya.

"Karena Garuda perusahaan publik, emiten yang terdaftar di pasar modal sehingga kita masih berkoordinasi dengan OJK," tambah dia.

Garuda Indonesia Sebut Laporan Keuangan Sudah Sesuai Standar Akuntansi

Terminal 3 Bandara Soetta Siap Melayani Penerbangan Internasional
Pemandangan pesawat Garuda Indonesia yang bisa dilihat dari bourding lounge Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Senin (24/04). Terminal ini mampu 25 juta calon penumpang per tahun. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Sebelumnya, laporan keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) yang mencatatkan piutang sebagai pendapatan menuai polemik. Direksi perusahaan pun buka suara terkait ini.

Direktur Keuangan Garuda Indonesia, Fuad Rizal menuturkan, langkah perusahaan telah sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Dia pun yakin piutang perseroan dapat diselesaikan perusahaan.

"Yang sudah kita lakukan itu sesuai dengan PSAK. Piutang kita yakin bisa diselesaikan. Meski Mahata Group masih startup company, tapi mereka punya bisnis model yang bagus," ujar dia di Tangerang, Rabu, 8 Mei 2019.

Seperti diketahui, kontrak kerjasama antara Mahata dengan Garuda Indonesia selama 15 tahun senilai USD 241 juta.

Meski belum menerima pembayaran dari Mahata, tetapi perusahaan sudah membukukan pendapatan dalam laporan keuangan (Lapkeu) 2018.

"Per 31 maret, lapkeu belum berubah, teorinya benar belum ada pembayaran dari Mahata. Karena Mahata sedang melakukan finalisasi dengan investornya," tutur dia.

Adapun Dasar Pengakuan Pendapatan atas Kerja Sama dengan Mahata ialah sebagai berikut:

Sesuai dengan PSAK 23, pendapatan dari penjualan jasa diakui jika seluruh kondisi berikut ini dipenuhi:

1. Jumlah pendapatan dapat diukur secara andal

2. Kemungkinan besar manfaat ekonomi yang terkait dengan transaksi tersebut mengalir ke entitas

3. Tingkat penyelesaian dari suatu transaksi pada akhir periode pelaporan dapat diukur secara andal 

4. Biaya yang timbul untuk transaksi dan biaya untuk menyelesaikan transaksi tersebut dapat diukur secara andal

Selain itu, pendapatan diperhitungkan pada saat jasa diberikan selama jangka waktu perjanjian 15 tahun.

1. Kompensasi Hak Pemasangan Peralatan Layanan Konektivitas dan Hak Pengelolaan Layanan ln-Flight Entertainment senilai USD 241.9 juta untuk pesawat Garuda, Citilink dan Sriwijaya.

2. Garuda Indonesia Group telah menyerahkan hak pemasangan peralatan layanan konektivitas dan hak pengelolaan ln-Flight Entertainment pada saat perjanjian ditanda tangani, Perseroan tidak lagi melanjutkan pengelolaan hak pemasangan layanan konektivitas dan pengelolaan hiburan dalam penerbangan, sehingga tidak memiliki kewajiban lagi atas transaksi ini.

3. Manajemen berkeyakinan bahwa piutang yang timbul atas transaksi ini akan mengalir ke Garuda Indonesia Group dengan pertimbangan:

Mahata merupakan startup yang telah memiliki kontrak kerja sama dengan Lufthansa System, Lufthansa Technik dan lnmarsat

Mahata didukung parent company Global Mahata Group dengan nilai bisnis secara total USDGAOS juta

Mahata telah mendekati beberapa investor, diantaranya dengan Well Vintage Dubai yang memberikan pendanaan kepada Mahata.

Perseroan sebagai perusahaan terbuka, mengkonsultasikan transaksi ini kepada 01K, dan diputuskan bahwa transaksi ini memerlukan keterbukaan informasi sesuai peraturan Bapepam Dan Lk No.|x.E.2 Tentang Transaksi Material Dan Perubahan Kegiatan Usaha Utama.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya