Liputan6.com, Jakarta - Peringatan Hari Kartini menjadi momentum refleksi atas peran perempuan dalam kehidupan sehari hari. Dalam beberapa bidang, perempuan kini sudah cukup aktif terlibat, seperti dalam pendidikan dan pekerjaan. Namun, di beberapa bidang lainnya, peran perempuan masih sangat minor, seperti di pasar modal.
Menurut data PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) per Maret 2021, investor pasar modal Indonesia tercatat sebanyak 4,85 juta investor. 61,37 persen di antaranya merupakan investor laki-laki, dengan total aset investasi Rp 567 triliun. Sementara 38,63 persen lainnya merupakan investor perempuan dengan total aset investasi Rp 206 triliun.
Baca Juga
Direktur & Chief Investment Officer Jagartha Advisors, Erik Argasetya menjelaskan, secara persepsi umum, banyak yang menganggap perempuan cenderung tidak seagresif pria dalam mengambil keputusan berinvestasi.
Advertisement
Namun menariknya, Erik membeberkan hasil sebuah studi yang dirilis oleh Harvard Business Review pada Desember 2020.
Dalam studi tersebut, tim manajer investasi yang beranggotakan beberapa perempuan mempunyai skoring tertinggi dalam keberanian mengambil keputusan investasi yang lebih agresif, dibandingkan dengan tim yang hanya mempunyai sedikit perempuan atau tim dengan pria semua.
"Saat dianalisa, keputusan investasi yang lebih agresif oleh perempuan ini dibuat berdasarkan kepekaan perempuan yang lebih tinggi terhadap faktor sosial dan lingkungan, yang dimana saat ini dikenal dengan istilah ESG (Environmental, Social & Governance),” ujar dia kepada Liputan6.com, Kamis (22/4/2021).
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Lalu, apa saja yang harus diperhatikan ketika perempuan hendak berinvestasi?
Erik menjelaskan, setidaknya ada tiga hal yang perlu diperhatikan perempuan ketika hendak berinvestasi di pasar modal. Pertama, pastikan mengetahui profil risiko masing-masing dan tujuan dari investasi sebelum memulai investasi.
"Setiap perempuan akan berada di siklus finansial yang berbeda. Sehingga tujuan dan keperluannya pun akan berbeda-beda pula. Sebut saja apakah masih mengenyam bangku pendidikan, baru lulus kuliah, mulai bekerja, memulai sebuah keluarga atau memasuki masa pensiun,” kata dia.
Kedua, pastikan untuk mempunyai diversifikasi aset yang baik ke beberapa produk atau instrumen. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalisir risiko sambil memaksimalkan potensi risiko. Ketiga, Erik menyebutkan kesehatan sebagai investasi terbesar, terutama pada masa pandemi saat ini.
"Tanpa kesehatan yang baik, kita pun tidak dapat menikmati hasil investasi kita. Jadi tetap rajinlah menjaga diri agar tetap sehat selalu,” tutur dia.
Advertisement