Harga Saham Birkenstock Merosot saat Perdagangan Perdana di AS

Birkenstock menetapkan harga penawaran umum perdana pada USD 46 per saham. Namun, pada penutupan perdagangan perdana, harga saham Birkenstock turun hampir 13 persen.

oleh Elga Nurmutia diperbarui 12 Okt 2023, 16:15 WIB
Diterbitkan 12 Okt 2023, 16:13 WIB
Sandal
Sandal series Arizona keluaran Birkenstock. (dok. Instagram @birkenstock/https://www.instagram.com/p/B_DKI8SKuBJ/)

Liputan6.com, Jakarta - Birkenstock menjadi perusahaan publik setelah memulai debutnya di Bursa Efek New York pada Rabu dengan kode ticker BIRK. Namun, pada hari pertama itu berat bagi pembuat sepatu bersol gabus tersebut. 

Birkenstock memberi harga penawaran umum perdana pada USD 46 per saham di tengah kisaran harga yang ditunjukkan minggu lalu yang memberikan valuasi USD 8,6 miliar. 

Namun, saat perdagangan perdana dibuka turun 11 persen di bawah harga IPO, yakni USD 41 per saham. Saham Birkenstock pun semakin merosot hingga ditutup turun hampir 13 persen. 

Seperti yang ditulis Nightcap baru-baru ini, Birkenstocks sedang mengalami sesuatu yang mirip dengan momen Crocs. Kedua merek sepatu tersebut mengalami lonjakan popularitas tetapi kehilangan kehebatannya dan diturunkan menjadi tren. 

Kemudian, beberapa dekade setelah puncak kejayaannya, mereka bangkit kembali secara ajaib. Sekarang bahkan supermodel pun memakainya. Sama seperti keindahan yang tergantung pada siapa yang melihatnya, seberapa besar nilai perusahaan publik pada akhirnya bergantung pada seberapa besar nilai perusahaan tersebut menurut para pedagang. 

Sungguh aneh ketika para pedagang bergegas membeli saham seperti Bed Bath and Beyond ketika saham itu sedang berada di ujung tanduk. 

Sebelum perdagangan dimulai pada Rabu, Birkenstock pada dasarnya memperkirakan perusahaannya bernilai USD 8,6 miliar. Namun, kemudian orang-orang biasa ikut serta dalam aksi tersebut dan berkata, "Saya rasa tidak," 

Umumnya, ketika orang menganggap harga yang diperdagangkan lebih rendah dibandingkan dengan nilai perusahaan, mereka cenderung menekan tombol beli di akun pialang mereka. Atau jika menurut mereka nilainya terlalu tinggi dibandingkan nilainya, mereka mempersingkatnya. Ketika banyak pedagang membuat keputusan tersebut secara real-time pada Rabu, harga sahamnya berfluktuasi. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Penutupan Wall Street 11 Oktober 2023

Pasar Saham AS atau Wall Street.Unsplash/Aditya Vyas
Pasar Saham AS atau Wall Street.Unsplash/Aditya Vyas

Sebelumnya diberitakan, bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street kembali mendapatkan momentum pada perdagangan Rabu, 11 Oktober 2023. Investor menilai data inflasi lebih baik dari perkiraan dan bersiap untuk data lebih lanjut pada Kamis, 12 Oktober 2023.

Selain itu, risalah the Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral AS juga menjadi perhatian terkait kebijakan suku bunga. Pada penutupan perdagangan wall street indeks Dow Jones naik 0,2 persen ke posisi 33.804,87. Indeks S&P 500 bertambah 0,43 persen ke posisi 4.376,95. Indeks Nasdaq melesat 0,71 persen ke posisi 13.659,68.

Dikutip dari Yahoo Finance, Kamis (12/10/2023), harga grosir AS naik pada laju tercepat sejak April dengan indeks harga produsen pada September 2023 bertambah 2,2 persen dari tahun sebelumnya dan perkiraan kenaikan 1,6 persen.

Pembacaan producer price index (PPI) menunjukkan tekanan inflasi masih ada meski the Fed kerek suku bunga secara agresif. Pembacaan inflasi berikutnya akan muncul pada laporan harga konsumen pada perdagangan Kamis pekan ini yang diperkirakan sedikit melambat dari bulan lalu.

 


Risalah Pertemuan The Fed

Wall Street
Pedagang bekerja di New York Stock Exchange saat Ketua Federal Reserve Jerome Powell berbicara setelah mengumumkan kenaikan suku bunga di New York, Amerika Serikat, 2 November 2022. (AP Photo/Seth Wenig)

Risalah pertemuan terakhir bank sentral yang dirilis pada Rabu pekan ini mengkonfirmasi kalau anggota the Fed prediksi ada satu kenaikan lagi dalam dua pertemuan tersisa tahun ini. Namun, secara gambaran inflasi yang muncul pekan ini akan memicu harapan terhadap keputusan bank pada 1 November.

Sementara itu, imbal hasil obligasi terus turun dari level tertinggi dalam 16 tahun yang dicapai selama aksi jual obligasi setelah Israel meningkatkan pemboman di Gaza. Imbal hasil acuan obligasi bertenor 10 tahun turun dan diperdagangkan di bawah 4,6 persen pada perdagangan Rabu pekan ini dibandingkan dengan puncak pekan lalu di atas 4,88 persen.

Namun, obligasi mungkin masih belum dapat dihentikan, kata sejumlah analis mengingat kurangnya data ekonomi yang lemah atau alasan kuat mengapa imbal hasil terus turun.

Kini semakin banyak investor yang bertaruh the Fed tidak akan menaikkan suku bunga pada pertemuan November karena lonjakan imbal hasil obligasi baru-baru ini dipandang secara efektif melakukan upaya pengetatan yang dilakukan bank sentral.

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya