Liputan6.com, Jakarta - Pasar obligasi Indonesia dinilai masih melanjutkan tren positif. Hal ini didukung pertumbuhan ekonomi makro yang solid. Namun, sentimen global seperti kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed) tetap perlu diwaspadai.
Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas, Handy Yunianto menuturkan, saat ini risiko terbesar dari global untuk pasar obligasi. Hal ini jika the Fed terus menaikkan suku bunga bunga.
Baca Juga
"The Fed terus menaikkan suku bunga ini perlu kita waspadai," ujar Handy saat media visit ke Kantor Liputan6.com, ditulis Minggu (23/7/2023)
Advertisement
.Namun, ia melihat tren pasar obligasi Indonesia masih positif ke depan. Hal ini seiring ada potensi kenaikan peringkat utang Indonesia. Sebelumnya lembaga pemeringkat Standard and Poor's (S&P) mempertahankan Sovereign Credit Rating Republik Indonesia pada BBB dengan outlook stabil pada 4 Juli 2023.
"Indonesia masih di BBB. Nanti (ada potensi-red) A, AA, AAA. Sekarang Indonesia masih di BBB. Ini seiring pertumbuhan ekonomi masih solid. Beban utang tidak besar-besar banget. Debt to GDP (utang Indonesia-red) masih rendah. Bicara indeks volatilitas tahun lalu berisiko negara yang utang besar. Indonesia rupiah anteng-anteng saja meski kondisi uncertainty global," kata dia.
Handy mengatakan, valuasi juga perlu diperhatikan investor. Ia menilai, valuasi masih cukup menarik di Indonesia. Diperkirakan imbal hasil obligasi meski turun masih berada di 6 persen pada 2023, dan tahun depan 5,5 persen. "Investor beli sekarang harga naik. Jadi dapat bunga dan capital gain," kata dia.
Selain itu, Handy menuturkan, di tengah kekhawatiran resesi global, Indonesia masih memberikan imbal hasil positif yang mencapai 7 persen.Hal ini menggambarkan ketahanan pasar obligasi Indonesia. Handy menambahkan, ada perubahan signifikan di pasar obligasi seiring kepemilikan investor asing sudah berkurang.
"Ketergantungan asing sudah sangat berkurang. 5 tahun lalu investor asing mendominasi yang mencapi 40 persen dimiliki investor asing, sekarang asing 15 persen. Story jauh berbeda, gonjang ganjing global tidak terpengaruh," ujar dia.
Kepemilikan Obligasi oleh Investor Asing Berkurang
Handy menuturkan, saat ini kepemilikan obligasi oleh investor institusi dan ritel menggantikan investor asing. Sehingga saat ditawarkan obligasi ritel selalu menarik perhatian investor.
"Lihat berita ORI target Rp 20 trilun, naik jadi Rp 25 triliun, Rp 28 triliun. Kalau book building hari ini lebih cepat karena laris," ujar dia.
Ia menambahkan, investor ritel juga akan menjadi penopang pasar obligasi ke depan. Hal ini mengingat kepemilikan obligasi oleh investor ritel baru Rp 350 triliun, sedangkan dana pihak ketiga (DPK) mencapai Rp 8.000 triliun.
"Ritel baru 6 persen, akan masih sangat besar untuk ritel. Ketergangantungan asing berkurang, domestik masih solid. Perbankan, asuransi dan dana pensiun juga investor," tutur dia.
Meski demikian, aliran dana investor asing juga masih masuk ke Indonesia. "Investor asing masuk Rp 90 triliun. Namun, nilainya masih kecil karena ketika COVID-19 asing keluar Rp 300 triliun. Posisi asing masih light. Dari potensi asing masih akan terbuka. Taruh di bank deposito tidak sampai 3 persen. LDR bank 80 persen, bank memiliki banyak dana. Ini menjelaskan permintaan obligasi sangat kencang," kata dia.
Terkait pilihan investasi di obligasi bagi pemula, apakah obligasi pemerintah dan korporasi yang menarik, Handy menuturkan, hal itu tergantung dari risk appetie.
"Korporasi dari risiko kredit, bicara premi korporat tidak tinggi kayak dulu jadi tergantung risk appetite.Pilihan obligasi korporasi yang durasi pendek, yield menarik, kondisi risiko emiten. Biasanya ritel lebih banyak di obligasi pemerintah karena denominasi bisa Rp 1 juta," kata Handy.
Selain itu, kalau bagi investor pemula, ia juga menyarankan untuk investasi obligasi pemerintah. Hal ini karena risiko kredit terukur dan tenpor pendek. "Obligasi ritel, sukuk ritel. Nanti kalau advance ke FR bertenor panjang, dan trading obligasi," kata dia.
Advertisement
BEI Catat Penerbitan Obligasi Rp 73,55 Triliun Sepanjang 2023
Sebelumnya, total penerbitan obligasi dan sukuk sepanjang 2023 ada 64 emisi dari 46 emiten senilai Rp 73,55 triliun. Adapun total emisi obligasi dan sukuk yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) berjumlah 531 emisi senilai Rp 468,82 triliun dan USD 47,5 juta diterbitkan oleh 128 emiten.
Surat Berharga Negara (SBN) tercatat di BEI berjumlah 191 seri senilai Rp 5.536,74 triliun dan USD 486,11 juta. Efek beragun aset (EBA) sebanyak 9 emisi senilai Rp 3,19 triliun.
BEI mencatat pada pekan ini tepatnya 10-14 Juli 2023, ada empat pencatatan saham, sembilan obligasi, dua waran dan satu sukuk. Pencatatan obligasi pada Selasa, 11 Juli 2023, ada obligasi berkelanjutan IV Toyota Astra Financial Services Tahap I Tahun 2023 yang diterbitkan PT Toyota Astra Financial Services (TAFS) dengan nilai Rp 1,5 triliun.
Hasil pemeringkatan dari PT Fitch Ratings Indonesia (Fitch) untuk obligasi adalah AAA. Bertindak sebagai wali amanat dalam emisi ini yaitu PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.
Selanjutnya pada Rabu, 12 Juli 2023 yakni obligasi berkelanjutan IV Indah Kiat Pulp and Paper Tahap I tahun 2023 dan sukuk mudharabah berkelanjutan III Indah Kiat Pulp & Paper Tahap II Tahun 2023 yang diterbitkan oleh PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk mulai dicatatkan di BEI masing-masing senilai Rp 2,27 triliun dan Rp 750 miliar.
Hasil pemeringkatan untuk obligasi dan sukuk dari PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) adalah idA+ dan idA+ (sy). Adapun yang bertindak sebagai wali amanat dalam emisi ini adalah PT Bank KB Bukopin Tbk.
Selain itu, ada pencatatan obligasi berkelanjutan VI Mandiri Tunas Finance Tahap I Tahun 2023 yang diterbitkan oleh PT Mandiri Tunas Finance (TUFI) di BEI dengan nilai Rp 691,73 miliar. Hasil pemeringkatan dari Pefindo untuk obligasi adalah masing-masing idAAA. Bertindak sebagai wali amanat dalam emisi ini PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.
Pencatatan Obligasi BRI Finance hingga Tower Bersama Infrastructure
Lalu obligasi II BRI Finance Tahun 2023 yang diterbitkan PT BRI Multifinance Indonesia dengan pembagian seri A sebesar Rp 197 miliar dan seri B sebesar Rp 303 miliar yang dicatatkan di BEI pada hari yang sama. Hasil pemeringkatan Pefindo untuk obligasi adalah idAA. Yang bertindak sebagai wali amanat yaitu PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.
Lalu ada obligasi berkelanjutan VI Tower Bersama Infrastructure Tahap I Tahun 2023 yang diterbitkan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) senilai Rp 1,5 triliun. Hasil pemeringkatan dari PT Fitch Ratings Indonesia untuk obligasi adalah AA+idn. Adapun yang bertindak sebagai wali amanat yaitu PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk.
Obligasi Berkelanjutan VI Federal International Finance dengan tingkat bunga Tetap Tahap I Tahun 2023 yang diterbitkan oleh PT Federal International Finance (FIFA) dicatatkan di BEI senilai Rp 1 triliun.
Hasil pemeringkatan Pefindo atas Obligasi ini adalah idAAA (Triple A). Bertindak sebagai Wali Amanat emisi ini adalah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.
Lalu, Obligasi II Hino Finance Indonesia Tahun 2023 yang diterbitkan oleh PT Hino Finance Indonesia (HIFI) mulai dicatatkan di BEI dengan nilai nominal Rp 700 miliar.
Hasil pemeringkatan dari Fitch untuk Obligasi adalah AAA(idn) (Triple A). Bertindak sebagai Wali Amanat dalam emisi ini adalah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.
Advertisement
Pencatatan Obligasi Lainnya
Pada Kamis, 13 Juli 2023, Obligasi Berkelanjutan VII Sarana Multigriya Finansial Tahap I Tahun 2023 (Obligasi) dan Sukuk Musyarakah Berkelanjutan I Sarana Multigriya Finansial Tahap I Tahun 2023 (Sukuk) yang diterbitkan oleh PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) mulai dicatatkan di BEI dengan masing-masing nominal sebesar Rp 1,2 triliun dan Rp 170,5 miliar jangka waktu 5 tahun.
Hasil pemeringkatan dari Pefindo untuk Obligasi adalah idAAA (Triple A) dan untuk Sukuk adalah idAAA(sy) (Triple A Syariah). Bertindak sebagai Wali Amanat dalam emisi ini adalah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.
Sukuk Ijarah Berkelanjutan II Moratelindo Tahap I Tahun 2023 yang diterbitkan oleh PT Mora Telematika Indonesia Tbk mulai dicatatkan di BEI senilai Rp 488,5 miliar pada hari yang sama. Hasil pemeringkatan untuk Sukuk Ijarah Berkelanjutan II Moratelindo Tahap I Tahun 2023 dari Pefindo adalah dan idA+(sy) (Single A Plus Syariah). Bertindak sebagai Wali Amanat dalam emisi ini adalah PT Bank KB Bukopin Tbk.