Bos BSI Buka Suara Soal Caplok BTN Syariah

PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) tengah mengkaji rencana akuisisi Unit Usaha Syariah (UUS) dari BTN Syariah.

oleh Elga Nurmutia diperbarui 05 Apr 2023, 14:19 WIB
Diterbitkan 05 Apr 2023, 14:19 WIB
Wakil Direktur Utama BSI Bob Tyasika Ananta (Foto: Liputan6.com/Elga N)
Wakil Direktur Utama BSI Bob Tyasika Ananta (Foto: Liputan6.com/Elga N)

Liputan6.com, Jakarta - PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) tengah mengkaji rencana akuisisi Unit Usaha Syariah (UUS) dari PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) atau BTN Syariah. Ini mengingat rencana akuisisi tersebut butuh pertimbangan yang matang. 

Wakil Direktur Utama BSI Bob Tyasika Ananta menuturkan, akuisisi tersebut sangat tergantung dengan pemegang saham perseroan. Dengan demikian, BSI masih mengkaji rencana akuisisi UUS BTN. Ia juga berharap, akuisisi tersebut bisa mengembangkan pangsa pasar (marketshare) dari perbankan syariah

"Harapannya kalau kemudian diambil atau segala macam bukan hanya BSI yang semata mata tumbuh, syariahnya yang kemudian pengen dioptimalkan. Kami lihat ada kolaborasinya misalnya BTN Syariah merupakan best practice di mortgage sementara BSI unggul di sisi funding," kata Bob saat ditemui di Kantor Pusat BSI, dikutip Rabu (5/4/2023).

Di sisi lain, ia mengaku, proses penggabungan bank tersebut tidak akan dilakukan dalam waktu dekat. Sebab, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun telah melonggarkan aturan spin off. 

"Kalau kemarin sedikit mencuat karena kemarin memang ada peraturan OJK yang kemudian April harus spin off. Tapi kemudian ini sudah bergeser, itu tidak menjadi satu hal, jadi lebih punya ruang. kalaupun nanti kemudian ada merge itu dengan hitungan dan pertimbangan yang lebih kredibel," kata dia.

 

Bakal Akuisisi BTN Syariah, BSI Dihadapkan Sejumlah Tantangan

Unit Usaha Syariah BTN Tumbuh Double Digit
BTN Syariah mencatatkan pertumbuhan kinerja mencapai double digit di masa pandemi. Pembiayaan UUS BTN tersebut tercatat tumbuh hingga 12,6% per Februari 2021 ditopang masih tingginya kebutuhan akan rumah serta berbagai stimulus pemerintah di sektor perumahan. (Liputan6.com/Pool/BTN)

Sebelumnya, PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) diwacanakan akan mengakuisisi Unit Usaha Syariah PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN Syariah).

Menanggapi hal ini, Analis MNC Sekuritas Tirta Gilang Citradi berpendapat rencana akuisisi ini tidak dilakukan dalam waktu dekat. Sedikitnya ada tiga faktor mengapa rencana akusisi BTN Syariah sulit diwujudkan mulai dari kondisi internal hingga alasan jumlah saham publik yang masih minim.

Faktor pertama yang membuat BSI sulit mengakusisi BTN Syariah yakni BSI masih dalam tahap konsolidasi internal paska merger raksasa antara BSM, BNI Syariah dan BRI Syariah.

Menurut Tirta, tantangan terberat BSI paska merger adalah menyatukan tiga bank menjadi satu kekuatan, di mana culture, way of working dan mindset karyawan sudah pasti banyak perbedaan.

“Ambisi boleh saja setinggi langit, tapi internalisasi tidak segampang yang dibayangkan dan itu dapat mempengaruhi kinerja perseroan,” kata Tirta kepada wartawan, Rabu (28/9/2022).

Faktor Kedua, BSI memiliki pekerjaan rumah yang tidak mudah dan mesti direalisasikan segera, yakni menambah jumlah saham publik (free float) dan meningkatkan permodalan melalui penerbitan saham baru atau rights issue.

Paska merger tiga bank syariah, porsi kepemilikan saham publik BSI terdilusi hingga tersisa 7 persen. Sedangkan ketentuan Bursa Efek Indonesia mensyaratkan free float minimal sebesar 7,5 persen. PT Bank Mandiri Tbk tercatat sebagai pemegang saham pengendali dengan porsi kepemilikan 50,83 persen, sementara BNI dan BRI berbagi kepemilikan dengan porsi masing masing 24,85 persen dan 17,25 persen.

“Untuk menambah free float, BSI katanya akan rights issue akhir tahun ini atau awal tahun depan. Tapi, sejauh ini, BMRI sebagai pengendali BSI belum memberikan penjelasan yang clear terkait hal ini. Kesiapan BMRI menjadi sangat krusial karena mereka harus siap injeksi dana cukup besar agar porsi kepemilikan sahamnya tidak terdilusi,” terang Tirta.

Fokus Rights Issue

FOTO: Pelayanan Bank Syariah Indonesia Usai Diresmikan Jokowi
Pekerja menghitung uang di kantor cabang Bank Syariah Indonesia, Jakarta Selasa (2/2/2021). PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) resmi beroperasi dengan nama baru mulai 1 Februari 2021. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Daripada memikirkan akuisisi bank lain, lanjut Tirta, sebaiknya BSI fokus pada agenda free float melalui skema rights issue.

Setelah mengantongi tambahan modal, rasio kecukupan modal (CAR) BSI baru akan terlihat lebih meyakinkan untuk tumbuh secara anorganik atau menampung UUS milik Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang kesulitan memenuhi ketentuan permodalan.

Per akhir Juni 2022, rasio kecukupan modal BSI berada di level 17 persen, atau di bawah rata rata CAR industri perbankan sebesar 24,28 persen. Sedangkan non performing financing (NPF) sebesar 2,9 persen.

Ketiga, Bank BTN sedang melaksanakan rights issue dan karena itu membutuhkan dukungan luar biasa dari investor publik. Mengacu ke prospektus awal, Bank BTN menargetkan dana sekitar Rp4,13 triliun dengan rincian Rp2,48 triliun berupa penyertaan modal negara (PMN), mewakili kepemilikan 60 persen saham pemerintah, sedangkan Rp1,65 triliun sisanya diharapkan dari investor publik selaku pemilik 40 persen saham.

“Di tengah upaya menggalang dana publik, sangat tidak mungkin Bank BTN melakukan manuver yang justru membingungkan investor publik. Apalagi, kalau sampai melepas unit bisnisnya ke pihak lain,” kata Tirta.

Jadi, saran Tirta, sebaiknya BSI menyelesaikan dulu pekerjaan rumahnya sendiri dan BTN fokus menuntaskan agenda rights issue. “Setelah kedua agendanya rampung, silahkan ngobrol lagi soal akuisisi. Ini penting demi menjaga kepercayaan investor publik, baik terhadap BSI (BRIS) maupun BBTN," tegasnya.

 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya