Yupi Good Talent Ajang Pencarian Bakat yang juga Jadi Kampanye Anti Bullying

Yupi Good Talent ajang pencarian bakat untuk anak dan  remaja.

oleh Aditia Saputra diperbarui 30 Apr 2024, 15:22 WIB
Diterbitkan 30 Apr 2024, 06:00 WIB
Yupi Good Talent
Yupi Good Talent

Liputan6.com, Jakarta Ajang pencarian bakat Yupi Good Talent dibuat salah satunya adalah sebagai kampanye anti bullying. Maklum saja, kampanye-kampanye serupa kerap kali dilakukan  ke ratusan sekolah di Indonesia.

Saat ini, sudah seharusnya siswa diberikan aktivitas positif, seperti kompetisi yang dapat bersaing secara sehat. Ada beberapa kompetisi positif agar siswa dapat menyalurkan ide dan bakatnya seperti Yupi Good Talent yang sudah sering diadakan setiap tahunnya. 

Yupi Good Talent, merupakan ajang pencarian bakat untuk anak dan  remaja. Di sinilah,  anak-anak dan remaja Indonesia dapat menyalurkan  kreativitasnya dan mengekspresikan talenta positif dalam bidang seni yakni menyanyi, menari dan lainnya seperti story telling, gymnastic dan bermain musik. 

Ini merupakan salah satu cara yang efektif untuk menginspirasi perubahan positif dalam budaya dan perilaku sehari-hari. Tahun ini, Yupi Good Talent  menjadi tahun ke-lima, dengan total peserta ribuan setiap tahunnya.

 

Energi Positif

Yupi Good Talent
Yupi Good Talent

Tak sekadar permen, Yupi juga mengeluarkan Yupi CDZ (Vitamin C-Vitamin D-Mineral Zinc) yang terbukti membantu menjaga daya tahan kamu supaya tidak gampang sakit, sehingga bisa terus beraktifitas dan berkarya tanpa halangan.

“Anak-anak dan remaja dapat menyalurkan energinya ke hal-hal yang positif dan kreativitas mereka menjadi prestasi yang bisa dibanggakan serta menginspirasi. Kami selalu menyuarakan semangat positif dan ceria,” kata  Addyono H. Koloway, Promotion Manager PT Yupi Indo Jelly Gum.

 

Kasus Bullying

Masa sekolah yang seharusnya menjadi masa yang indah, realitasnya tidak untuk sebagian anak. Masa sekolah menjadi waktu yang penuh dengan ketakutan, kecemasan, dan penderitaan yang disebabkan oleh perilaku bullying atau intimidasi. 

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkap, ada sekitar 3.800 kasus perundungan di Indonesia sepanjang 2023. Data ini meningkat signifikan dibandingkan data tahun sebelumnya yang dihimpun dari KPAI dan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), dimana tercatat 226 kasus di 2022, 53 kasus di 2021 dan 119 kasus di 2020.  Ironisnya, kasus bullying ini meningkat dari tahun ke tahun.

Jenis bullying yang paling sering dialami korban adalah bullying fisik (55,5%), bullying verbal (29,3%) dan bullying psikologis (15,2%). Untuk tingkat jenjang Pendidikan, siswa SD Menjadi korban bullying terbanyak (26%), diikuti siswa SMP (25%) dan siswa SMA (18,75%). Angka yang tersebutkan ini adalah adalah angka yang tercatat, dan diluar dari angka ini, masih banyak korban yang tidak melaporkan dan tidak tercatat telah terjadi disemua lapisan lingkungan Masyarakat kita.

Sejalan dengan itu, YasintaYasinta Indrianti, S. Psi., M. Psi., Psikolog dari Profil Talenta Indonesia yang sering mengamati perilaku bullying atau perundungan, mengatakan fase remaja memang sangat rentan bagi anak  untuk menjadi korban bullying atau bahkan pelaku.  Fase remaja merupakan masa pencarjan jati diri yang terkadang, hal ini tak disikapi secara positif sehingga menyebabkan anak menjadi korban atau pelaku bullying.

“Didukung dengan karakteristik remaja yang sedang berada dalam masa pencarian jati diri, ingin rasa berkompetisi menunjukkan eksistensi tetapi terkadang tidak bisa menyalurkannya dengan tepat,” ungkapnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya