Begini Cara LSF Meminimalisir Pro Kontra

Adanya sensor mandiri bukan berarti kerja para anggota LSF berkurang.

oleh Meiristica Nurul diperbarui 18 Apr 2017, 09:00 WIB
Diterbitkan 18 Apr 2017, 09:00 WIB
LSF
Adanya sensor mandiri bukan berarti kerja para anggota LSF berkurang.

Liputan6.com, Belitung - Lembaga Sensor Film (LSF) menjadi penentu sebuah film layak tayang atau tidak untuk ditayangkan. Salah satu tugas LSF adalah menyensor atau memotong bagian film yang dianggap melanggar atau tak pantas untuk ditayangkan kepada khalayak.

Namun, penyensoran tersebut kerap mendapat protes dari berbagai pihak. Dari penonton hingga sineas film itu sendiri. Bahkan, sineas Tanah Air yang tergabung dalam Masyarakat Film Indonesia (MFI) pada 2008 sempat mengajukan uji materiil atas Undang Undang Perfilman, meski permohonan tersebut ditolak Mahkamah Konstitusi.

LSF Sosialisasikan program Sensor Mandiri di Belitung

Untuk itu, LSF mencoba meminimalisir pro dan kontra pada sebuah film dengan cara melakukan diskusi dengan para pemilik film. Dan kini, LSF pun menggandeng seluruh masyarakat untuk membudayakan sensor mandiri.

"Kami juga bekerjasama dengan ekonomi kreatif daerah masing-masing yang mempunyai kewenangan," terang anggota LSF Komisi III, Dr. Chitraria, pada diskusi mengenai sosialisasi LSF yang digelar di BW Hotel, Belitung, Senin (17/4/2017).

Lantas apa yang dikerjakan LSF bila budaya sensor mandiri mulai berjalan? "Adanya sensor mandiri bukan berarti kerja para anggota LSF berkurang, tapi ini lebih membantu LSF," lanjutnya.

LSF tengah melakukan sosialisasi budaya sensor mandiri di wilayah kabupaten seluruh Indonesia. Belitung menjadi salah satu kabupaten pilihan LSF untuk mengajak mahasiswa dan masyarakat umum untuk aktif sebagai penentu film layak tayang.

LSF Sosialisasikan program Sensor Mandiri di Belitung

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya