Bursa Saham Asia Bervariasi Usai Data Manufaktur China Kembali Kontraksi

Rilis data ekonomi China dan Jepang membayangi bursa saham Asia Pasifik pada Senin, 1 Juli 2024.

oleh Agustina Melani diperbarui 01 Jul 2024, 09:30 WIB
Diterbitkan 01 Jul 2024, 09:30 WIB
Bursa Saham Asia Bervariasi Usai Data Manufaktur China Kembali Kontraksi
Bursa saham Asia Pasifik bervariasi pada awal semester II 2024, tepatnya perdagangan Senin (1/7/2024). (AP Photo/Shizuo Kambayashi)

Liputan6.com, Jakarta - Bursa saham Asia Pasifik bervariasi pada awal semester II 2024, tepatnya perdagangan Senin (1/7/2024). Pergerakan bursa saham Asia ini seiring investor yang menilai data aktivitas bisnis resmi pada Juni dari China dan pembacaan kepercayaan bisnis Jepang.

Mengutip laman CNBC, China merilis angka resmi PMI pada akhir pekan ini dengan PMI Manufaktur berada di posisi 49,5, tidak berubah dari Mei dan menandai selama dua bulan berturut-turut dalam wilayah kontraksi.

Selain itu, kepercayaan di kalangan produsen besar Jepang juga meningkat pada kuartal kedua, dengan survei Tankan Bank of Japan berada pada posisi +13 dibandingkan +11 pada kuartal pertama. Ekonom yang disurvei oleh Reuters prediksi angkanya berada di +12.

Sentimen non-produsen berada di posisi +33, sesuai dengan perkiraan pasar dan turun dari +34 pada kuartal sebelumnya. Ini juga merupakan pertama kalinya dalam empat tahun kepercayaan di sektor non-manufaktur memburuk.

Selain itu, pembacaan indeks purchasing managers S&P Global akan dirilis untuk beberapa negara Asia termasuk China, Jepang, dan Korea Selatan.

Indeks Nikkei 225 di Jepang naik 0,34 persen ke posisi tertinggi dalam tiga bulan. Indeks Topix melonjak 0,49 persen. Indeks Kospi di Korea Selatan cenderung mendatar. Indeks Kosdaq melompat 0,76 persen.

Aktivitas pabrik di Korea Selatan tumbuh cepat sejak Februari 2022. PMI Manufaktur Juni naik menjadi 52 dari posisi sebelumnya 51,6. Indeks CSI 300 merosot. Indeks Australia yakni indeks acuan ASX 200 merosot 0,23 persen. Sementara itu, bursa saham Hong Kong libur pada awal pekan ini.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Penutupan Wall Street Pekan Lalu

Pasar Saham AS atau Wall Street.Unsplash/Aditya Vyas
Pasar Saham AS atau Wall Street.Unsplash/Aditya Vyas

Pada pekan lalu, indeks S&P 500 susut 0,41 persen, sedangkan indeks Nasdaq merosot 0,71 persen. Indeks Dow Jones susut 0,12 persen. Wall street merosot seiring pelaku pasar melihat serangkaian data inflasi yang “hampir sempurna”.

Inflasi pada Mei melambat ke tingkat tahunan terendah dalam tiga tahun. Indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi intik naik 0,1 persen pada bulan lalu dan lebih tinggi 2,6 persen dari tahun sebelumnya. Hal ini sejalan dengan prediksi Dow Jones.

Indeks PCE inti yang tidak perhitungkan harga pangan dan energi, merupakan ukuran inflasi pilihan the Federal Reserve. PCE utama yang mencakup makanan dan energi mendatar pada bulan ini dan naik 2,6 persen, sejalan dengan ekspektasi.”Dari sudut pandang pasar, laporan PCE hampir sempurna. Ini jelas merupakan laporan yang positif,” ujar Chief Investment Officer CIBC Private Wealth US, David Donabedian.


Saham Nike Catat Kinerja Terburuk Sejak IPO pada 1980

Ilustrasi Toko Nike. (Photo credit: GETTY IMAGES NORTH AMERICA/AFP/File / Drew Angerer)
Ilustrasi Toko Nike. (Photo credit: GETTY IMAGES NORTH AMERICA/AFP/File / Drew Angerer)

Sebelumnya, kemerosotan pada kinerja Nike, membuat perusahaan pakaian dan sepatu olahraga itu dalam masa sulit salah satunya dengan penurunan saham yang tajam.

