Liputan6.com, Jakarta - Arab Saudi dan produsen minyak mentah lainnya yang tergabung dalam OPEC+ pada Minggu, 2 April 2023 mengumumkan pangkas produksi minyak mentah dunia sekitar 1,16 juta barel per hari. Lantas, bagaimana dampak OPEC+ pangkas produksi minyak terhadap saham energi?
Head of Investment Information Mirae Asset Sekuritas Roger MM mengatakan, langkah OPEC+ tersebut menjadi sentimen positif. Sebab, kenaikan suku bunga di Amerika Serikat (AS) telah menggerus beberapa harga komoditas, seperti batu bara dan minyak mentah. Dengan demikian, ia menilai prospek saham energi masih tergantung pada pergerakan harga komoditas 2023.
Baca Juga
"Walaupun kinerja tahun ini diprediksi turun dibandingkan 2022, namun ada beberapa faktor yang akan menjadi penentu pergerakan harga minyak itu sendiri seperti tren suku bunga the Fed yang diprediksi masih akan naik pada Mei, faktor OPEC+ serta Rusia," kata Roger kepada Liputan6.com, Rabu (5/4/2023).
Advertisement
Bagi investor, Roger merekomendasikan saham PT Medco Energi Internasional (Persero) Tbk (MEDC) untuk dipertimbangkan. Ini mengingat kinerja MEDC terbilang cukup kuat pada tahun lalu.
"Rekomendasi saham MEDC karena kinerja yang cukup kuat pada 2022 di mana laba tumbuh signifikan," kata dia.
Analis Jasa Utama Capital Sekuritas, Cheril Tanuwijaya mengatakan, harga minyak menjadi naik secara signifikan dalam sepekan hampir 10 persen. Hal itu memberikan sentimen positif untuk saham-saham minyak.
Cheril merekomendasikan beli saham PT Elnusa Tbk (ELSA) dengan target harga Rp 340 per saham dan PT AKR Corporindo Tbk (AKRA) dengan target harga Rp 1.640 per saham. "ELSA buy TP Rp 340 dan SL Rp 316. AKRA buy TP Rp 1.640, SL Rp 1.530," kata Cheril.
Rekomendasi Saham
Sementara itu, Research Analyst Aldiracita Sekuritas Timothy Gracianov mengatakan, pemangkasan produksi minyak oleh OPEC+ menyebabkan naiknya harga minyak dunia.
Selain itu, perusahaan tambang batu bara ataupun mineral memerlukan produk turunan minyak seperti diesel untuk mengoperasikan kendaraan, alat-alat tambang, atau bahkan smelter. Biaya-biaya operasi tersebut terancam naik.
"Meskipun begitu, dibandingkan tahun lalu harga rata-rata minyak Brent sebesar USD 100 per barel, harga saat ini yakni USD 85 per barel masih terbilang lebih murah dari estimasi kami di harga USD 95 per barel," kata Timothy.
Untuk para investor, Timothy merekomendasikan beli saham PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) dengan target harga Rp 3.500 per saham dan PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) dengan target harga Rp 5.720 per saham.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Advertisement
Harga Minyak Dunia Cetak Kenaikan Tertinggi, Diprediksi Tembus USD 100 per Barel
Sebelumnya, harga minyak dunia hari ini mencatatkan kenaikan terbesar dalam hampir setahun setelah OPEC+ mengumumkan untuk memangkas produksi sebesar 1,16 juta barel per hari.
Mengutip CNBC, Selasa (4/4/2023), harga minyak mentah berjangka Brent naik 6,31 persen ke level USD 84,93 per barel. Komoditas ini mencatatkan kinerja harian terbaiknya sejak 21 Maret 2022 dengan naik 7,12 persen.
Sedangkan harga minyak dunia West Texas Intermediate AS menetap lebih tinggi sebesar 6,28 persen ke level USD 80,42 per barel. Ini adalah kenaikan harian terbesar untuk WTI sejak 12 April 2022, ketika naik 6,69 persen.
OPEC+ sepakat untuk melakukan pemotongan produksi minyak mentah sukarela yang dimulai pada Mei dan berjalan hingga akhir 2023. Arab Saudi mengumumkan langkah ini dilakukan OPEC sebagai tindakan pencegahan yang ditargetkan untuk menstabilkan pasar minyak dunia.
Wakil Perdana Menteri Rusia Alexander Novak mengatakan, langkah ini diambil setelah keputusan Rusia untuk memangkas produksi minyak sebesar 500.000 barel per hari hingga akhir 2023.
Selain pengurangan produksi Arab Saudi sebesar 500.000 barel per hari, negara-negara anggota lainnya juga telah berjanji untuk memangkas:
- UEA akan memangkas produksi sebesar 144.000 barel per hari
- Kuwait, Oman, Irak, Aljazair, dan Kazakhstan juga akan mengurangi produksi.
"Keterlibatan yang dipilih dari anggota OPEC+ menunjukkan bahwa kepatuhan terhadap pengurangan produksi mungkin lebih kuat daripada yang terjadi di masa lalu," kata analis Commonwealth Bank of Australia Vivek Dhar.
Harga Minyak Dunia Bisa Tembus USD 100 per Barel?
"Rencana OPEC+ untuk pengurangan produksi lebih lanjut dapat mendorong harga minyak menuju angka USD 100 per barel lagi, mengingat pembukaan kembali China dan pengurangan produksi Rusia sebagai langkah pembalasan terhadap sanksi barat," jelas analis CMC Markets Tina Teng kepada CNBC.
Teng mencatat, bagaimanapun, bahwa pemotongan itu juga dapat membalikkan penurunan inflasi, yang akan memperumit keputusan suku bunga bank sentral.
Pada Maret, harga minyak jatuh ke level terendah sejak Desember 2021, karena para pedagang khawatir kekalahan perbankan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi global.
Seorang analis mengatakan, kartel minyak dunia ini dan sekutunya berusaha menghindari terulangnya kecelakaan 2008.
"Mereka melihat paruh kedua tahun ini bakal sulit dan memutuskan untuk tidak ingin mengalami lagi kejadian di tahun 2008," kata Presiden Rapidan Energy Group Bob McNally.
Saat itu, harga minyak dunia jatuh dari USD 140 per barel menjadi USD 35 per barel hanya dalam waktu enam bulan.
McNally menambahkan bahwa meskipun itu bukan kasus dasarnya, harga minyak dapat mencapai USD 100 jika permintaan China kembali ke 16 juta barel per hari pada paruh kedua tahun ini dan jika pasokan Rusia mulai berkurang karena sanksi dan sebagainya.
Advertisement