Liputan6.com, Jakarta - Lagu berjudul "Gemu Fa Mi Re", ada juga yang menyebutnya "Maumere", memiliki syair serta irama musik yang riang. Para pendengar seakan diajak untuk bergoyang.
Berkat musik yang enak didengar, lagu ini sering didendangkan di berbagai tempat. Mulai dari pelosok desa, pusat kota di Indonesia, hingga ke mancanegara. Banyak pula yang menyanyikan ulang ke berbagai versi seperti dijumpai berbagai akun media sosial.
Advertisement
Baca Juga
"Gemu Fa Mi Re" sudah menjadi fenomena tersendiri sejak 2012. Namun sayangnya, kepopuleran "Gemu Fa Mi Re" tidak diiringi dengan sorotan terhadap penciptanya, Nyong Franco. Namanya justru nyaris tak terdengar.
Sosok Nyong Franco yang merupakan penyanyi pria bernama asli Frans Cornelis Dian Bunda itu bermukim di Maumere, Nusa Tenggara Timur. Ia sempat menceritakan asal usul lagu "Gemu Fa Mi Re" yang ditulisnya pada tahun 2011 di kawasan hutan di pinggir kota Maumere.
Ide Lagu Gemu Fa Mi Re
Ia mengatakan bahwa ide lagu "Gemu Fa Mi Re" muncul saat dirinya tengah menyutradarai pembuatan album dari lagu-lagu yang dikemas ke dalam VCD bersama teman-temannya.
“Mulai dari pembuatan syair, aransemen, pemilihan musik, hingga masuk ke dapur rekaman, menjadi tanggung jawab saya,” ujar Nyong Franco saat dihubungi pada pekan silam.
Di tengah kesibukan itulah terbersit di benaknya ide untuk membuat satu lagi lagu.
"Lagu yang kalau didendangkan terdengar unik. Ada hal yang berbeda dalam karya tersebut, sehingga syair maupun musik mudah diikuti oleh siapa saja,” jelas pria 45 tahun ini.
Saat pembuatan aransemen, pria yang akrab disapa Franco ini memasukkan unsur-unsur seperti gong waning, salah satu alat musik gendang khas Maumere.
“Saya memasukkan unsur gong untuk memunculkan kearifan lokal budaya ciptaan nenek moyang,” jelasnya.
Advertisement
Ke Kiri dan Ke Kanan
Saat menulis syair "Gemu Fa Mi Re," Franco membayangkan konsep ketika orang-orang mendengar lirik, bisa bergerak-gerak ke kiri dan ke kanan.
"Di benak saya, orang Indonesia Timur kalau sedang pesta, itu menarinya gila-gilaan. Nah, kalau mereka mengikuti irama lagu ini, maka menarinya sambil berlari keluar arena pesta. Terkesan konyol, usil dan lucu. Tetapi itulah yang tergambar dalam benak saya untuk membuat lagu asyik dan enak didengar,” kenang Franco.
Menyoal lirik yang menggunakan kata "tra la le lu" pada bait pertama, Franco mengambilnya juga dari warisan nenek moyang yang ia peroleh dari mendiang ayahnya. Konon ketika masih kecil, kakeknya sering menyanyikan syair-syair seperti itu.
"Semasa hidupnya, ayah saya mengatakan kata 'tra la le lu' mengandung makna yang luar biasa, yang menggambarkan seseorang yang melakukan perjalanan dari Maumere ke kampung Ende, yang membawa bekal jagung manis tumbuk dan jeruk manis, sambil bernyanyi,” jelasnya.
Seirama
Baginya, lagu "Gemu Fa Mi Re" sudah seirama dengan pesan mendiang ayahnya.
"Apapun karya, buatlah yang berbeda dan harus berakar ke bumi dan budaya di sini (Maumere),” ujar Franco yang berharap lagu "Gemu Fa Mi Re" dapat mengangkat nama baik Maumere.
Nyong Franco mengaku, hingga kini ia masih menyimpan semua data file lagu "Gemu Fa Mi Re", mulai dari waktu, tempat menciptakan lagu, lirik, hingga judul lagu.
"Hanya saja, mengenai royalti menjadi kelemahan saya dan teman-teman di daerah. Sehingga ketika syair dan lagu ciptaan saya digunakan masyarakat, saya tidak bisa mengajukan klaim lantaran belum memiliki wadah untuk sekadar konsultasi agar lagu 'Gemu Fa Mi Re' tidak diklaim sebagai ciptaan orang lain," ujar Franco penuh harap.
Advertisement