Liputan6.com, Jakarta - Saham LVMH merosot pada perdagangan awal di Frankfurt pada Rabu, 29 Januari 2025 waktu setempat. Kejatuhan ini terjadi karena pertumbuhan penjualan yang dianggap tidak cukup mengesankan oleh para investor, terutama setelah serangkaian hasil kuat yang diumumkan oleh para pesaingnya antara lain Richemont, Burberry, Cucinelli, dan Zegna.
“Dengan rekan-rekan mewah yang telah melaporkan peningkatan penjualan quarter-on-quarter (QoQ) yang signifikan dan mengalahkan ekspektasi, standar untuk LVMH tidak dapat disangkal telah meningkat dalam beberapa minggu terakhir,” tulis analis Citi Thomas Chauvet, dikutip dari Yahoo Finance, Rabu (29/1/2025).
Advertisement
Baca Juga
“Peningkatan sekitar 2% pada penjualan grup kuartal IV 2024 dan penjualan Fashion & Leather mungkin tidak cukup untuk menyebut ini sebagai titik balik,” tambahnya.
Advertisement
Saham LVMH dibuka turun 3,5% di Frankfurt dibandingkan dengan penutupan di Euronext pada Selasa, meskipun telah mengalami kenaikan lebih dari 30% dari titik terendahnya pada November 2024.
Sejarah dan Kinerja Historis LVMH
LVMH (Louis Vuitton Moët Hennessy) merupakan hasil penggabungan dua perusahaan ternama pada 1987: Moët Hennessy, sebuah grup produsen sampanye dan cognac terkemuka, dan Louis Vuitton, merek barang kulit mewah yang sudah melegenda sejak abad ke-19.
Sebelum merger, Moët Hennessy sendiri adalah hasil penggabungan antara Moët & Chandon (didirikan pada 1743) dan Hennessy (didirikan pada 1765), dua produsen minuman beralkohol mewah yang sudah mendunia. Di sisi lain, Louis Vuitton berdiri pada 1854 sebagai produsen koper dan barang kulit berkualitas tinggi, yang kemudian berkembang menjadi ikon mode global.
Merger ini diinisiasi oleh Bernard Arnault, yang kemudian mengambil kendali penuh atas LVMH dan menjadikannya grup barang mewah terbesar di dunia. Di bawah kepemimpinannya, LVMH tidak hanya mempertahankan reputasi merek-merek ikonisnya, tetapi juga memperluas portofolio bisnisnya dengan agresif melalui akuisisi merek-merek besar lainnya.
Ekspansi dan Dominasi Pasar
Setelah terbentuknya LVMH, perusahaan ini secara aktif mengakuisisi merek-merek mewah terkemuka untuk memperkuat dominasinya di industri. Beberapa akuisisi penting yang dilakukan antara lain:
• Guerlain (1994) – Merek parfum dan kosmetik ikonik asal Prancis.
• Sephora (1997) – Rantai ritel kosmetik global yang membantu ekspansi LVMH di industri kecantikan.
• Fendi (2001) – Merek mode asal Italia yang terkenal dengan produk tas dan aksesoris mewah.
• Bulgari (2011) – Salah satu merek perhiasan dan jam tangan paling eksklusif di dunia.
• Tiffany & Co. (2021) – Akuisisi terbesar dalam sejarah LVMH senilai USD 15,8 miliar, memperkuat posisinya di segmen perhiasan mewah.
Selain strategi akuisisi, LVMH juga berhasil memanfaatkan tren pertumbuhan pasar mewah di Asia, terutama di China. Pada 2010-an, meningkatnya kelas menengah di negara tersebut menjadi pendorong utama permintaan produk-produk LVMH, dengan Louis Vuitton, Dior, dan Hennessy sebagai merek yang paling banyak diminati.
Advertisement
Ketahanan terhadap Krisis Ekonomi
Sejak berdiri, LVMH telah melalui berbagai krisis ekonomi global, tetapi tetap mampu bangkit dan mempertahankan pertumbuhannya. Pada krisis keuangan 2008, meskipun terjadi perlambatan di pasar mewah, LVMH tetap mencatatkan pertumbuhan moderat dengan fokus pada pasar Asia yang tetap kuat.
Lalu pada pandemi Covid-19 (2020), penutupan toko dan pembatasan perjalanan sempat membuat penjualan anjlok. Namun, dengan cepat LVMH beradaptasi melalui strategi digitalisasi, e-commerce, dan fokus pada pelanggan lokal, terutama di China dan AS.
Pada 2021, pemulihan ekonomi global mendorong LVMH mencapai rekor pendapatan dan laba. Performa Saham dan Kapitalisasi Pasar Dalam dua dekade terakhir, saham LVMH mengalami kenaikan signifikan, menjadikannya perusahaan Eropa dengan valuasi terbesar.
Pada 2023, kapitalisasi pasar LVMH sempat menyentuh angka USD 500 miliar, menjadikannya perusahaan Eropa pertama yang mencapai pencapaian tersebut. Namun, memasuki 2024, berbagai tantangan mulai muncul, termasuk perlambatan ekonomi di China dan persaingan ketat dari merek-merek lain yang mulai menutup kesenjangan dengan LVMH. Faktor-faktor ini berkontribusi pada volatilitas harga saham perusahaan.