Melansir CNBC International, Minggu (30/6/2024) saham Nike ditutup melemah 20% pada hari Jumat waktu setempat 28 Juni 2024, menjadikannya hari perdagangan terburuk dalam sejarah perusahaan sejak IPO pada Desember 1980.

Penurunan tersebut menghapus kapitalisasi pasar Nike sebesar USD 28 miliar (Rp 457,8 triliun) sehingga hanya berada di bawah USD 114 miliar (Rp 1,8 kuadriliun) dari USD 142 miliar (Rp 2,3 kuadriliun) sehari sebelumnya.

Merosotnya saham Nike terjadi setelah perusahaan itu mengingatkan bahwa penjualan pada kuartal saat ini diperkirakan akan turun sebesar 10%, jauh lebih buruk dari penurunan 3,2% yang diproyeksikan LSEG setelah perusahaan membukukan kenaikan penjualan tahunan paling lambat dalam 14 tahun, tidak termasuk saat pandemi Covid-19. 

Nike juga mengatakan mereka memperkirakan penjualan tahun fiskal 2025 akan turun hingga satu digit ketika sebelumnya memperkirakan akan tumbuh.

Ketika Wall Street mencerna prospek suram Nike, setidaknya enam bank investasi menurunkan peringkat saham Nike. Analis di Morgan Stanley dan Stifel mengambil langkah lebih jauh, khususnya mempertanyakan manajemen perusahaan.

"Panduan FY25 (revisi konsensus ke bawah ke-5 dalam 6 kuartal), mendorong prospek infleksi pertumbuhan lebih lanjut hingga tahun 2025 (mungkin FY4Q atau paling awal pada musim semi '25) meminta investor untuk menjamin keberhasilan Nike yang belum terbukti dan melihat ketidakpastian. latar belakang kebijakan konsumen menjadi 2HCY24 hingga momentum dapat dibangun kembali menjadi 2HCY25," tulis analis Stifel Jim Duffy.

 

 


Saham Nike Telah Turun 25% Sejak Kepemimpinan CEO John Donahoe

Ilustrasi
Ilustrasi foto Nike Air Jordan 1 Mid Chicago Toe. (dok. unsplash/Hadis Abedini)

Sejak John Donahoe mengambil alih jabatan CEO Nike, saham perusahaan telah turun lebih dari 25% pada penutupan hari Jumat, secara signifikan kinerjanya lebih buruk dari S&P 500 dan XRT – ETF yang berfokus pada ritel, yang memperoleh keuntungan sekitar 67% dan 66% pada tahun itu. 

Kepala keuangan Nike Matt Friend mengaitkan pemotongan proyeksi kinerja perusahaan dengan sejumlah faktor. Beberapa hal, seperti pelemahan pasar di China dan hambatan nilai tukar mata uang asing, yang berada di luar kendali Nike, namun masalah lainnya merupakan masalah yang terjadi di bawah kepemimpinan Donahoe.

Perusahaan ini memperkirakan pesanan grosir akan melambat karena mereka meningkatkan model baru, menarik kembali waralaba klasik, dan berupaya memperbaiki hubungannya dengan mitra ritel utama setelah menghabiskan beberapa tahun terakhir menghentikan mereka demi strategi penjualan langsung.

Pada saat yang sama, pelanggan setia yang berbelanja di situs web Nike tidak lagi mencari sepasang Air Force 1, Air Jordan 1, atau Dunks baru, yang merupakan waralaba inti perusahaan.

Kritikus mengatakan lini sepatu sneaker yersebuyt telah terlalu lama mendominasi penawaran pengecer dan membuat pelanggan menjauh karena mereka mencari model lain dari banyak pesaing baru.

Hal ini membuat Nike harus memenangkan kembali beberapa pelanggan terpentingnya di segmen sepatu lari.

"Hampir tak masuk akal di akhir pembicaraan bahwa lari adalah olahraga utama yang diikuti oleh konsumen. Kami telah mengetahui hal tersebut sejak lama, kami mengetahui bahwa konsumen berubah pikiran pasca-pandemi, betapa mereka menjadi lebih aktif," ujar Jessica Ramírez, analis riset senior di Jane Hali & Associates.

 

 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya