Liputan6.com, Jakarta - PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex terus berusaha menyelesaikan masalah terkait status penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) yang saat ini menimpanya.
Dalam penjelasannya di keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Sritex mengaku bila pihaknya telah melakukan itikad baik untuk melakukan pembayaran bunga sindikasi.
Baca Juga
"Perusahaan telah mengirimkan surat kepada Facility Agent untuk menyampaikan niat pembayaran bunga pinjaman sindikasi pada tanggal 20 April 2021 dan telah mencadangkan dana" tulis informasi tersebut, dikutip Kamis (20/5/2021).
Advertisement
Itikad baik tersebut, diharapkan Sritex mampu membantu pihaknya membuat restrukturisasi agar lebih kondusif meski memiliki beberapa syarat.
"Namun saat proses tersebut berjalan, keputusan Pengadilan Negeri Semarang pada tanggal 6 Mei 2021 yang mengabulkan permohonan PKPU dari mitra usaha kami (CV Prima Karya), sehingga merubah konteks restrukturisasi yang sedang kami kerjakan," tulisnya Â
Terus melakukan upaya, emiten berkode SRIL ini juga telah mengajukan dokumen npendukung kepada pengadilan Singapura terkait moratorium yang dilakukan perseroan.
"Pada tanggal 17 Mei 2021, perusahaan telah mengajukan dokumen pendukung kepada Pengadilan Singapura. Agenda selanjutnya akan diadakan pada tanggal 21 Mei 2021, Court Hearing," tulisnya.
Tak hanya itu, Sritex bersama dengan financial Advisor dan Legal Advisor masih dalam proses untuk mengajukan proposal kepada pihak kreditur. Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Fasilitas Pinjaman Dibekukan
Sebelumnya, menyandang status penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU), PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex mengalami dampak negatif yang harus ditanggung, salah satunya fasilitas pinjaman yang dibekukan.
Melalui keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), emiten berkode SRIL ini mengaku bila pembekuan fasilitas pinjaman yang harus diterima perseroan mencapai USD 300 juta atau sekitar Rp 4,31 triliun (asumsi kurs Rp 14.397 per dolar AS).
"Dampak PKPU kepada operasional perusahaan cukup minimal. Meski begitu, dampak terhadap pembekuan fasilitas perbankan cukup berdampak kepada arus kas perusahaan. Hingga Q1 2021, jumlah fasilitas yang dibekukan mencapai USD 300 juta, sehingga saldo kas operasional kami banyak digunakan untuk mendukung kegiatan operasional," tulis informasi tersebut.
Selain itu, Sritex mengaku penjualannya dalam jangka panjang memiliki kemungkinan mengalami dampak karena modal kerja yang digunakan terganggu.
"Untuk menghindari keputusan pailit untuk perusahaan, saat ini kami menjalin komunikasi yang baik dengan para kreditur kami. Kami berharap bahwa skema restrukturisasi kami dapat diterima dengan baik oleh kreditur kami," tulisnya.
Sritex juga berharap kegiatan perusahaan dapat kembali normal apabila restrukturisasi dapat diterima dengan baik oleh kreditur.
"Saat ini perusahaan masih berkomunikasi dengan lembaga rating Moodys dan Fitch. Kami masih berupaya untuk mendapatkan penilaian yang adil, agar nasib perusahaan tidak dinilai berdasarkan kemungkinan-kemungkinan yang belum terjadi," tuturnya.
Â
Advertisement