Mahasiswa Asal Papua Berbagi Cerita Selama Kuliah di Surabaya

Banyak anak-anak Papua yang merantau ke Surabaya untuk mengemban ilmu. Berikut cerita mahasiswa Papua yang menempuh pendidikan di Surabaya, Jawa Timur

oleh Liputan Enam diperbarui 21 Agu 2019, 14:13 WIB
Diterbitkan 21 Agu 2019, 14:13 WIB
(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Mahasiswa Universitas Dr Soetomo (Unitomo) Surabaya menceritakan pengalaman untuk menempuh pendidikan di Surabaya, Jawa Timur (Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Liputan6.com, Jakarta - Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (Risma) menerima kunjungan Ketua Masyarakat Adat Tanah Papua sekaligus Staf Khusus (Stafsus) Presiden untuk wilayah Papua, Lenis Koyoga pada, Selasa 20 Agustus 2019. Pertemuan ini berlangsung di rumah dinas wali kota, Jalan Sedap Malam Surabaya, Jawa Timur.

Dalam pertemuan itu juga hadir perwakilan mahasiswa Papua serta Ikatan Keluarga Besar Papua Surabaya (IKBPS). Dalam pertemuan yang hangat itu, Risma banyak bercerita tentang adik-adik Papua yang ada di Surabaya.

Memang, ada sejumlah mahasiswa Papua yang merantau ke Surabaya untuk mengemban ilmu. Bahkan, mahasiswa Papua telah menganggap Surabaya sebagai rumah kedua. Berikut cerita mahasiswa Papua yang menempuh pendidikan di Surabaya:

Menempuh Perjalanan Panjang

Amaris Mariawasi adalah salah satu mahasiswa Papua yang berkuliah di Universitas Dr Soetomo (Unitomo) Surabaya. Mahasiswa semester empat ini berasal dari Kampung Yaru, Distrik Aroba, Teluk Bintuni, Papua Barat. Ia mencari ilmu ke Surabaya agar  bisa diterapkan saat kembali ke kampung halaman.

Perjalanan Amaris hingga sampai di Kota Pahlawan tidaklah mudah. Ia harus menyeberangi lautan mengggunakan long boat selama satu setengah jam dengan menggunakan kapal perintis menuju Kecamatan Babo.

"Dari desa naik kapal kecil satu jam lalu kapal perintis selama 24 jam," ujar dia.

Tak sampai di situ, dari Kecamatan Babo perjalanan dilanjutkan dengan kapal perintis ke Sorong yang menempuh waktu 21 jam lebih. "Dari Sorong ke Juanda selama 1 hari penuh. Kalau kapal 4 hari 4 malam," ucap dia.

Ia mengaku peristiwa yang terjadi di asrama Papua di Surabaya beberapa hari lalu secara tidak langsung telah mempengaruhi psikologisnya. Bahkan orangtuanya sudah menyiapkan tiket untuk pulang sampai kondisi sudah membaik.

"Sebenarnya, Unitomo dan Surabaya, sudah saya anggap sebagai rumah kedua. Kami tetap semangat kuliah. Tapi, kami sedih ketika teman-teman kami diperlakukan seperti itu. Sedangkan sebenarnya masyarakat memperlakukan kami dengan baik,” tuturnya.

Sementara itu, Paniz Wenda, salah satu mahasiswa Unitomo asal Papua lainnya menyayangkan insiden pengepungan asrama mahasiswa Papua. Meskipun Unitomo telah menjamin keamanan selama menempuh pendidikan, tapi tidak untuk kondisi mahasiswa yang tinggal di asrama.

"Papua merupakan bagian dari Indonesia. Di sana, warga pendatang dari Jawa maupun pulau lainnya mendapat perlakuan yang baik dan hidup berdampingan. Oleh karena itu, saya berharap warga Papua mendapat perlakuan yang sama di sini,” ujar mahasiswa semester akhir Fakultas Teknik Unitomo ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Mahasiswa Unesa

(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Yanius Kogowa (Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Sama-sama berasal dari Papua,  tapi beda universitas, Yanius Kogowa menempuh pendidikan di Universitas Negeri Surabaya (Unesa). Mahasiswa semester lima ini berpesan untuk selalu menjaga kesatuan NKRI.

"Jadi kami dari perwakilan mahasiswa menyatakan kita harus menjaga NKRI dengan baik agar tidak terpecah belah," ucapnya.

Yanius berharap agar kondisi panas ini bisa segera meredam. Tak hanya itu, Ia juga ingin kejadian seperti kemarin tidak terulang lagi, karena terdapat oknum tidak bertanggung jawab.

Oleh karena itu, mahasiswa Universitas Negeri Surabaya ini menyarankan, perlu dilakukan dialog dan pendekatan persuasif ke depan. Seperti forum komunikasi pimpinan daerah (Forkopimda) yang digelar oleh Kapolda Jatim dan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, ia nilai dapat meredamkan situasi.

"Saat ini butuh kondusivitas di lingkungan Surabaya,” kata dia pada Selasa malam, 20 Agustus 2019.

(Kezia Priscilla, mahasiswi UMN)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya