Resensi Film Balada Sepasang Kekasih Gila, Menggugat Selera dan Perilaku Mereka Yang Ngaku Waras

Film Balada Sepasang Kekasih Gila karya sineas Anggy Umbara dibintangi Denny Sumargo dan Sara Fajira. Berikut resensinya.

oleh Wayan Diananto diperbarui 22 Agu 2021, 06:27 WIB
Diterbitkan 22 Agu 2021, 06:00 WIB
Balada Sepasang Kekasih Gila.
Poster film Balada Sepasang Kekasih Gila. (Foto: Dok. KlikFilm)

Liputan6.com, Jakarta Kini setiap bulan ada film Indonesia anyar yang dirilis langsung di platform streaming. Agustus 2021 misalnya, ada Balada Sepasang Kekasih Gila yang tayang premier di KlikFilm.

Diusung dari novel karya Han Gagas, film ini menempatkan Denny Sumargo dan Sara Fajira sebagai pemeran utama. Anggy Umbara menulis skenario sekaligus duduk di kursi sutradara.

Mencermati premis dan temanya, film ini terasa berat karena mengusung kisah cinta berbalut konflik psikologis dengan latar kelam. Berikut resensi film Balada Sepasang Kekasih Gila.

 

Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Lastri dan Jarot

Balada Sepasang Kekasih Gila.
Denny Sumargo sebagai Jarot dalam Balada Sepasang Kekasih Gila. (Foto: Dok. KlikFilm)

Dua poros film ini adalah Jarot (Denny Sumargo), yang mengalami gangguan kejiwaan lalu dirawat di RSJ dengan rekam jejak pernah disangka (maaf) komunis. Setelahnya ada Lastri (Sara Fajira) yang diusir dari kampung.

Terlunta-lunta di jalan, ia diculik tiga pria hidung belang lalu diperkosa bergantian. Kelelahan usai melakukan aksi bejat, ketiganya ketiduran di kursi. Lastri yang terjaga mengikat mereka lalu “bermain-main” dengan gunting. Dua dari tiga pria ini tewas. Lastri dijebloskan ke penjara.

Gangguan kejiwaan membuat hakim memberi keringanan hukuman. Lastri lantas dijemput Tante Lisa (Vera Sharoon) yang mengaku sebagai kawan ibunya. Bukannya membaik, hidupnya makin ambyar. Lisa menjadikannya pekerja seks komersial.

Suatu malam, Lastri kabur dan dikejar anak buah Lisa. Jarot yang jadi tuna wisma menyelamatkan Lastri. Keduanya jatuh cinta lalu nikah di hadapan Kiai (Wing Sayz). Status pasutri membuat keduanya bahagia namun hidup tak semanis yang diharapkan.

 

Teringat Film Indonesia Klasik

Balada Sepasang Kekasih Gila.
Sara Fajira sebagai Lastri dalam Balada Sepasang Kekasih Gila. (Foto: Dok. KlikFilm)

Sesuai dengan kata pertama yang jadi judul film ini, Anggy Umbara memoles kisah Jarot dan Lastri menjadi balada yang menyakitkan. Bagi kami, 90 persen film ini mendefinisikan balada yang dimaksud oleh judul.

Sejumlah adegan terasa memilukan dari dikurung di ruangan yang lebih layak disebut kandang, diusir pemulung dan diperlakukan kasar oleh pemilik warung. Jalanan yang keras digambarkan dengan nyata. 

Beberapa adegan mengingatkan kami pada setidaknya dua film klasik Indonesia. Adegan pembunuhan yang dilakukan Lastri membuat kami teringat Penyesalan Seumur Hidup (Frank Rorimpandey, 1986).

Tak Memberi Jeda

Balada Sepasang Kekasih Gila.
Tokoh Lastri dalam Balada Sepasang Kekasih Gila. (Foto: Dok. KlikFilm)

Adegan Lastri diolok dan dilempari batu oleh anak-anak mengingatkan kami pada nasib Marissa (Ida Iasha) di Seputih Kasih Semerah Luka karya sineas Wim Umboh (1988). Tentu saja, Anggy Umbara tidak bermaksud meniru. Hanya kebetulan serupa.

Anggy Umbara tak memberi jeda penonton untuk relaks sejenak. Nyaris tak ada percikan komedi di sepanjang film. Agar Balada Sepasang Kekasih Gila tidak kelam-kelam amat, tata musik film ini diberi kesempatan “berkomedi” mengikuti polah dan interaksi tokoh dengan gangguan jiwa.

Film ini tak bermaksud memojokkan ODGJ. Sebaliknya, Han dan Anggy lewat naskah mengajak kita berempati kepada mereka yang selama ini dianggap tak waras atau kehilangan akal sehat.

 

Tiga Alasan

Balada Sepasang Kekasih Gila.
Salah satu adegan dalam film Balada Sepasang Kekasih Gila. (Foto: Dok. KlikFilm)

Pertama, kehilangan kewarasan bukan kemauan mereka. Tekanan hidup dan perilaku jahat orang di sekitar adalah faktor pemicu yang mengimpit kewarasan. Kedua, kadang selera mereka yang mengaku waras tak lebih baik dari yang dianggap gila.

Ini tampak saat Sara dan Jarot mengecek koleksi buku bekas di dalam boks. Isinya, dari Aku karya Suman Djaja hingga Bumi Manusia gubahan Pramoedya Ananta Toer. Pasangan ini lantas mempertanyakan keputusan orang waras yang membuang buku ini.

Ketiga, soal kepedulian. Jarot di tengah apes bertubi masih punya hati untuk menyelamatkan perempuan korban kekerasan. Ia masih punya semangat untuk bersikap sempurna dan khusyuk hormat kepada Sang Merah Putih. Bagaimana dengan kita yang mengaku waras?

Effort Pemain Utama

Balada Sepasang Kekasih Gila.
Interaksi tokoh Lastri dan Jarot dalam Balada Sepasang Kekasih Gila. (Foto: Dok. KlikFilm)

Sentilan-sentilan macam ini menyelamatkan Balada Sepasang Kekasih Gila dari jebakan drama klise yang mengeksploitasi penderitaan dan air mata. Ia masih punya martabat.

Apalagi, Denny Sumargo dan Sara Fajira menunjukkan effort lebih untuk menghidupkan dua karakter utama. Denny mengubah warna vokal. Riasannya saat rambut mulai gondrong dan makin kumal nyaris membuat kita tak mengenali sang aktor.

Sara Fajira masih punya sisi cantik di balik rambut yang mengembang dan daster ala kadarnya. Transformasinya dari gila, hampir gila, dan waras berpotensi mengundang simpati.

Terkoneksi

Balada Sepasang Kekasih Gila.
Adegan film Balada Sepasang Kekasih Gila. (Foto: Dok. KlikFilm)

Tema Balada Sepasang Kekasih Gila barangkali agak berat dicerna, apalagi jika suasana hati kita lagi kusut. Siapkan pikiran yang santai dan suasana hati relaks untuk meresapi film ini. Sejatinya, Balada Sepasang Kekasih gila menyimpan banyak keresahan yang mungkin Anda rasakan.

Ia menyimpan banyak gugatan terkait fenomena sosial yang bisa jadi Anda pertanyakan. Film ini memotret kenyataan dan ketidakadilan yang mengkhianati harapan. Yang ini pun tentu terkoneksi dengan kita semua.

 

 

Pemain: Denny Sumargo, Sara Fajira, Vera Sharoon, Rachel Hersas, Wing Sayz, Nurul Melly

Produser: Agung Haryanto

Sutradara: Anggy Umbara

Penulis: Han Gagas, Anggy Umbara

Produksi: Canary Studios, KlikFilm Productions, Umbara Brothers Films

Durasi: 1 jam, 30 menit

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya