Nilai Transaksi Bursa Karbon Capai Rp 36 Miliar

Regulator terus mendorong perusahaan untuk mengimplementasikan prinsip-prinsip keberlanjutan dalam berbisnis selaras dengan penerapan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 51/POJK.03/2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten, dan Perusahaan Publik.

oleh Gagas Yoga Pratomo diperbarui 22 Jul 2024, 19:20 WIB
Diterbitkan 22 Jul 2024, 19:20 WIB
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Iman Rachman pada acara Diskusi & Konferensi Pers Road to SAFE 2024, Senin (22/7/2024).
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Iman Rachman pada acara Diskusi & Konferensi Pers Road to SAFE 2024, Senin (22/7/2024).

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Iman Rachman mengungkapkan bursa karbon telah memperdagangkan lebih dari 600 ribu ton unit karbon setara CO2 dengan total nilai transaksi melebihi Rp 36 miliar.

“Sedangkan pengguna jasa juga telah berkembang dari 16 pengguna jasa di hari pertama perdagangan menjadi hampir 70 pengguna bursa karbon,” kata Iman dalam sambutannya pada acara Diskusi & Konferensi Pers Road to SAFE 2024, Senin (22/7/2024).

Iman menambahkan, di Bursa Efek Indonesia (BEI), setidaknya 90 persen emiten tercatat sudah melaporkan laporan keberlanjutan untuk tahun 2022.

Adapun Iman menambahkan, demi mendorong perusahaan tercatat menjadi role model di pasar modal Indonesia, BEI telah menyediakan indeks saham terkait environmental, social, and governance (ESG), memberikan insentif berupa pengurangan biaya pencatatan untuk obligasi berwawasan lingkungan.

"Kemudian ada kerja sama dengan lembaga penilai ESG internasional untuk melakukan layanan ESG atas perusahaan tercatat di BEI maupun pelayanan ESG scoring bagi Bursa Efek Indonesia," jelas Iman.

Selain itu, Iman menuturkan regulator terus mendorong perusahaan untuk mengimplementasikan prinsip-prinsip keberlanjutan dalam berbisnis selaras dengan penerapan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 51/POJK.03/2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten, dan Perusahaan Publik.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Mengintip Potensi Pasar Perdagangan Karbon Kredit di Indonesia

Mengurangi jejak karbon
Mengurangi jejak karbon. (Foto: Freepik)

Sebelumnya, Anggota Badan Hubungan Legislatif Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN Indonesia), Dede Indra Permana Soediro, menyampaikan pernyataan terkait potensi perdagangan karbon kredit di bursa karbon international. 

Mekanisme perdagangan karbon kredit saat ini telah dilakukan oleh negara-negara maju, dengan adanya insentif berbasis pasar bagi pihak yang berhasil melakukan upaya-upaya penurunan karbon. Di bursa karbon dunia pada tahun 2023 mencatat nilai perdagangan hingga USD 480 miliar atau setara Rp 8.000 triliun.

Dede  menjelaskan Indonesia mempunyai hutan tropis ketiga terbesar di dunia dengan luas area 125,9 juta hektar mampu menyerap 25 miliar ton emisi karbon. 

“Apabila Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dapat memanfaatkan potensi perdagangan karbon kredit maka bisa dibayangkan berapa besar pemasukan negara melalui pajak dan PNBP," kata Dede dalam keterangan resmi, dikutip Minggu (21/7/2024).

 


Jangan Tertinggal

Ilustrasi emisi karbon (unsplash)
Ilustrasi emisi karbon (unsplash)

Dede Indra Permana yang juga menjabat sebagai Anggota Komisi III DPR RI ini menambahkan, potensi pasar internasional untuk perdagangan karbon kredit ini sangat masif, sayangnya regulasi kita belum memperbolehkan perdagangan karbon kredit di perdagangan internasional. 

“Harapan kami akan ada pembahasan terkait regulasi perdagangan karbon kredit untuk pasar internasional sehingga kita tidak tertinggal dari negara-negara maju yang telah lebih dulu memasuki perdagangan kredit karbon ini,” jelasnya.

Tak hanya itu, Dede menegaskan dengan adanya regulasi ini pastinya akan menambah nilai tambah Pemerintah karena konsen dengan isu yang sedang berkembang.

"Potensi karbon kredit kita terlalu besar untuk hanya diperdagangkan dalam bursa karbon dalam negeri. Alangkah baiknya kita mempunyai payung hukum yang lebih kuat terkait perdagangan karbon kredit di perdagangan internasional." pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya