Liputan6.com, Surabaya - Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Mochamad Ashari menilai, rencana pemindahan ibu kota merupakan proyek terbesar. Oleh karena itu, rencana pemindahan ibu kota ini harus disambut dengan berbagai kajian mendalam.
Ia mengharapkan, individu dan instansi juga perlu tahu peran masing-masing dalam persiapan pemindahan ibu kota negara. "Pindah tanggal saja ributnya tidak karuan, apalagi pindah ibu kota negara,” ucap rektor yang biasa disapa Ashari ini dalam Seminar Diseminasi dalam Persiapan Pembangunan Ibu Kota Negara di Gedung Research Center ITS, Senin, 30 September 2019.
Pemindahan ibu kota yang merupakan proyek terbesar ini, menurut Ashari, harus disambut dengan berbagai kajian mendalam yang harus sesuai dengan kondisi masa kini. "Termasuk kajian tentang teknologi, sebab sekarang trend-nya adalah Revolusi Industri 4.0,” papar guru besar Teknik Elektro ITS ini.
Advertisement
Baca Juga
Dalam seminar ini, Direktur Jenderal (Dirjen) Cipta Karya Kementerian PUPR Danis Hidayat Sumadilaga memaparkan, ada banyak sekali alasan yang mendukung pemindahan ibu kota, salah satunya adalah mega-urbanisasi. Pada prinsipnya, urbanisasi dapat menguntungkan jika direspons dengan baik dan cermat. "Namun jika tidak, maka akan membawa kerugian yang besar," tutur Danis.
Pada presentasinya, Danis mengungkapkan, Tiongkok dengan penambahan satu persen pertumbuhan penduduk dapat meningkatkan tiga persen PDB per kapita. Di Asia Timur, rata-rata penambahan PDB bagi setiap satu persen pertambahan penduduk adalah 2,7 persen. Namun, pertambahan PDB per kapita di Indonesia hanya 1,4 persen.
Padahal, lanjut Danis, dengan luas wilayah 1,9 juta kilometer persegi berisikan kekayaan bumi dan maritim, Indonesia seharusnya dapat memaksimalkan potensi yang lebih dari angka 1,4 persen. "Hal ini tak lain dan tak bukan adalah salah satu buntut kesenjangan ekonomi antara daerah di Jawa dan luar Jawa," ujar dia.
Menurut data yang disampaikan Danis, pada 2045 sebanyak 70 persen penduduk dunia bertempat tinggal di kota. Menurut proyeksi, konsentrasi penduduk paling besar akan tetap berada di Pulau Jawa. Konsentrasi yang menumpuk di Jawa akibat urbanisasi ini bahkan sudah lama menimbulkan isu lingkungan terkait daya dukung air dan lahan.
Merespons segala masalah di Indonesia tersebut, maka dibuatlah strategi meningkatkan pemerataan pembangunan. Pemindahan ibu kota sendiri adalah salah satu caranya.
Selain pemindahan ibu kota, pemerintah juga membuat beberapa perencanaan pembangunan baru, seperti pembentukan 10 metropolitan baru, kota-kota baru, Kawasan Ekonomi Khusus dan Kawasan Indonesia, serta pembentukan 10 Bali baru.
Mengenai isu pengabaian Jakarta sendiri, Danis menegaskan, itu tidak benar. “Kita tidak meninggalkan Jakarta, justru kita memperbaikinya,” ujar dia.
Hal ini disampaikan mengingat Jakarta yang dirundung berbagai permasalahan yang kompleks. Bahkan, pada 2017 saja, Jakarta menempati peringkat 9 sebagai kota terpadat di dunia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Sejumlah PR untuk Pemerintah Pusat
Untuk konsep masa depan ibu kota, dengan tegas Deputi Kepala Bappenas Bidang Pengembangan Regional Rudy Soeprihadi Prawiradinata menuturkan, konsep yang akan dianut Indonesia adalah forest city.
Perihal penebangan hutan sendiri, masyarakat diharapkan untuk tidak khawatir, sebab konsep forest city bukanlah hutan dalam kota melainkan kota dalam hutan. "Hal ini berarti hutannya akan terjaga," ujarnya.
Rudy mengatakan, pemerintah juga membuka peluang bagi masyarakat dari segala kalangan dan usia untuk merumuskan ide desain ibu kota baru impian yang berlangsung mulai September 2019 hingga Oktober 2020. "Sayembara ini diadakan untuk mengingatkan kita kembali bahwa ibu kota masa depan adalah milik kita bersama," tutur Rudy.
Sementara itu, ITS sebagai institusi pun ikut mengkaji topik pemindahan ibu kota ini. Hal tersebut diungkapkan oleh mantan Rektor ITS periode 2015-2019.
"Saat topik pemindahan ibu kota ini mencuat, kami dengan sigap mengumpulkan para ahli yang berkompeten di ITS untuk melakukan diskusi," ujar dia.
Hasilnya, menurut Guru Besar ITS Prof Joni Hermana, masih ditemukan beberapa pekerjaan rumah (PR) untuk pemerintah pusat. Salah satunya terkait belum ada payung hukum bagi proyek pemindahan ibu kota.
"Padahal, hal ini sangat penting jika pemerintah benar-benar serius menjalankan revolusi besar-besaran untuk memudahkan pembangunan itu sendiri,” ujar pria kelahiran Bandung ini.
Selain itu, lanjut Joni, pemerintah dan perencana juga harus bercermin dari pengalaman bangsa Indonesia sendiri. "Selama 74 tahun kita merdeka, timbul pertanyaan mengapa tidak ada satu pun kota yang mampu menjadi role model utama pembangunan di Indonesia?” tanya Guru Besar Teknik Lingkungan itu.
Lebih lanjut, Joni beserta tim diskusi menduga akar permasalahannya adalah pembangunan yang berbasis di darat, padahal Indonesia adalah negara kepulauan. Oleh karena itu, ITS berharap agar momen pemindahan ibu kota dan perombakan sistem besar-besaran ini ikut mementingkan identitas Indonesia sebagai negara berbasis maritim.
Joni mengutarakan, ITS juga memimpikan desain Indonesia yang berbasis pembangunan modern. “Mengapa? Karena yang akan menempati ibu kota serta wajah Indonesia yang baru adalah generasi muda milenial,” tegasnya mengingatkan.
Advertisement
Kata Emil Dardak
Selain paparan dari para ahli, Wakil Gubernur Provinsi Jawa Timur Emil Elestianto Dardak juga hadir untuk memberikan pandangannya sebagai perwakilan kepala daerah. Emil meyakini, Indonesia bisa dibangun dengan konsep nusantara sentris.
"Artinya, bagaimana kita mendorong pertumbuhan yang bukan zero sum game, yang mana kalau Kalimantan maju maka Jawa kalah,” paparnya.
Justru menurut dia, dengan Kalimantan sebagai lokasi dari ibu kota baru dapat membuat Jawa semakin maju. "Namun, hal tersebut bisa terjadi jika kita membentuk sebuah format ekonomi regional yang mengedepankan sinergi lintas kepulauan ini,” pungkasnya.