Alasan Lo Kheng Hong Tak Pegang Saham Perusahaan Digital

Investor kawakan, Lo Kheng Hong mengaku tak memiliki portofolio saham perusahaan digital.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 09 Feb 2022, 20:04 WIB
Diterbitkan 09 Feb 2022, 15:06 WIB
Pergerakan IHSG Turun Tajam
Pengunjung mengabadikan papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta, Rabu (15/4/2020). Pergerakan IHSG berakhir turun tajam 1,71% atau 80,59 poin ke level 4.625,9 pada perdagangan hari ini. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Teknologi digital cukup ramai dibicarakan akhir-akhir ini. Hal itu menyusul momentum pandemi COVID-19 yang turut mendorong mengakselerasi digitalisasi di dalam negeri.

Penerapan digitalisasi rupanya juga merambah perbankan. Marak akuisisi bank-bank kecil oleh bank besar untuk disulap jadi bank digital.

Meski begitu, investor kawakan, Lo Kheng Hong mengaku tak memiliki portofolio saham perusahaan digital. Menurut dia, invetasi di perusahaan teknologi atau digital cukup berisiko.

"Di portofolio saya sama sekali tidak ada perusahaan digital. Sangat mengerikan buat saya sebagai value investor,” ujarnya, Rabu (9/2/2022).

Sebagai gambaran, Lo Kheng Hong mengaku tidak akan membeli bank kecil dengan aset di bawah Rp 10 triliun tapi P/B 50 kali.

Sementara ada bank yang asetnya Rp 200-300 triliun dengan P/B hanya hanya 0,5 kali. Bahkan, Lo Kheng Hong mencermati ada pula perusahaan yang labanya di 2021 hanya sekitar Rp 250 miliar tetapi valuasinya mencapai Rp 100 triliun.

"Jadi enggak mungkin saya beli seperti itu. Saya lebih suka beli saham yang seperti tambang batu bara yang P/B hanya di bawah 5 kali. Beli bank-bank yang P/B hanya 0,5, yang murah-murah,” ujar dia.

"Jadi saya hanya mau membeli Mercy harga Avansa. Bukan Bajaj yang dijual harga Mercy, tentu saya enggak mau beli,” ia menambahkan.

 

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Lo Kheng Hong Sebut Ada Hujan Emas di BEI, Apa Itu?

Investor kawakan, Lo Kheng Hong hadir dalam acara makan malam Sinarmas Sekuritas dengan nasabahnya pada Selasa, 21 Desember 2021. (Foto: Sinarmas Sekuritas)
Investor kawakan, Lo Kheng Hong hadir dalam acara makan malam Sinarmas Sekuritas dengan nasabahnya pada Selasa, 21 Desember 2021. (Foto: Sinarmas Sekuritas)

Sebelumnya, Lo Kheng Hong, investor kondang tanah air menyebutkan ada hujan emas di Bursa Efek Indonesia (BEI). Kondisi tersebut berlangsung selama pandemi covid-19 utamanya pada awal kemunculannya pada 2020.

Lo Kheng Hong menjelaskan, saat itu indeks harga saham gabungan (IHSG) bahkan anjlok hingga level 3.900. Sehingga banyak perusahaan bagus yang harga sahamnya ikut merosot. Sebagai investor fundamental, Lo menilai momentum ini sangat potensial.

"Pada waktu pandemi ada hujan emas di BEI. Jadi ketika pandemi kita harus bawa ember yang besar dan kita tampung emas-emas itu. Kita beli perusahan yang bagus dengan harga yang murah,” ungkap Lo dalam diskusi virtual - Investasi di 2022: It's my dream, ditulis Rabu, 9 Februari 2022.

“Kalau kita simpan setahun saja sampai 2021 kita sudah untung berkali-kali lipat,” imbuhnya.

Lo Kheng Hong membeberkan sejumlah sektor potensial yang bisa dilirik utamanya selama pandemi. Pertama, ada perbankan. Lo menilai pemulihan di sektor ini relatif lebih cepat dibandingkan sektor lainnya. Kemudian komoditas, seperti batu bara.

Ia menilai, harga batu bara telah meroket dari semula di kisaran USD 50 per ton, naik sampai USD 200 per ton.

"Tentu itu sangat menarik, jadi labanya juga akan meningkat banyak sekali," kata Lo.

Sektor selanjutnya yakni perkebunan kelapa sawit atau CPO. Sama seperti baru bara, harga CPO juga mengalami kenaikan signifikan dari semula di kisaran RM 2.000 per ton, naik sampai RM 5.400 per ton. Selain itu, Lo juga menyebutkan sejumlah sektor yang semula kinerjanya biasa saja, tetapi meroket saat pandemi. Di antaranya pelayaran atau logistik dan kaca.

"Ada sektor yang biasanya biasa saja, tiba-tiba jadi bagus sekali, misalnya pelayaran, kontainer. Tiba-tiba tarif kontainer bisa naik, sehingga labanya juga meningkat berlipat-lipat, padahal biasanya perusahaan pelayaran labanya biasa-biasa saja,” ujar Lo.

“Kemudian perusahaan kaca. tiba-tiba labanya jadi melonjak sekali,” ia menambahkan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya