Penyakit Terberat di Dunia Menurut Gus Baha, Mengutip Kitab Al-Hikam

Gus Baha menjelaskan bahwa tamak bukan sekadar sikap serakah terhadap harta, tetapi juga dalam berbagai aspek kehidupan

oleh Liputan6.com Diperbarui 18 Feb 2025, 16:30 WIB
Diterbitkan 18 Feb 2025, 16:30 WIB
gus baha 22
Gus Baha (TikTok)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Dalam kehidupan, setiap manusia menghadapi berbagai tantangan batin yang dapat memengaruhi cara berpikir dan bertindak. Salah satu hal yang paling berat bagi seseorang adalah penyakit batin yang tidak terlihat secara fisik, namun memiliki dampak besar terhadap kehidupan sosial dan spiritual.

Pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur'an Lembaga Pembinaan, Pendidikan, dan Pengembangan Ilmu Al-Qur'an (LP3IA) Rembang Jawa Tengah KH Ahmad Bahauddin Nursalim, atau yang lebih dikenal sebagai Gus Baha, menyoroti salah satu penyakit batin yang dianggap paling berat dalam Kitab Al-Hikam.

Menurutnya, penyakit itu adalah tamak, sebuah sifat yang membuat seseorang tidak pernah puas dan selalu menginginkan lebih dari yang ia miliki.

"Orang itu kalau mentalnya memberi, berarti selesai dengan dirinya. Tapi kalau tidak bermental memberi, pasti tamak," ujar Gus Baha yang dikutip dari tayangan video di kanal YouTube @takmiralmukmin.

Gus Baha menjelaskan bahwa tamak bukan sekadar sikap serakah terhadap harta, tetapi juga dalam berbagai aspek kehidupan. Seseorang yang memiliki sifat tamak cenderung menghakimi orang lain berdasarkan keinginannya yang tidak terpenuhi.

"Dalam Kitab Hikam diterangkan bahwa penyakit terberat itu tamak. Kenapa? Karena orang kikir itu gak ada di Kitab Hikam. Yang ada itu tamak," tegasnya.

Sebagai contoh, ia menyinggung bagaimana seseorang bisa dengan mudah menuduh orang lain pelit hanya karena keinginannya tidak terpenuhi. Hal ini menunjukkan bahwa penilaian seseorang sering kali dipengaruhi oleh kepentingan pribadinya.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Jangan Biarkan Rasa Tamak Berkembang

Ilustrasi orang tamak, serakah
Ilustrasi orang tamak, serakah. (Photo Copyright by Freepik)... Selengkapnya

"Misalnya, saya kenal Plt Bupati Kudus. Gak pernah saya bilang dia kikir. Tapi sekali saya mengajukan proposal gak kesampaian, tiba-tiba saya bilang dia medit atau kikir. Jadi, saya memvonis dia medit itu sebetulnya ya karena punya keinginan yang gak kesampaian," jelas Gus Baha.

Ia kemudian memperluas contoh ke dalam kehidupan sosial, khususnya dalam hubungan antarindividu. Menurutnya, banyak orang yang menilai seseorang sombong hanya karena keinginannya untuk dekat atau berinteraksi tidak terpenuhi.

"Anak-anak muda yang tinggal di Jakarta, pernah gak kamu bilang seseorang itu sombong? Enggak kan? Tapi setelah kamu bilang, 'Mbak, aku pingin kenal sampean,' lalu dia menolak, baru kamu bilang dia sombong. Karena apa? Keinginan kamu gak kesampaian," paparnya.

Sikap tamak semacam ini, menurut Gus Baha, jika dibiarkan terus berkembang, dapat merusak moral bangsa. Orang-orang akan lebih sibuk menghakimi orang lain berdasarkan keinginan pribadi ketimbang bersikap objektif dan menerima kenyataan.

"Bayangkan kalau orang bermental tamak kayak apa bangsa ini?" ujarnya retoris.

Penyakit tamak tidak hanya mengganggu ketenangan batin seseorang, tetapi juga berpotensi merusak hubungan sosial. Ketidakpuasan yang terus-menerus akan membuat seseorang sulit bersyukur dan cenderung menyalahkan orang lain atas keadaan yang ia alami.

Tamak Penghalang Utama Ketenangan Jiwa

Ilustrasi orang tamak, serakah
Ilustrasi orang tamak, serakah. (Photo by Raghuvansh Luthra on Unsplash)... Selengkapnya

Dalam ajaran Islam, sifat tamak dianggap sebagai penghalang utama bagi seseorang untuk mencapai ketenangan jiwa. Sebaliknya, Islam mengajarkan sikap qana’ah atau merasa cukup dengan apa yang dimiliki sebagai jalan menuju kebahagiaan sejati.

Gus Baha menekankan bahwa orang yang bermental memberi akan lebih mudah menerima keadaan dan tidak mudah terpengaruh oleh ketidakpuasan duniawi. Sebab, mereka telah mencapai ketenangan batin yang tidak bergantung pada keinginan materiil.

"Kalau sudah selesai dengan dirinya sendiri, orang gak akan gampang menghakimi. Sebab, dia sudah paham bahwa hidup bukan tentang memenuhi keinginan pribadi," terangnya.

Namun, menurutnya, tidak semua orang mampu mencapai tahap tersebut. Banyak yang masih terjebak dalam lingkaran tamak, merasa tidak puas dengan kehidupannya, dan terus-menerus membandingkan diri dengan orang lain.

"Kita harus belajar dari orang-orang yang sudah selesai dengan dirinya. Mereka yang dermawan bukan karena berlebih, tapi karena hatinya luas. Itulah kuncinya," lanjutnya.

Gus Baha mengajak umat Islam untuk lebih banyak berintrospeksi dan memahami akar dari setiap prasangka yang muncul dalam hati. Dengan begitu, seseorang akan lebih mampu mengendalikan diri dan menjauhi sifat tamak yang merugikan diri sendiri maupun orang lain.

"Kalau kita paham bahwa tamak itu sumber masalah, kita akan lebih berhati-hati dalam menilai sesuatu. Jangan sampai hanya karena keinginan kita gak kesampaian, kita langsung menghakimi orang lain," pesannya.

Sifat tamak bisa muncul dalam berbagai bentuk, baik dalam urusan finansial, sosial, hingga hubungan antarindividu. Oleh karena itu, menurutnya, kesadaran akan bahaya tamak harus ditanamkan sejak dini agar seseorang dapat menjalani hidup dengan lebih damai dan penuh rasa syukur.

"Kita harus mulai dari diri sendiri. Kalau ingin hidup bahagia, hilangkan sifat tamak. Karena itulah penyakit terberat yang bisa merusak segalanya," pungkas Gus Baha.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya