10 Fakta Mencengangkan Industri Musik yang Perlu Anda Ketahui

Mulai dari kerugian pembajakan triliunan rupiah, hingga seksualitas menjadi magnet jual dalam industri musik.

oleh FX. Richo Pramono diperbarui 14 Mei 2016, 11:00 WIB
Diterbitkan 14 Mei 2016, 11:00 WIB
Ilustrasi aktivitas di toko musik (guardian)
Ilustrasi aktivitas di toko musik (guardian)

Liputan6.com, Jakarta Tidak dapat dipungkiri, meski marak dengan pembajakan, tapi industri musik Indonesia masih menjadi salah satu primadona dari meriahnya dunia hiburan. Jika lagu atau album sudah menduduki puncaknya, maka praktis gunungan uang pun akan melimpah ruah ke pundi-pundi para musisi. Bahkan bukan hanya musisi, rumah produksi dan segenap pihak yang terlibat dalam industri tersebut juga turut meraup untung.

Namun di samping itu, masih banyak fakta-fakta mencengangkan yang mungkin belum anda ketahui. Yaitu seputar fakta-fakta menarik seluk beluk industri musik akan dibahas dalam artikel ini. Simak artikelnya!



Kerugian Pembajakan Mencapai Triliunan Rupiah

Ilustrasi aktivitas di toko musik (japantimes)
Ilustrasi aktivitas di toko musik (japantimes)

TheRichest melansir bahwa 95 persen dari semua produk musik dengan format digital adalah ilegal, atau dengan kata lain adalah produk bajakan. Bahkan beberapa media internasional memberikan bahan refleksi bagi para pembaca di seluruh dunia, "Ketika kapan kalian membeli sebuah karya musik?"

Dan mencengangkannya, asumsi jawaban dari sebuah pertanyaan itu adalah 95 persen dari mereka membeli karya musik ketika tidak dapat menemukan lagu yang sangat amat mereka ingin dengarkan di situs media online. Sebuah guyonan yang sangat mencengangkan memang.

Namun nampaknya anggapan tersebut bukanlah isapan jempol belaka. Bayangkan saja, sebuah studi sudah membuktikan seberapa meruginya industri musik di Amerika serikat dalam nominal satu tahunnya.

Institute for Innovation Policy memperkirakan setidaknya Amerika Serikat dalam setahun kehilangan uang yang tidak sedikit dari aksi pembajakan. Yakni sebesar US$1,25 miliar Atau sekitar Rp166 triliun. Angka yang mencengangkan, dan jika diumpamakan setara dengan kurang lebih 2,5 kali APBD DKI Jakarta yang sebesar Rp67,1 triliun.



Musisi Hanya Kebagian Untung 23%

Ilustrasi kondisi keuangan musisi
Ilustrasi kondisi keuangan musisi

Masih dalam hasil studi yang sama, terdapat angka yang cukup mencengangkan dari dunia industri musik internasional. Ternyata, rata-rata musisi hanya mendapat 14% dari total pendapatannya.

Bayangkan saja betapa melelahkannya para musisi yang telah ekstra keras dikuras kreativitasnya. Mereka harus menghabiskan waktu berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun untuk menulis syair dan mengaransemen lagu.

Setelahnya mereka harus menjalankan aktivitas promo yang begitu melelahkan. Lanjut lagi, mereka harus mengadakan tur konsernya.

Terlebih mereka tidak lagi hanya dapat menunggu hasil jualan album karena maraknya pembajakan. Mau tidak mau, tiket konser pun menjadi salah satu incaran manisnya.

Namun semua luluh lantah ketika hasil studi menunjukan bahwa label meraup keuntungan terbesar, yakni 63 persen. Dan distributor mengambil keuntungan sekitar 23 persen. Walau bagaimanapun, begitulah fakta industri musik dunia. Bagaimana dengan Indonesia? Apakah semenyedihkan itu?

Hanya 1,11% Album Fisik yang Terjual

Ilustrasi aktivitas di toko musik
Ilustrasi aktivitas di toko musik

Angka ini lebih gila lagi. Di tahun 2011, hasil studi membuktikan bahwa dari 8.020.660 cetakan album yang diproduksi, hanya 89.252 cetakan yang berhasil terjual. Dan 7.921.408 cetakan lainnya dianggap sebagai barang tidak laku.

Jika dibuat persentasenya, angka yang terjual hanya sekitar 1,11 %. Statistik studi itu terlampir dalam buku Blockbuster: Hit-making, Risk-taking, and the Big Business of Entertainment yang ditulis oleh seorang profesor dari Harvard Business School, Anita Elbe.

Hal tersebut benar-benar mencengangkan. Ania Elbe berhasil mengungkap data secara terperinci awal kebangkrutan industri musik dari format cetak album yang dimulai di tahun 2011.

iTunes Store Paling Laris

iTunes Radio
iTunes Radio - Kredit: Techno Buffalo

Lesunya penjualan album fisik, ternyata tidak berbanding lurus terhadap kemajuan penjualan album dan atau lagu digital secara online. Makin tahun justru penjualan makin melemah.

Meski demikian, hasil studi mencatat bahwa dari tahun ke tahun, pembeli produk musik dalam format digital dengan menggunakan iTunes Store makin bertambah angkanya. Pada tahun 2012 tercatat, toko digital yang dimiliki Apple ini sukses menguasai 64 persen dari pangsa pasar musik online di dunia.

Dan pada tahun yang sama, iTunes Store mengusai 29 persen dari seluruh total pasar musik secara global baik format fisik maupun digital. Pada tahun 2014, Apple pun merilis telah menjual lebih dari 35 miliar lagu melalui toko iTunes-nya. Dan Amazon Music menjadi pesaing terberat mereka saat ini.

 

Album Fisik Mulai Mati di 2014

Album-album The Beatles Masuk Studio Abbey Road Lagi
Ada sembilan buah album The Beatles yang akan dirilis ulang dalam bentuk vinyl.

Transformasi perkembangan teknologi pernah dilakukan dalam menjual album fisik. Yakni dengan cara menjual album fisik tersebut secara online. Dan itu dilakukan oleh HMV, Rogers, dan Blockbuster. Hal itu dilakukan alih-alih demi mendongkrak penjualan album fisik yang sudah mulai layu.

Namun upaya mereka bermain di rana fisik seperti CD dan DVD pun harus tumbang oleh kehadiran Spotify dan Pandora. Tahun 2014 adalah tahun kebangkrutan situs jual beli album fisik.

Serangan situs audio atau lagu streaming benar-benar menjamur. 8track dan Soundcloud pun digadang-gadang menjadi salah satu situs favorit.

Pasar Musik Dunia Hanya Dikuasai 3 Label

Ilustrasi aktivitas di toko musik
Ilustrasi aktivitas di toko musik

Sejak tahun 2012, hasil studi mencatat bahwa industri musik dunia hanya dikuasai oleh tiga label mayor. Mereka adalah Universal Music Group, Sony Music Entertainment, dan Warner Music Group.

Angka penguasaan pasar mereka mencapai 90 persen hanya dari tiga label tersebut. Sisanya 10 persen adalah lahan bagi indie label. "Logika bodohnya", jika musisi ingin besar, mereka idealnya masuk label mayor.

Tapi justru tren musik dunia mematahkan itu. Beberapa tahun terakhir, indie label di dunia membuktikan eksistensinya. Macklemore, Mac Miller, Gambino Childish, Ray J, dan masih banyak lagi. Mereka adalah musisi-musisi besar, dan sangat terkenal, yang berangkat dengan indie labelnya.

Universal Music Group Dominasi Musisi Hip-Hop di 2013

Ilustrasi aktivitas di toko musik
Ilustrasi aktivitas di toko musik

Fakta unik datang dari Universal Music Group (UMG). Tahun 2013, UMG berhasil menguasai pasar hip-hop. Bahkan 20 musisi di Top 25 Hip-Hop Chart tahun 2013 merupakan musisi binaannya.

UMG memang dapat dikatakan salah satu grup label yang memonopoli pasar musik dunia. Strateginya, mereka memproduksi banyak label yang tentu saja berafiliasi pada UMG.

Sebut saja Cash Money, Def Jam, Island Records, Republic Records, TDE, dan Bad Boy. Ribuan musisi ternama juga ditanganinya. Sebut saja mulai dari Rihanna, Ariana Grande, Justin Bieber, Kanye West, Maroon 5, Katy Perry, The Black Eyed Peas, Lil Wayne, dan Snoop Dogg.

Amerika Serikat Pasar Musik Terbesar di Dunia

Patung Liberty
Patung Liberty spot wisata dunia yang favorit dikunjungi wisatawan

Menurut International Federation of the Phonographic Industry, pada laporannya bertajuk “2014 Recording Industry In Numbers”, Amerika Serikat didaulat sebagai negara yang menjadi pasar musik terbesar di dunia.

US$4,47 miliar berhasil diraup oleh Negeri Paman Sam ini hanya dari industri musiknya. Dengan pendapatan sebesar itu, dapat dikatakan Amerika Serikat menguasai 30 persen pasar musik dunia.

Posisi tersebut menempatkan Amerika Serikat dalam urutan teratas, lalu disusul oleh Jepang, Jerman, Inggris, dan Prancis. Meski demikian, IFPI tidak memungkiri jika pendapatan industri musik secara global terus mengalami penurunan setiap tahunnya, tepatnya dimulai pada tahun 1999 hingga sekarang.

 

Payola

RRI Ultah ke-70, Hiburan di Tanah Air Sebelum Adanya TV
Hari Radio Nasional bermula dari stasiun radio milik pemerintah Indonesia yang diberi nama Radio Republik Indonesia (RRI).

Pernah kah anda saat mendengarkan radio, lalu anda mulai bosan dengan lagu-lagu yang radio tersebut putar? Tidak sekali dua kali, bisa sampai berkali-kali berbagai stasiun radio memutar lagu yang sama dalam satu harinya. Bahkan sampai keesokan harinya, dan ada yang sampai hitungan minggu berturut-turut.

Mungkin anda tidak banyak yang tahu bahwa ada dua alasan yang membuat stasiun radio cenderung melakukan hal itu. Pertama, hal tersebut telah menjadi fakta bahwa pendengar lebih suka mendengar lagu-lagu yang telah ia dengarkan sebelumnya dibanding harus mendengarkan lagu yang benar-benar baru ia dengarkan sama sekali.

Yang kedua, itu karena stasiun radio tidak independen dalam memutuskan lagu mana yang akan mereka mainkan. Lagu-lagu yang dimainkan sebagian besar ditentukan oleh para ahli PR (public relation) yang dibayar untuk mempengaruhi stasiun radio dalam upaya mempromosikan lagu-lagu dari musisi tertentu. Dalam hal ini biasa disebut dengan istilah "Payola".

Namun hari ini, banyak negara yang memberlakukan aturan untuk melarang Payola dilakukan di negaranya. Dan hal tersebut mereka tanggulangi dengan menggunakan istilah "Promotor Independen" untuk mengurus serangkaian perjanjian iklan yang tentu saja akan rumit klausul demi klausulnya antara perusahaan musik dan penyiaran.

Musik Barat Kental dengan Seksualitas

Nicki Minaj
Nicki Minaj tampil di atas panggung Billboard Music Awards 2015. (foto: popsugar)

Entah mengapa, makin hari industri musik dunia khususnya musik-musik barat seolah mengafiliasikan karya musiknya dengan hal-hal berbau pergaulan bebas, seksualitas, dan keseronokan. TheRichest mengungkapkan, jika anda misalnya mendengarkan lagu milik The Weeknd atau Iggy Azalea secara acak, anda akan menemukan hal-hal yang dimaksudkan di atas.

Kedua musisi itu hanyalah sebagai contoh dari sekian banyak musisi barat lainnya. Dan tentu saja tidak semuanya begitu.

TheRichest menilai, hal tersebut salah satu strategi marketing dalam menjual musik dalam satu paketnya. Hal ini tentu tidak aman-aman saja di dunia barat sekalipun.

Banyak yang beranggapan, akibat hal tersebut, banyak pergaulan yang menjadi bergeser ke arah pergaulan bebas. Akibatnya salah satunya adalah laki-laki diajarkan untuk biasa menyebut perempuan dengan sebutan kasar, sekasar "bi*ch" contohnya. Dan itu juga ternyata dianggap tidak elok di dunia barat.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya